https://malang.times.co.id/
Opini

Timbangan Sosial di Tengah Riuh Zaman Modern

Selasa, 30 Desember 2025 - 23:02
Timbangan Sosial di Tengah Riuh Zaman Modern Burhanuddin, Kader PMII Cabang Kota Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Masyarakat modern hidup dalam kecepatan. Waktu berlari lebih cepat dari refleksi, teknologi melesat melampaui kebijaksanaan, dan perubahan datang tanpa mengetuk pintu nilai-nilai lama. Di tengah hiruk-pikuk itu, keseimbangan nilai sosial menjadi persoalan yang kian genting: bagaimana manusia modern tetap maju tanpa tercerabut dari akar kemanusiaannya?

Modernitas menawarkan banyak kemudahan. Gawai menggantikan jarak, algoritma merangkum preferensi, dan efisiensi menjadi mantra baru kehidupan. Namun, kemajuan yang tidak diiringi keseimbangan nilai kerap melahirkan paradoks sosial. 

Masyarakat semakin terhubung, tetapi kian asing satu sama lain. Komunikasi berlangsung tanpa tatap muka, empati menyusut menjadi emoji, dan kepedulian sosial sering kalah oleh kepentingan personal.

Nilai-nilai sosial seperti gotong royong, solidaritas, dan tenggang rasa sejatinya adalah fondasi kebersamaan. Ia menjadi perekat yang menjaga masyarakat tetap utuh di tengah perbedaan. Namun dalam masyarakat modern yang cenderung individualistik, nilai-nilai ini menghadapi ujian serius. Kesuksesan diukur dari capaian pribadi, bukan kontribusi sosial. Prestasi menjadi panggung individual, sementara kegagalan dianggap urusan sendiri.

Di kota-kota besar, fenomena ini terlihat jelas. Tetangga tinggal berdempetan tetapi jarang bertegur sapa. Kepedulian muncul saat viral, lalu menghilang ketika sorotan kamera padam. Solidaritas berubah menjadi musiman ramai saat bencana, sunyi di hari-hari biasa. Inilah wajah masyarakat modern yang kehilangan keseimbangan antara rasionalitas dan rasa.

Namun, menolak modernitas bukanlah jawaban. Zaman tidak bisa diputar balik, dan teknologi bukan musuh nilai sosial. Masalahnya bukan pada kemajuan, melainkan pada cara manusia mengelolanya. Ketika rasionalitas ekonomi menjadi nilai tunggal, maka hubungan sosial pun diperlakukan seperti transaksi. Segalanya diukur untung-rugi, termasuk relasi antarmanusia.

Keseimbangan nilai sosial menuntut kemampuan untuk berjalan di dua kaki: kemajuan dan kemanusiaan. Masyarakat modern perlu mengintegrasikan nilai tradisional dengan realitas baru. Gotong royong tidak harus selalu hadir dalam kerja fisik, tetapi bisa berwujud solidaritas digital yang berkelanjutan, bukan sekadar simpati sesaat. Kepedulian sosial tidak berhenti pada unggahan, tetapi berlanjut pada aksi nyata.

Pendidikan memegang peran strategis dalam menjaga keseimbangan ini. Sekolah dan kampus tidak cukup hanya mencetak manusia kompetitif, tetapi juga manusia berkarakter. Nilai empati, keadilan sosial, dan tanggung jawab kolektif harus diajarkan sejajar dengan literasi digital dan keterampilan abad ke-21. Tanpa itu, modernitas hanya akan melahirkan generasi cerdas yang dingin secara sosial.

Negara pun tidak bisa lepas tangan. Kebijakan publik harus sensitif terhadap nilai sosial, bukan semata mengejar pertumbuhan ekonomi. Pembangunan yang mengabaikan keadilan sosial akan menciptakan ketimpangan, dan ketimpangan adalah bom waktu bagi kohesi masyarakat. Ketika jurang sosial melebar, solidaritas pun rapuh.

Di ruang digital, keseimbangan nilai semakin diuji. Media sosial memberi ruang ekspresi tanpa batas, tetapi juga memicu polarisasi. Perbedaan pandangan mudah berubah menjadi permusuhan, kritik bergeser menjadi caci maki. Di sini, nilai etika dan kedewasaan sosial menjadi penentu. Kebebasan berekspresi harus berjalan seiring dengan tanggung jawab moral.

Masyarakat modern perlu menyadari bahwa nilai sosial bukan penghambat kemajuan, melainkan penopangnya. Tanpa keseimbangan nilai, kemajuan justru melahirkan krisis makna. Manusia sibuk mengejar target, tetapi lupa tujuan. Hidup menjadi cepat, namun hampa.

Menjaga keseimbangan nilai sosial bukan tugas satu pihak. Ia adalah kerja kolektif keluarga, pendidikan, negara, dan individu. Dimulai dari hal sederhana: mendengar sebelum menghakimi, berbagi sebelum menuntut, dan peduli tanpa menunggu sorotan. Nilai sosial tumbuh dari praktik sehari-hari, bukan dari slogan kosong.

Masyarakat modern dihadapkan pada pilihan: menjadi maju tetapi terpecah, atau berkembang sambil tetap beradab. Keseimbangan nilai sosial adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa depan, tradisi dan inovasi, akal dan nurani. 

Tanpanya, modernitas hanya akan menjadi bangunan megah tanpa fondasi, yang suatu saat runtuh oleh beratnya ego manusia sendiri. Sebab kemajuan sejati bukan diukur dari seberapa cepat kita melangkah, tetapi dari seberapa manusiawi kita tetap berjalan bersama.

 

***

*) Oleh : Burhanuddin, Kader PMII Cabang Kota Malang.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.