TIMES MALANG, MALANG – Dosen Ilmu Politik Universitas Brawijaya, Novy Setia Yunas, menjadi perwakilan Indonesia dalam Kongres Ilmu Politik Dunia 2025 di Seoul, Korea Selatan, pada 12–16 Juli 2025. Dalam forum yang digelar oleh International Political Science Association (IPSA) itu, dia memaparkan tantangan dan peluang penerapan kecerdasan buatan (AI) dalam kebijakan publik Indonesia.
Forum internasional tersebut dihadiri lebih dari 1.500 akademisi dan peneliti ilmu politik dari seluruh dunia, dan dibuka langsung oleh Presiden Korea Selatan, Lee Jae-Myung. Dalam kongres ini, Novy Setia Yunas berperan sebagai presenter dan discussant dalam panel bertajuk “Reimagining Evaluation in the Global South: Context-Specific Frameworks and Technological Innovation for Equitable Public Policy.”
Yunas mempresentasikan makalah ilmiahnya berjudul “Opportunities and Challenges of Artificial Intelligence in Public Policy Process in the Republic of Indonesia.” Dalam presentasinya, ia mengupas bagaimana kecerdasan buatan (AI) menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi proses perumusan kebijakan publik di Indonesia.
“Keberadaan teknologi kecerdasan buatan merupakan keniscayaan di era disrupsi digital, namun integrasinya dalam kebijakan publik bukan semata urusan teknis, ini soal politik,” tegasnya dalam forum.
Ia menyebutkan bahwa Indonesia tengah berada dalam fase percepatan transformasi digital, yang ditandai oleh implementasi Strategi Nasional AI 2020–2045, penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), serta pemanfaatan teknologi AI dalam sektor-sektor vital seperti kesehatan, pendidikan, dan pembangunan kota cerdas (smart city).
Meski demikian, Yunas menyoroti sejumlah persoalan struktural yang masih menghambat pemanfaatan AI secara optimal. Mulai dari fragmentasi birokrasi, minimnya koordinasi antar lembaga, kekurangan talenta digital, hingga belum adanya regulasi yang mengatur transparansi dan akuntabilitas algoritma.
Ia juga menyinggung risiko bias sistem, pelanggaran privasi, dan potensi ketimpangan digital yang bisa mencederai legitimasi kebijakan publik.
“Ketika algoritma mengambil alih proses pengambilan keputusan tanpa transparansi, kita sedang mengorbankan prinsip-prinsip demokrasi seperti partisipasi dan akuntabilitas,” ujarnya.
Yunas mendorong pentingnya tata kelola AI yang berlandaskan etika, inklusivitas, dan keadilan sosial. Ia juga merekomendasikan agar Indonesia aktif berpartisipasi dalam inisiatif regional dan global seperti ASEAN Guide on AI Governance, OECD AI Principles, dan UNESCO Recommendations on the Ethics of AI.
Menurutnya, pengalaman Indonesia dalam menyikapi adopsi teknologi dapat menjadi rujukan penting bagi negara-negara berkembang lainnya yang sedang menghadapi tantangan serupa dalam era digital.
Kehadiran Novy Setia Yunas dalam kongres politik dunia ini menjadi kontribusi penting dalam pengembangan kajian politik digital, sekaligus memperkuat posisi Universitas Brawijaya dalam kancah akademik global terkait isu demokrasi dan masa depan teknologi. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |