TIMES MALANG, JAKARTA – Cendekiawan Muslim Quraish Shihab menulis buku yang mengulas soal cinta. Menurutnya, salah satu yang mendesak dalam menulis tentang itu adalah sikap menonjol dalam masyarakat manusia yang menjauh dari panggilan cinta, kasih sayang, dan keramahan.
"Pakar-pakar ilmu jiwa dan ilmu sosial menekankan bahwa aneka problem pokok yang dialami manusia, demikian juga kompleks-kompleks kejiwaan yang melanda orang perorang, utamanya disebabkan oleh hilangnya cinta," katanya dikutip TIMES Indonesia dari bukunya berjudul: Jawabannya adalah Cinta.
Itu demikian, kata dia, padahal terdapat potensi cinta di lubuk hati setiap insan. Agama-agama pun, lebih-lebih Islam, lanjut penulis Tafsir Al-Misbah itu, mengajarkan cinta bahkan menetapkan sebagaimana sabda Rasul Muhammad saw-bahwa:
"Tidak beriman salah seorang dari kamu hingga ia mencintai/menyukai untuk saudaranya apa yang dia sukai buat dirinya."
Ia menjelaskan, yang dimaksud dengan "saudara" adalah siapa pun bahkan apa pun, karena "saudara" adalah semua yang saudara dengan kita. "Akh (saudara) dalam bahasa Al-Quran adalah siapa pun yang sama dengan Anda, bukan saja yang sama ibu bapaknya atau suku bangsa dan tanah airnya atau sama dalam kemanusiaan, melainkan juga sama sebagai makhluk Allah," jelasnya.
Quraish Shihab menjelaskan, Islam adalah agama cinta. Ajarannya mendorong manusia untuk saling mencintai. Cintailah segala sesuatu, niscaya kita hidup bahagia. Lihatlah sisi positif segala sesuatu dan arungilah kehidupan melalui pintu cinta niscaya kita akan merasa tenang dan bahagia.
"Cintailah segala sesuatu. Cintailah diri Anda, keluarga, teman, dan sahabat Anda. Cintai pekerjaan Anda, tanah air Anda, agama Anda, rasul-rasul Allah. Cintailah Allah, bahkan cintailah lawan Anda. Sebab, kalau dia tidak seagama dengan Anda maka dia adalah sekemanusiaan dengan Anda," jelasnya.
Manusia, kata dia, dalam arti yang sebenarnya adalah dia yang merasakan keharmonisan bila dia bertemu dengan sesamanya. Tersenyumah, niscaya semua akan tersenyum bersama kita dan kepada kita.
"Tersenyumlah kepada yang Anda cintai, dia akan merasakan cinta Anda, kepada lawan Anda, dia akan merasakan kekuatan Anda; kepada yang memutus hubungan dengan Anda, dia akan merasakan penyesal- an atas sikapnya. Bahkan, tersenyumlah kepada yang tidak Anda kenal, niscaya Anda mendapat teman baru," katanya.
Menurutnya, manusia semua hendaknya sadar bahwa yang mencintai selalu lebih baik daripada yang membenci, karena cinta adalah kondisi kejiwaan yang menghasilkan kerelaan, keceriaan, dan kegembiraan terhadap sesuatu, walau terhadap yang tidak dikenal.
"Sedang kebencian menimbulkan kekusutan hati, kejengkelan, dan pandangan negatif kendati terhadap sesuatu yang tidak mengganggunya," ucapnya.
Yang mencintai tidak akan membenci, bahkan pada yang buruk pun dia menemukan sisi baiknya. Bagi orang yang hatinya damai, lanjut dia, dalam bangkai anjing yang aromanya menusuk hidung pun dapat ditemukan sisi positifnya.
"la melihat gigi putih di bangkai anjing. Karena itu, yang hatinya diliputi cinta tidak akan berkhianat, tidak akan melecehkan, dan tidak akan melihat keburukan yang dicintainya. Karena itu, jangan membenci, jangan menggerutu, jangan juga menangis, karena itu semua membuat Anda terbakar, merana, dan menangis sendiri. Begitu kata orang bijak," katanya.
Quraish Shihab melanjutkan: "Siapa yang mencintai seseorang hendaklah dia menyampaikan cintanya kepa danya. Begitu sabda Nabi saw. Siapa yang berbaik-baik kepada la- wannya niscaya hati lawannya akan luluh sehingga perlawanannya akan beralih menjadi pertemanan yang akrab". Begitu kandungan pesan QS. Fushshilat (41): 34.
"Tentu saja yang dimaksud dengan kata cinta dan mencintai bisa bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sesuai dengan objeknya masing-masing," jelasnya.
Ia juga menyampaikan, salah satu sebab utama krisis yang dihadapi umat manusia dewasa ini adalah minimnya cinta dalam kehidupan kita dalam aneka aspek cinta.
Krisis dimaksud tecermin dengan jelas pada kekerasan di rumah tangga maupun di masyarakat luas. Juga dalam penggunaan obat-obat adiktif dan lainnya.
"Memang, kata cinta masih didengungkan, apalagi di kalangan anak-anak muda, tetapi perwujudan cinta dari sebagian mereka bertentangan dengan hakikat cinta yang dituntut oleh cinta," jelasnya.
Menurutnya, semua senang dicintai. Kita semua menganjurkan agar kita saling mencintai. Kita semua mendambakan penegakan cinta kasih tidak saja dalam keluarga atau masyarakat kita, tetapi untuk seluruh masyarakat dunia. Itu bukan hanya karena ajaran agama kita, melainkan karena itulah sebenarnya ajakan kemanusiaan kita.
Sayang, kata dia, sebagian manusia mempraktikkan cinta dengan mengabaikan hak-hak diri sendiri dan atau hak-hak orang lain yang mutlak adanya. Bahkan, mengabaikan hak Tuhan dan kewajiban kita.
"Atas nama cinta, kita tidak jarang mengabaikan amar mak- ruf nahi munkar dan mengabaikan kritik yang membangun kendati pahit. Bahkan, dengan alasan cinta kasih, kita membiarkan koruptor merajalela dan pengedar narkoba beraksi tanpa henti kendati telah dibui. Lagu-lagu yang didendangkan pun tidak luput dari nyanyian cinta tapi lagu yang bikin kita lengah atau bersedia menanggung derita cinta demi cinta," ujarnya. (*)
Pewarta | : Moh Ramli |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |