TIMES MALANG, JAKARTA – Pemerintah Indonesia terus menunjukkan komitmen untuk mempercepat transisi energi menuju energi hijau berbasis energi baru terbarukan (EBT).
Sebagai langkah strategis, upaya ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi juga memerlukan dukungan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk perguruan tinggi dan alumninya.
Dalam hal ini, Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB) siap mengambil peran penting dalam mendukung pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
Wakil Direktur Utama PT Pertamina, Wiko Migantoro, dalam wawancara eksklusif dengan TIMES Indonesia di Jakarta mengatakan, bahwa saat ini di negara Indonesia memang masih mengandalkan energi yang berbasis fosil. Seperti gas, minyak bumi, dan batu bara.
“Pasokan energi kita saat ini masih sangat bergantung pada energi berbasis fosil, yang merupakan sumber daya tidak terbarukan," ucapnya.
Dia menyebut, Indonesia bahkan mengalami defisit dalam produksi minyak nasional. Kondisi ini, menurutnya, menjadi tantangan besar yang harus segera diatas.
Oleh karena itu, pemerintah sangat mendorong pengembangan energi berbasis nabati sebagai salah satu solusi untuk memperkuat transisi menuju energi hijau.
Menurut alumni Teknik Mesin Universitas Brawijaya angkatan 1992 itu, peran institusi pendidikan dan alumninya menjadi salah satu kunci penting dalam mendukung pengembangan EBT, terutama dalam menjembatani kebutuhan riset dan inovasi dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Ia menegaskan bahwa Universitas Brawijaya memiliki potensi besar untuk terlibat aktif dalam proses ini.
“Peran alumni UB ini sangat signifikan. SDM di UB, baik dari Fakultas Teknik maupun fakultas lainnya, sangat memadai untuk mendukung pengembangan bahan bakar nabati. Kini saatnya kita merapatkan barisan dan mengambil peran strategis untuk membantu pemerintah menggalakkan energi berbasis nabati di Indonesia,” tegasnya.
Wiko juga mengungkapkan bahwa PT Pertamina telah melibatkan berbagai perguruan tinggi, termasuk Universitas Brawijaya, dalam proyek-proyek pengembangan EBT. Beberapa yang telah dilakukan seperti dalam pengembangan teknologi dan inovasi untuk produksi bioetanol, advanced palm oil (APO), dan berbagai bahan bakar terbarukan lainnya.
“Energi potensial kita sudah ada. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita menggerakkan mesin interaksi antara industri dan kampus. Industri membutuhkan kampus, dan kampus harus bisa merespons dengan cepat dan baik, sehingga terwujud kolaborasi yang saling menguntungkan,” tambahnya.
Selain dari sisi teknis, Wiko menekankan bahwa transisi energi juga membutuhkan pendekatan di bidang advokasi dan regulasi. Menurutnya, kebijakan-kebijakan yang mendukung pengembangan EBT harus dilahirkan melalui kolaborasi erat antara pemerintah, akademisi, dan pelaku industri.
“Energi tidak melulu soal teknis, tetapi juga soal advokasi dan regulasi. Kita perlu melahirkan kebijakan yang sejalan dengan visi transisi energi agar target ini bisa tercapai dengan baik,” katanya.
IKA UB berkomitmen untuk mengambil peran aktif dalam mendukung upaya pemerintah. Wiko menyebut pentingnya konsolidasi di kalangan alumni untuk menciptakan sinergi yang kuat antara akademisi, alumni, dan pelaku industri.
“Konsolidasi adalah langkah awal yang harus dilakukan. Para alumni harus merapatkan barisan untuk memperkuat peran UB dalam pengembangan energi berbasis nabati dan inovasi lainnya. Dengan begitu, kita bisa memastikan bahwa kampus tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga pusat pengembangan solusi nyata bagi kebutuhan bangsa,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, IKA UB berencana untuk memperluas jaringan kerja sama dengan berbagai sektor, termasuk industri energi, pemerintah, dan lembaga riset lainnya. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa inovasi yang dikembangkan di kampus dapat diterapkan dengan baik di lapangan.
Pengembangan energi baru terbarukan menjadi salah satu prioritas dalam peta jalan transisi energi Indonesia. Dengan melibatkan perguruan tinggi seperti Universitas Brawijaya dan alumninya, diharapkan pengembangan teknologi dan implementasi kebijakan energi hijau dapat berjalan lebih cepat dan efektif.
Wiko optimistis, kolaborasi yang erat antara industri, pemerintah, dan akademisi dapat menjadi kunci keberhasilan dalam mencapai target transisi energi. “Ini bukan lagi sekadar wacana, tetapi langkah nyata yang harus kita capai bersama. Dengan sinergi yang kuat, Indonesia dapat menjadi negara yang mandiri energi dan berkelanjutan di masa depan,” pungkasnya.
Ketua Umum IKA UB, M Zainal Fatah mengatakan bahwa saat ini alumni UB telah banyak menempati jabatan strategis di berbagai bidang. Sehingga hal ini bisa menjadi sebuah sumber daya besar untuk para alumni Kqmpus Biru ini bergerak bersama untuk memberikan kontribusi untuk bangsa.
"Kita tentu terus berkomitmen untuk bisa bersama-sama memberikan kontribusi, dan juga membersamai almamater dalam mencapai cita-citanya. Kita punya sumber daya besar di berbagai bidang, selain itu para akademisi di kampus juga punya banyak penelitan terkait yang bisa digunakan untuk pengembangan segala sesuatu, termasuk di bidang energi baru terbarukan," ucapnya
Dengan peran aktif IKA UB, diharapkan langkah besar ini tidak hanya mempercepat transisi energi nasional, tetapi juga memperkuat kontribusi Universitas Brawijaya dalam pembangunan bangsa. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |