TIMES MALANG, WONOGIRI – Wakaf, sebagai instrumen filantropi Islam, menyimpan potensi besar untuk memberdayakan masyarakat. Namun, bagaimana agar wakaf relevan dan menarik bagi generasi Z yang tumbuh besar di era digital dan akrab dengan isu-isu sosial?
Jawabannya terletak pada inovasi digital dan penekanan dampak sosial yang nyata. Alih-alih menggurui, mari kita ajak Gen Z menjadi bagian dari solusi. Bayangkan, jika setiap anggota Gen Z menyisihkan sebagian kecil dari penghasilannya untuk wakaf digital, betapa besar dampak positif yang bisa dihasilkan.
Data menunjukkan bahwa Gen Z berjumlah sekitar 27% dari total populasi Indonesia. Ini adalah potensi besar yang bisa dioptimalkan untuk pengembangan wakaf. Generasi Z, lahir antara 1997-2012, adalah digital natives.
Mereka terbiasa dengan teknologi, media sosial, dan e-commerce. Amy Turner (2015) dalam Journal of Business & Finance Librarianship menjelaskan bahwa Gen Z punya ketertarikan khusus pada isu sosial dan teknologi. Mereka tidak hanya konsumen teknologi, tapi juga kreator dan inovator.
Hal ini didukung oleh fakta bahwa hampir 80% Gen Z menghabiskan waktunya di dunia digital. Maka, pendekatan wakaf pada Gen Z harus adaptif dengan nilai-nilai mereka. Salah satu caranya adalah optimalisasi platform digital.
Aplikasi mobile, media sosial, dan platform crowdfunding dapat digunakan untuk menggalang dana wakaf dari Gen Z secara mudah, cepat, dan transparan. Fitriani dan Taufiq (2023) menemukan bahwa crowdfunding wakaf digital efektif menjangkau generasi muda yang terbiasa dengan transaksi online.
Badan Wakaf Indonesia (BWI) pun meluncurkan platform berkahwakaf.id, media sosial sahabatbwi.com, dan e-services pendaftaran nazhir sebagai upaya memperkuat digitalisasi internal dan kampanye wakaf.
Selain itu, pemanfaatan influencer dan konten kreatif di media sosial, seperti cerita sukses penerima manfaat wakaf yang dikemas secara menarik, dapat meningkatkan kesadaran Gen Z tentang wakaf. Gen Z juga tertarik pada wakaf berdampak sosial jelas dan terukur.
Mereka ingin dana wakaf digunakan untuk membantu masyarakat dan menciptakan perubahan positif. Karena itu, nazhir perlu transparan melaporkan penggunaan dana dan dampak sosialnya. Laporan keuangan yang mudah diakses dan visualisasi data yang menarik dapat meningkatkan kepercayaan Gen Z terhadap lembaga wakaf.
Teknologi blockchain, yang menjamin transparansi dan keamanan transaksi, juga dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi Gen Z. Contohnya, wakaf dapat membiayai pendidikan anak kurang mampu, layanan kesehatan gratis, atau energi terbarukan.
Dalam hal ini, crowdfunding wakaf digital mempermudah penghimpunan dana. Teknologi blockchain juga meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan keamanan aset wakaf. Selain itu, wakaf produktif dapat dikembangkan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemanfaatan wakaf untuk sektor produktif, seperti pengembangan bisnis UMKM atau pertanian berkelanjutan, dapat memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Masyarakat. Inovasi produk wakaf pun perlu. Wakaf saham atau crypto, misalnya, menarik bagi Gen Z yang tertarik investasi digital.
Tentunya, produk wakaf ini harus dikelola profesional dan sesuai prinsip syariah. Edukasi tentang investasi syariah dan risiko yang terkait perlu diberikan kepada Gen Z agar mereka dapat berwakaf dengan bijak.
PUSPAS Universitas Airlangga contohnya, mengelola wakaf uang yang diinvestasikan dalam instrumen keuangan syariah, seperti deposito dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Namun, ada tantangan dalam mewujudkan wakaf yang menarik bagi Gen Z. Literasi keuangan syariah dan pemahaman wakaf perlu ditingkatkan.
Kepercayaan pada lembaga wakaf pun perlu dibangun dengan transparansi dan akuntabilitas. Penelitian Rohmaningtyas dan Sa’idaturrohmah (2023) menemukan bahwa kepercayaan masyarakat adalah faktor penting dalam keberhasilan wakaf digital.
Selain itu, regulasi yang jelas dan perlindungan konsumen juga diperlukan untuk memastikan keamanan transaksi wakaf digital. Pemerintah perlu berperan aktif dalam menciptakan regulasi yang mendukung digitalisasi wakaf dan melindungi hak-hak wakif.
Dengan pendekatan tepat, wakaf dapat menjadi instrumen filantropi yang relevan dan berkelanjutan bagi Gen Z. Wakaf bukan sekadar tradisi, tapi solusi untuk masalah sosial-ekonomi di era digital ini. Pemerintah, lembaga keuangan syariah, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi perlu berkolaborasi untuk menciptakan ekosistem wakaf yang ramah Gen Z.
Kemenag pun mengajak Gen Z untuk menjadi motor penggerak wakaf. Mari bersama sentuh hati Gen Z, agar mereka berkontribusi pada kemaslahatan umat. Ajak mereka menjadi agen perubahan positif melalui wakaf.
***
*) Oleh : Makhda Intan Sanusi, S.H., M.E., Kepala Program Studi Ekonomi Syariah STAI Mulia Astuti Wonogiri dan Dosen Ekonomi Syariah STAI Wonogiri.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |