TIMES MALANG, JEMBER – Penggunaan bahan Karmin dalam produk-produk kosmetik saat ini sudah banyak beredar di masyarakat. Mayoritas pengguna kosmetik adalah Perempuan tapi tidak menutup kemungkinan laki-laki juga pada yang menggunakan kosmetik seperti serum, toner dan lain sebagainya.
Status halal, penggunaan Karmin dalam produk-produk kosmetik yang beredar di masyarakat saat ini tengah menjadi perbincangan. Meski Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutnya halal. Namun, masih bertentangan dengan hasil fatwa LBM PWNU Jawa Timur (Jatim) mengatakan Karmin itu najis dan haram dikonsumsi.
Pewarna Karmin berasal dari kutu daun (cochineal) atau serangga bersisik sub-orde Sternorrhyncha. Biasanya, jenis serangga ini hidup di Kaktus dan memakan kelembapan maupun nutrisi tanaman.
Untuk diketahui, karmin merupakan pewarna merah yang berasal dari suku Aztec pada 1500-an. Orang Eropa banyak yang menggunakan ekstrak serangga berjenis cochineal atau kutu daun sebagai pewarna untuk kain dengan warna merah cerah.
Di himpun dari berbagai sumber berikut produk-produk kosmetik yang menggunakan bahan Karmin, diantaranya:
Pertama, Lotion atau produk pelembap kulit biasanya juga memanfaatkan bahan pewarna Karmin. Warna warna yang cantik kerap dimanfaatkan dalam proses pengolahannya.
Kedua, Shampoo. Pewarna karmin juga digunakan sebagai bahan dari shampoo dan sabun.
Ketiga, Produk make up atau kosmetik
Produk kosmetik seperto eyeshadow, lipstik, lip gloss dan blush juga sering memanfaatkan warna cerah dari Karmin. Biasanya hal ini terlihat untuk warna merah atau merah muda pada produk tersebut untuk memberikan tampilan yang menarik dan tahan lama.
Sebelumnya, Ketua Lembaga Bahtsul Masail NU Jawa Timur, KH Asyhar Shofwan, menyampaikan bahwa Karmin merupakan pewarna merah yang didapat dari bangkai serangga. Bangkai serangga disebut najis dan menjijikkan.
"Bangkai serangga (Karmin) atau hasyarat tidak boleh dikonsumsi karena najis dan menjijikkan, kecuali menurut sebagian pendapat dalam Madzhab Maliki," Terangnya.
LBM NU Jatim, memutuskan penggunaan bahan karmin dalam makanan atau minuman dilarang. Referensi dari keputusan LBM NU Jatim adalah kitab Al -Bayan Wattahsil, Al -Taj Wa al-Iklil Juz 3 halaman 228, Al-Muntaqo Syarh Muwatto' Juz 3 halaman 110, Al-Fiqh ala Madzahib Al-Arba'ah Juz 1 halaman 1116, Al-Muntaqo Syarh Muwatto' Juz 3 halaman 129, Al-dakhiroh Juz 4 halaman 125, Fathul Mu'in Juz 1 halaman 98, serta 'Ianah al-Tholibin Juz 1 halaman 108
Dalam Islam sendiri terdapat kaidah tentang hal ini. Yaitu mencampur barang yang halal dengan yang haram meskipun yang haram sedikit tetaplah haram. “Jika halal dan haram berkumpul, maka yang diprioritaskan adalah yang haram.”
Artinya, jika dalam satu kasus ditemukan pergumulan antara halal dan haram, maka yang harus diutamakan adalah yang haram. Sekalipun dalam realitas hidup bermasyarakat, bercampurnya kedua hal tersebut sulit untuk dihindari. Baik dalam konstruksi peribadatan maupun saat melakukan transaksi.
Asyhar mengatakan. Keputusan ini telah dikeluarkan sejak 29 Agustus 2023. Karena itu, ia menyebut yoghurt yang berbahan baku Karmin ini haram dan tidak boleh dikonsumsi."Kami merekomendasikan penggunaan karmin dilarang dan haram."
Di sisi lain penggunaan Karmin untuk keperluan selain konsumsi. Semisal untuk lipstik menurut Jumhur Syafi'iyah disebut tidak diperbolehkan karena dihukumi najis.
***
*) Oleh: Moh. Lutfi Julianto, Mahasiswa Prodi ekonomi syari’ah UIN Kiai Haji Ahmad Siddiq Jember.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : |
Editor | : Hainorrahman |