TIMES MALANG, MALANG – Penyebab ratusan nyawa melayang dalam tragedi Kanjuruhan Malang masih menjadi misteri. Pihak rumah sakit terkesan menutupi hasil rekam medis para pasien yang dirawat maupun meninggal dunia.
Hal tersebut sempat disampaikan oleh pendamping hukum Tim Gabungan Aremania, Anjar Nawan Yusky beberapa waktu lalu. Ia mengatakan bahwa para keluarga korban tak diberitahu secara detail penyebab kematian itu.
Padahal, menurut Anjar, mayoritas korban meninggal tragedi Kanjuruhan Malang dari dada hingga wajahnya membiru dan menghitam. Adapun temuan bahwa sejumlah korban mengeluarkan busa di bagian hidung dan mulutnya.
"Rata-rata cerita keluarga korban saat memandikan jenazah dada ke atas itu membiru sampai menghitam. Lalu keluar busa dan darah," ujar Anjar beberapa waktu lalu saat ditemui di Posko TGA Gedung KNPI Kota Malang.
Beberapa keluarga korban pun menceritakan kepada Anjar bahwa informasi medis terkesan sangat terbatas. Belum terangnya informasi jejak medis ini menjadi pertanyaan.
"Kalau kita lihat di UU Kesehatan dan Kedokteran, pasien itu berhak tahu resum medis dengan atau tanpa diminta. Tapi kenapa harus terkesan ditutup-tutupi. Kesannya berhati-hati, tidak mempersulit, tapi mereka cukup berhati-hati," ujarnya.
Sementara itu, Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSSA Malang, dr Syaifullah Asmiragani menyebutkan bahwa sudah menjadi keharusan keluarga korban diberitahu penyebab kematian itu.
"Ada harusnya, setiap pasien yang meninggal di sini kami memberikan surat kematian dan sebab kematian," katanya saat menggelar jumpa pers soal perkembangan penanganan pasien Tragedi Kanjuruhan di lantai 3 Gedung RSSA Malang, Selasa (1/11/2022).
Masih di lokasi yang sama, pandangan berbeda disampaikan dr Wiwi Jaya, spesialis Anastesi RSSA Malang. Ia menuturkan ada persoalan yang berkaitan dengan rahasia jabatan dalam informasi rekam medis tersebut.
Namun, kepada keluarga korban diserahkan surat yang menyebutkan status pasien kapan meninggal, identitas hingga lokasi perawatan terakhir.
"Kalau penyebab kematian, bukan di surat itu. Tetapi ada pada status pasien yang itu adalah rahasia medis yang hanya boleh diketahui keluarga pasien," ujarnya.
"Status itu adalah arsip rumah sakit yang disimpan di rumah sakit. Ada, tapi tidak semua orang bisa lihat, karena itu berkaitan dengan rahasia jabatan," katanya.
Ia mengatakan, yang boleh mengetahui data status pasien terkait penyebab kematian tersebut hanya keluarga korban dan dokter yang merawat.
"Karena memang berkaitan dengan rahasia jabatan, kode etik dan aspek medikolegal. Hal-hal itu sensitif," ujarnya.
Sebagai informasi, setidaknya sudah ada 80 pasien korban tragedi Kanjuruhan yang menjalankan perawatan di RSSA Malang sejak 2 Oktober 2022 hingga 1 November 2022 ini.
Dari 80 pasien tersebut, empat di antaranya meninggal dunia dan kini hanya tersisa satu pasien asal Sumberpucung, Kabupaten Malang yang masih menjalankan perawatan intensif di ICU RSSA Malang. (*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |