TIMES MALANG, MALANG – Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia (Mendes PDTT), Yandri Susanto, menegaskan bahwa desa memiliki peran strategis sebagai penopang utama pembangunan nasional. Hal tersebut ia sampaikan saat memberangkatkan ribuan mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) dalam Program Mahasiswa Membangun Desa (MMD) 2025, Rabu (26/6/2025), di Kampus UB, Kota Malang.
Dalam pidatonya, Yandri menyoroti pentingnya kembali memusatkan perhatian pada pembangunan desa sebagai garda terdepan dalam menjaga ketahanan bangsa. Menurutnya, saat ini sekitar 70 persen penduduk Indonesia masih tinggal di desa. Kondisi ini menunjukkan bahwa desa masih menjadi tulang punggung kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia.
“Tujuh puluh persen penduduk Indonesia masih tinggal di desa. Maka program Mahasiswa Membangun Desa ini sungguh sangat relevan untuk kita membangun Indonesia dari desa,” tegas Yandri.
Ia menyatakan bahwa semangat membangun desa sejalan dengan misi Kementerian Desa, PDTT dalam lima tahun ke depan. Pemerintah menetapkan tagline baru “Bangun Desa, Bangun Indonesia” sebagai bentuk komitmen menjadikan desa sebagai titik tolak pembangunan nasional.
“Tekad atau motor dari Kementerian Desa sekarang adalah: bangun desa, bangun Indonesia. Desa terdepan untuk Indonesia,” imbuhnya di hadapan ribuan mahasiswa.
Dalam kesempatan tersebut, Yandri juga membandingkan kondisi desa di Indonesia dengan yang terjadi di Jepang. Ia mengingatkan agar Indonesia tidak mengulang kesalahan negara maju yang justru meninggalkan desa dan berfokus hanya pada pembangunan kota.
“Contoh hari ini Jepang. Jepang hari ini sedang mengalami persoalan. Sebanyak 93 persen rakyat Jepang tinggal di perkotaan. Hanya 7 persen tinggal di desa,” jelasnya.
Kondisi tersebut menyebabkan desa-desa di Jepang menjadi kosong, tidak produktif, dan terabaikan. Akibatnya, harga bahan pokok di negara tersebut melambung tinggi, termasuk beras yang kini mencapai Rp120 ribu per kilogram. Selain itu, properti di pedesaan Jepang pun anjlok nilainya secara drastis.
“Dulu harga rumah di desa di Jepang itu sampai 5 miliar, sekarang 7 juta pun tidak laku. Dan semua menteri Jepang berusaha mengembalikan rakyatnya ke desa, tidak berhasil,” ungkap Yandri.
Ia menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jepang saat ini tercatat minus. Tekanan hidup di kota-kota besar makin meningkat, dengan biaya pendidikan, tempat tinggal, dan lapangan kerja yang semakin sulit dijangkau oleh masyarakat.
“Jepang harus kita jadikan pelajaran agar Indonesia tidak mengalami nasib serupa. Jepang telah meninggalkan desa, dan hari ini mereka mengalami persoalan yang sangat serius,” tegasnya.
Program Mahasiswa Membangun Desa (MMD) Universitas Brawijaya 2025 menjadi salah satu upaya konkret dari kalangan akademisi untuk memperkuat pembangunan desa secara partisipatif. Dalam program ini, ribuan mahasiswa UB diterjunkan langsung ke desa-desa untuk membantu masyarakat, menerapkan ilmu pengetahuan, dan mendorong pembangunan berkelanjutan berbasis potensi lokal.
Yandri menyampaikan apresiasinya kepada Universitas Brawijaya karena telah mengambil peran aktif dalam membina dan memberdayakan masyarakat desa melalui keterlibatan mahasiswa.
Ia juga berharap program seperti ini dapat mendorong tumbuhnya kesadaran kolektif tentang pentingnya desa sebagai pusat pembangunan. Menurutnya, memperkuat desa bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga menjadi panggilan bersama seluruh elemen bangsa, termasuk akademisi dan generasi muda.
“Posisi desa sangat menentukan kuat atau tidaknya sebuah bangsa. Maka dari itu, mari kita bangun desa agar Indonesia kuat,” pungkasnya. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |