TIMES MALANG, CIREBON – Kenakalan anak-anak semakin mengancam generasi bangsa Indonesia. Kasus anak-anak yang meminum minuman keras (khamr), lalu dioplos hingga meninggal dunia, anak-anak yang memakai narkoba, anak-anak yang melakukan pencabulan dan pemerkosaan, anak-anak yang berani melawan pada ibu-bapak. Fenomena itu hampir terjadi di dalam kehidupan sehari-hari kita.
Oleh karena itu, peran keluarga dalam mendidik, mengajar akhlaq pada anak-anak kita di tengah krisis moral dan budi pekerti pada anak-anak kita. Peran keluarga dalam melakukan pendidikan di dalam lingkungan keluarga sangat mempengaruhi pola dan karakter anak tersebut. Sehingga boleh dikatakan etika anak dapat dilihat dari keluarganya terutama pada ibu bapaknya, bagaimana mereka mendidik dan memberikan ilmu pada anak-anaknya.
Dalam upaya melakukan penguatan peran keluarga dalam pendidikan anak dapat dilakukan dengan mengimplementasikan pendidikan berbakti pada Ibu Bapak (birrul walidain). Pertanyaan secara filosofis kenapa pendidikan birrul walidain menjadi sangat penting bagi perkembangan anak.
Pertama, bahwa birrul walidain merupakan bagian dari ajaran etika Islam yang menekankan pada tindakan berbakti (berbuat baik) pada kedua orang tua. Berbakti kepada orang tua ini hukumnya wajib bagi setiap anak-anak. Anak-anak wajib mentaati setiap perintah dari keduanya selama itu tidak bertentangan dengan perintah Allah.
Pendidikan birrul walidain sanagat diperintahkan oleh Allah swt, setelah anak-anak muslim beribadah kepada Allah, setelah itu baru kita berbakti pada ibu bapak. Dalam Al-Quran telah dijelaskan, “Dan Tuhanmu telah perintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepadaNya semata-mata dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapak.
Jika salah seorang dari keduanya atau kedua-duanya sekali, sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaanmu, maka janganlah engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “Ha” dan janganlah engkau menengking menyergah mereka, tetapi katakanlah kepada mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun) (QS. Al Isra: 23).
Kedua, dalam pendidikan birrul walidain, setiap anak-anak dilarang membentak pada ibu-bapaknya, dan bahkan mengatakan”ah” sedikitpun sangat tidak diperbolehkan. Anak harus mendengar dan mengikut segala perkataan ibu bapak selama tidak bertentangan dengan hukum Allah. Anak-anak harus menjunjung tinggi perintah ibu-bapak.
Merendahkan diri dihadapan orang tua, meminta izin pada kedua orang tua ketika akan pergi dari rumah, tidak mencela kepada kedua orang tua, menampakkan wajah ceria pada ibu bapak, tidak boleh berkeluh kesah pada kedua orang tua.
Anak-anak harus menuntut, meminta ridho pada orang tua dan minta ampun pada ibu bapak, anak-anak tidak boleh menyebut jasanya pada orang tuanya. Anak-anak juga harus diajarin untuk selalu mendoakan kedua ibu bapaknya.
Ketiga, pendidikan birrul walidain, harus dicontohkan dulu oleh kedua orang tua. Maksudnya peran keluarga, dalam hal ini orang tua yang masih memiliki ibu-bapaknya memberikan suri teladan secara implementatif dan praktis bagaimana cara berbuat baik pada ibu bapaknya.
Secara ontologis, tindakan berbuat baik pada ibu-bapaknya akan dilihat oleh anak-anak mereka sehingga itu akan berimbas pada anak-anaknya ketika nanti dewasa.
Karena itu, peran keluarga dalam mendidik anak-anak untuk birrul walidain ini menjadi penguatan mental dan watak anak yang paling kuat dan berpengaruh pada perkembangan anak-anak. Karena itu, agar anak bisa berbakti pada ibu bapak, tentunya dulu kedua orang tua harus memberikan suri tauladan untuk berbakti pada nenek-kakeknya yang melahirkannya dulu. Apabila kedua orang tua mampu memuliakan nenek-kakeknnya.
KH Muhammad Bakhiet, menjelaskan dalam Kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Abu Hamid Al-Ghazali tentang birrul walidain, jika peran keluarga, orang tua mampu berhasil mendidik anaknya dengan pendidikan birrul walidain, setidaknya Allah swt akan memberikan tujuh karomah kemuliaan pada anak-anak yang berbakti pada ibu bapaknya.
Pertama, anak-anak akan mendapatkan pahala yang lebih utama daripada jihad di Jalan Allah swt. Kedua, anak-anak akan mendapatkan pahala seperti orang naik haji dan umroh. Ketiga, keberbaktian anak-anak pada kedua orang tua akan mengantarkan anak-anaknya masuk surga.
Keempat, anak-anak yang berbakti pada ibu bapaknya akan bertambah umurnya, Kelima, anak-anak yang berbakti pada ibu bapaknya rezekinya akan bertambah dan barokah.
Keenam, jika kedua orang tuanya berbakti, maksudnya pada nenek-kakeknya dari anak-anaknya, pada nantinya anak-anaknya juga akan berbakti pada ibu bapaknya. Ketujuh, anak-anak yang berbakti pada ibu-bapaknya akan mendapatkan, mencapai keridhoan kepada Allah swt.
Pendidikan anak berbasis birrul walidain merupakan bagian dari penguatan peran keluarga yang sangat signifikan sekali bagi perkembangan pendidikan anak-anak sangat nyata dalam kehidupan sehari-hari dan ketika bermasyarakat.
Peran keluarga dalam melakukan pengajaran dan pendidikan anak-anak sesuai dengan nilai-nilai birrul walidain akan menciptakan sesuatu ouput yang sangat luar biasa terhadap generasi anak-anak kita.
Dengan demikian, kesuksesan peran keluarga dalam melakukan penguatan pendidikan anak, dapat dilihat dari mencontohkan terhadap nilai-nilai pendidikan birrul walidain kepada anak-anaknya.
Anak-anak yang menerapkan pendidikan birrul walidain, adalah anak-anak yang akan memiliki karakter, watak, perilaku yang baik dan bahkan akan menjadi sukses dalam urusan dunia dan akhirat.
Pendidikan anak berbasis birrul walidain merupakan inovasi pendidikan yang harus diterapkan pada peran keluargan yang nantinya akan menghasilkan generasi anak-anak yang luar biasa.
Memiliki mental dan karakter yang baik bagi kesehatan lahir maupun bathinnya dan akan terpancarkan cahaya-cahaya kebaikan yang menampakan dalam perilaku anak-anak di masyarakat.
***
*) Oleh : Syahrul Kirom, M.Phil, Dosen Filsafat Politik, UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |