TIMES MALANG, SUMENEP – Semenjak Presiden Joko Widodo purna sebagai presiden ke-7 RI, membuat heboh jagat maya media massa di Indonesia. Isu dinasti kekuasaan, matahari kembar hingga ijazah palsu menjadi sororotan hingga terasa tiada waktu tanpa berita demikian.
Implikasinya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara mengakibatkan pro-kontra antara yang ekstrem monolak hasil kerja bapak Joko Widodo dengan meraka yang berpandangan dan menilai kenirja presiden ke-7 sangat baik.
Menariknya, isu demikian seringkali bertolak dalam beberapa sisi bertolak belakang dengan realitas yang terjadi (Paradoksal). Dari kita membaca isu dimuka, kita sudah menempatkan kekuasaan pak Jokowi belum selesai sehingga paradigma ketakutan mulai muncul dalam benak kita.
Matahari kembar ditempel kepada pak Jokowi sebagai ekspresi kemuakan dengan kinerjanya dan dapat dikatakan pula bahwa asumsi ini membatasi pengaruh kekuasaan pak Jokowi dan kroninya untuk uncut andil dalam penentuan kebijakan presiden Prabowo.
Meskipun demikian, satu sisi kita menghina dan tidak menganggap Jokowi sebagai presiden yang baik justru dalam sisi lain mengakaui bahwa pengaruhnya sangat besar dalam bangsa ini.
Semacam bertentangan dalam logika berbangsa dan bernegara, akan tetapi beberapa kesempatan justru presiden sendiri yang meninggikan pak Jokowi dengan pernyataan “Hidup Jokowi”.
Saya pun sedang mencari-cari kategori pak Jokowi apakah beliau pemimpin yang baik atau buruk? Dikatakan baik, pak Jokowi belum mampu meninggalkan nama baik untuk dicatat dalam Sejarah bangs ini.
Kurang tepat rasanya jika bapak Pembangunan dinobatkan kepada beliau sedangkan kita mengetahui pembangun dilakukan pada era Soeharto. Warisan yang diberikan pak Jokowi pada bangs aini hanya pemindahan ibu kota walaupun nunggak pada eranya sehingga menjadi beban pada presiden sekarang.
Apapun dalilnya pak Prabowo harus mengakui bahwa terpilihnya berkenan tidak berkenan adalah andil pak Jokowi yang mungkin sampai mendominasi pengaruhnya. Berdasarkan fakta-fakta yang terjadi pembatasan pak pengaruh pak Jokowi dalam kekuasaan karena dianggap kurang baik memimpin. Dan ukuran kebaikan itu didasarkan pada keluarnya beliau menjadi kader PDI Perjuangan.
Saya membayangkan jika beliau tidak keluar tidak akan mendapatkan kondisi demikian. Jika dibandingkan dengan pak SBY, apakah beliau tidak ikut andil dalam pemerintah saat ini, saya kira iya namun mengapa beliau tidak diperbincangkan seperti pak Jokowi.
Perihal ada yang menganggap bahwa pak Jokowi adalah korban politik yang sedang bergulir. Ketidak puasan Masyarakat yang netral sampek anti Jokowi itu diorientasikan dalam bentuk kritikan-kritikan mendalam hingga sampek ijazah pun saat ini dalam proses hukum. Isu ijazah palsu pak Jokowi, belum bisa diterima sepenuhnya karena bukti-bukti yang disampaikan oleh pihak menuntut masih lemah.
Sedangkan Jokowi masih menutup untuk memberikan akses melihat secara umum. Akibat sikapnya yang tidak membuka dokumen penting itu menjadi sorotan, namun dalam sisi psikologi pak Jokowi harus membuka itu walaupun hanya kepada kejaksaan.
Tidak lama muncul pernyataan kontraversi menurut saya, dimana eks ketua KPK memberikan pernyataan kurang lebih kecewa karena rakyat menilai Jokowi positif karena sikapnya, namun sikapnya mencedarainya dengan melaporkan Kembali kepada pihak kepolisian terkait nama percemaran nama baik.
Pertanyaan mendasarnya apakah benar sikap pak Jokowi itu baik? sehingga Masyarakat banyak yang menerima, atau kebaikan itu Kembali kepada ukuran keluarnya pak Jokowi dari partai PDI-P.
Namun semua isu itu memiliki misteri: Pertama, pak Jokowi tidak diakui sebagai presiden yang baik oleh kalangan yang anti, akan tetapi ia mengakui hingga menghalang sekuat mungkin agar pengaruh kekuasaannya berhenti.
Kedua, semua itu berkemungkinan besar semua desain oleh pihak tertentu yang mengatur sedemikan rupa agar pak Jokowi terus dikenang dan diperbincangkan secara berkelanjutan.
Ketiga, kesannya yang dirugikan dengan isu itu adalah pak Jokowi, namun justru diuntungkan, yang popularitasnya hingga saat ini paling atas dibanding dengan presiden-presiden sebelumnya mungkin juga saat ini.
Tentu saya sebagai Masyarakat menganggap ini sebauh desain yang matang dalam rangka meningkatkan popularitas secara berkelanjutan. Isu terkait pak Jokowi hanyalah isu yang terbentuk akibat runtuhnya kekuasaan PDI-P dalam kekuasaan tertinggi.
Pertarungan ini sesungguhnya ada pertarungan kepentingan partai dan kekuasaan. Yang dapat dilakukan bagaimana pengaruh ini tidak berdampak terhadap rakyat karena ini ada sisi politik sandiwara yang mencoba dibangun untuk menyalurkan kepentingan dalam kekuasaan.
Pembuktian ijazah sangat penting karena menyangkut konstitusi, namun lebih penting adalah kondisi persoalan rakyat sebagai nyawa dari system Demokrasi.
***
*) Oleh : Ahmad Mashafi, Mahasiswa Magister Pendidikan Geografi Universitas Negeri Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |