https://malang.times.co.id/
Opini

Dampak Efisiensi APBD terhadap Kinerja Pemerintah Daerah

Minggu, 02 Februari 2025 - 12:26
Dampak Efisiensi APBD terhadap Kinerja Pemerintah Daerah HM. Basori, M.Si, Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocacy.

TIMES MALANG, JAKARTA – Inpres 1 Tahun 2025 tentang efisiensi pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025 sudah mulai dilakukan refocusing oleh Kementrian maupun pemerintah daerah. 

Secara umum dalam sistem pengelolaan keuangan daerah sebenarnya refocusing bukan sesuatu yang luar biasa, karena dalam peraturan perundang undang memang di atur jika terjadi sesuatu yang luar biasa.

Maka, anggaran yang telah ditetapkan bisa dilakukan perubahan sewaktu waktu. Kondisi tersebut pernah terjadi saat wabah Covid 19 melanda penduduk bumi, termasuk Indonesia. 

Kebijakan presiden melakukan efiensi yang berujung refocusing mungkin membuat kaget semua pejabat maupun kepala daerah, namun sifatnya hanya sesaat. Ketika terjadi rasionalisasi, kinerja pelayanan akan tetap berjalan dengan baik dan optimal, karena anggaran pelayanan masyarakat tidak tersentuh. 

Sehubungan dengan dinamika pendapatan negara yang belum mampu memenuhi semua belanja yang telah di tetapkan oleh pemerintah untuk tahun ini atau tahun yang akan datang, maka ada beberapa hal yang harus menjadi perhatian kita semua:

Pertama, Pemerintah daerah harus mulai realistis dalam menyikapi setiap jenis belanja yang dianggarkan, karena secara kongkrit memang ada beberapa kegiatan yang mestinya tidak harus mengeluarkan anggaran besar.

Contoh, konsultasi dan kunjungan kerja mestinya bisa dilakukan by Phone atau Vidio Call sehingga bisa menghemat anggaran. 

Disisi lain, subtansi anggaran perjalanan dinas yang seharus untuk menunjang kinerja, sudah bergeser menjadi item pendapatan tambahan pejabat atau ASN lain itu jelas sudah keluar dari subtansi. 

Kedua, Keputusan Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025, efisiensi belanja difokuskan pada 16 pos anggaran, termasuk pengurangan belanja alat tulis kantor (90 persen), kegiatan seremonial (56,9 persen), perjalanan dinas (53,9 persen), dan berbagai pos lainnya.

Hal ini sebuah langkah kongkrit dan jitu, karena selama ini item belanja tersebut memang pendukung terbesar dari pemborosan anggaran negara. 

Tujuh poin instruksi presiden ke kepala daerah dalam Inpres 1 Tahun 2025 yaitu: 

Pertama, Membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar/focus group discussion.

Kedua, Mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50% (lima puluh persen).

Ketiga, Membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional.

Keempat, Mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur.

Kelima, Memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antarperangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya.

Keenam, Lebih selektif dalam memberikan hibah langsung baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada Kementerian/Lembaga.

Ketujuh, Melakukan penyesuaian belanja APBD Tahun Anggaran 2025 yang bersumber dari Transfer ke Daerah.
 
Tujuh poin instruksi Presiden tersebut dilihat dari perspektif kebijakan publik adalah sebuah upaya untuk menciptakan pemerintahan yang benar benar menggunakan anggaran sektor publik dengan benar. 

Uang publik adalah uang rakyat, maka value for money anggaran publik harus dilakukan. Kegiatan yang di anggarkan harus dibelanjakan sesuai dengan program prioritas yang memiliki impac dan benefit nyata bagi masyarakat 

Keempat, untuk memacu meningkatnya pendapatan daerah, pemerintah daerah harus lebih semangat dan berani untuk melakukan intensifikasi maupun ekstensifikasi terhadap Pendapatan Asli Daerah. Bupati harus berani mengeluarkan aturan yang bisa memberikan sumbangan signifikan terhadap PAD. Selama ini kepala daerah cenderung takut melakukan kebijakan yang bisa memberikan masukan pada PAD. Contoh galian C yang marak di gali namun tidak ada PAD yang masuk signifikan ke pemerintah daerah. 

Pemerintah Daerah harus melakukan penghitungan ulang terhadap pemberian TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai), TPP boleh diberikan kepada pejabat namun sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. 

TPP sekda sampai staf diseluruh OPD telah menyedot anggaran daerah yang sangat besar. Sebuah gambaran pemberian TPP di sebuah Kabupaten, Sekda mendapatkan sekitar TPP 21,4 juta perbulan.

Kepala dinas mendapatkan TPP sekitar 13.4 juta, kepala bidang mendapatkan TPP sekitar 9,7 juta. Maka uang rakyat yang diberikan pada pejabat diluar gaji sudah sangat besar. Perlu dilakukan rasionalisasi agar tidak terjadi pemborosan 

Implementasi Inpres 1 Tahun 2025 memang sebuah kebijakan yang sangat berani, tetapi salah satu upaya untuk memenuhi defisit APBN yang paling tepat adalah melakukan efisiensi anggaran pada kegiatan itu.

Selama berpuluh puluh tahun inefisiensi anggaran dari kegiatan ini memang telah terjadi. Seluruh rakyat Indonesia menyambut positif langkah Presiden Prabowo, karena anggaran negara yang menguap bisa diantisipasi 

Implementasi Inpres ini tidaklah semudah yang dibayangkan, sejumlah implikasi perlu diantisipasi, antara lain; resistensi dari aparatur birokrasi, dampak terhadap pelayanan publik dan berkurangnya pembangunan infrastruktur. 

Namun sebagai ASN yang bekerja dibawah sumpah dan janji harus lebih mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya. 

PAD merupakan salah satu komponen penting dalam struktur keuangan pemerintah daerah, karena digunakan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah dan pembangunan daerah. 

Maka upaya serius untuk memacu kinerja pendapatan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah harus dilakukan. Sumber PAD yang selama ini tidak ditangan serius harus dipacu, kinerja perusahaan daerah harus ditingkatkan agar deviden ke pemerintah daerah bisa meningkat. 

Inpres 1 Tahun 2025 mendorong pemerintah daerah untuk memiliki kemandirian keuangan pemerintah daerah, karena selama ini pemerintah daerah mengandalkan DAU maupun DAK. 

Prinsip penggunaan keuangan sektor publik itu harus transparan, akuntable, efisien, efektif dan berkeadilan. Maka dikeluarkannya Inpres 1 Tahun 2025 ini menjadi langkah awal untuk terwujudnya Good Governance. 

Good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik adalah konsep yang bertujuan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih, efisien, dan bertanggung jawab. 

Sebuah catatan sederhana semoga memberikan manfaat bagi kita semua. Rakyat harus tahu apa yang terjadi dalam pemerintah sebagai bagian dari pendidikan politik. Rakyat yang cerdas akan mempercepat pembangunan dan kemajuan sebuah bangsa.

***

*) Oleh : HM. Basori, M.Si, Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocacy.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.