TIMES MALANG, MALANG – Eksistensi keadilan sosial semakin hilang, dan manifestasi dari cita-cita bapak pendiri bangsa sulit tercapai. Kehidupan sosial kian terpolarisasi dalam kutub kaya-miskin yang kian sulit dijembatani. Meratanya kemiskinan, rendahnya Tingkat pendidikan, pemukiman-pemukiman kumuh adalah simulasi dari ketidakberpihakan kaum menengah ke atas kepada yang dibawahnya.
Kesenjangan sosial ini bisa terjadi karena pelanggaran moral suatu individu kepada Masyarakat, yang mana oleh para pemikir genius seperti Plato dan Aristoteles membagi asas-asas keadilan menjadi tiga macam: Pertama, keadilan moral. Sikap baik individu terhadap Masyarakat yang menjunjung tinggi kesetaraan. Kedua, keadilan distributif. Sikap baik Masyarakat kepada setiap individu demi terbentuknya kerukunan dan yang ketiga, Keadilan komunikatif. Sikap antar individu yang menjunjung tinggi persatuan.
Dari tiga rumus tersebut hal yang mendasari lahirnya keadilan sosial adalah dari keadilan moral, sedangkan faktor seseorang tega melanggarnya karena hawa nafsu yang selalu tamak akan kekayaan material yang bersifat pribadi. Hawa nafsu adalah faktor ekstensif konflik keadilan yang kemudian melembaga dalam sistem kepemilikan material absolut yang seharusnya di peruntukkan bagi semua anggota dari suatu Masyarakat-bangsa.
Sikap egois dan keserakahan dalam menimbun kekayaan misalnya, menjadi persoalan penting dalam menyelesaikan kesenjangan keadilan sosial di negeri ini. Karena keadilan sosial itu sendiri adalah hasil logis dari rasa saling memenuhi hak serta kewajiban bagi masing-masing individu. Artinya, tidak ada perbedaan mencolok antara kaum kaya dengan miskin dan bila ada perbedaan pun tidak sampai menimbulkan konflik.
Megniz Suseno dalam menganalisa problem tersebut, mencoba mendefinisikan ketimpangan keadilan sosial tersebut dalam bukunya, Kuasa dan Moral yang berbunyi ”Keadilan sosial adalah keadilan yang pelaksanaannya tergantung dari struktur-struktur kekuasaan dalam Masyarakat, struktur-struktur mana terdapat dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ideologi.” Jadi peran dari pemerintah juga memberikan pengaruh penting dalam kesejahteraan masyarakatnya.
Alasannya karena pihak pemerintah adalah kaum yang memiliki power untuk mengontrol dinamika sosial, entah itu dari segi ekonominya, politiknya dan lain-lain. Namun, sekuat apapun struktur dalam pemerintahan tidak bisa terlepas dari individu-individu yang sewenang-wenang untuk memimpin dan menata Masyarakat.
Misalnya, pemimpin berwatak korup, akan mendorong mereka untuk mengendalikan pelbagai pranata sosial sehingga sesuai dengan kepentingan-kepentingan material-ekonomis mereka. Para pemimpin tipe tersebut akan selalu berupaya menggunakan infrastruktur dan kekayaan alam negara sebagai media memperkaya diri dengan cara memberikan jasa kepada setiap lapisan dalam Masyarakat. Adapun simulasi nyata dari kekayaan para pemimpin korup tersebut adalah memiliki hak Istimewa atas pemakaian modal serta pemanfaatan kekayaan alam negara yang mana sama sekali tidak dimiliki oleh rakyat biasa.
Sedangkan para pemimpin korup tersebut akan selalu berupaya membenarkan setiap situasi-situasi yang ada. Mereka tidak ragu memberangus segala mekanisme kontrol sosial yang mengusik keamanan posisi mereka, bahkan mereka melakukannya atas nama rakyat dan keadilan itu sendiri.
Dengan demikian telah jelas bahwa ketidak adilan sosial timbul dari keegoisan individu dan kelompok dalam mensejahterakan nafsu pribadi mereka. Sedangkan nafsu sendiri bersifat absolut dan akan terus merasa kurang, sehingga segala instrument dalam sosial berusaha untuk di dominasi demi kepuasan pribadi dan kelompoknya.
Namun perlu dicatat, tujuan utama dari Gerakan keadilan sosial ini bukan untuk penyamarataan pemilikan kekayaan material, namun untuk mencapai kelayakan hidup bagi setiap manusia sesuai dengan situasi yang berlaku di lingkungannya. Dan ukuran bagi tarif hidup layak minimum adalah terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar baik fisik seperti sandang, pangan, papan dan kebutuhan-kebutuhan non-fisik seperti pendidikan, keamanan, kebebasan dan lain-lainnya.
***
*) Oleh : Muhammad Chotibul Umamil Yaqin, Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |