https://malang.times.co.id/
Opini

Tidak Semua Harus Memakai AI

Senin, 29 Desember 2025 - 13:11
Tidak Semua Harus Memakai AI Edi Sutomo, Guru Matematika MAN 2 Kota Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Dalam satu dasawarsa terakhir, dunia seolah memasuki babak baru peradaban. Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) hadir bak gelombang besar yang menyapu hampir seluruh sektor kehidupan, termasuk pendidikan. 

Teknologi ini digadang-gadang sebagai mesin cerdas yang mampu meniru bahkan melampaui sebagian kemampuan kognitif manusia. Ia bekerja melalui rajutan rumit ilmu data, matematika, logika, linguistik, psikologi, hingga teknik komputer sebuah orkestrasi sains yang mengagumkan.

AI dirancang untuk melakukan tugas-tugas yang selama ini identik dengan kecerdasan manusia: mengenali pola, belajar dari data, merencanakan langkah, dan menalar solusi atas persoalan kompleks. 

Sejarah mencatat, istilah artificial intelligence pertama kali diperkenalkan John McCarthy pada Konferensi Dartmouth tahun 1956. Namun, baru pada dekade 2010-an AI benar-benar tumbuh pesat, didorong oleh lonjakan kapasitas komputasi, kelimpahan data besar, dan algoritma pembelajaran mesin yang semakin canggih.

Dalam arus Revolusi Industri 4.0, AI menjelma menjadi lokomotif perubahan. Pendidikan pun tidak luput dari sentuhannya. Dari urusan administratif hingga ruang kelas, berbagai produk berbasis AI mulai diadopsi: sistem asesmen otomatis, aplikasi pendamping belajar, hingga adaptive learning yang menjanjikan personalisasi pembelajaran. AI menawarkan efisiensi dan presisi dua hal yang selama ini menjadi tantangan besar bagi guru.

Salah satu daya tarik utama AI dalam pendidikan adalah kemampuannya melakukan personalisasi pembelajaran. Chatbot AI, misalnya, dapat berperan sebagai asisten virtual yang menjawab pertanyaan siswa, menjelaskan materi, bahkan memberi umpan balik layaknya manusia. 

Teknologi computer vision mampu menilai jawaban tertulis, sementara algoritma deteksi plagiarisme bekerja cepat dan akurat. Bagi guru, ini seperti mendapat sepasang tangan tambahan di tengah padatnya tugas profesional.

Lebih jauh, integrasi AI dalam learning management system memungkinkan penyesuaian materi, kecepatan belajar, dan metode pengajaran berdasarkan perilaku belajar peserta didik. 

Visualisasi dan simulasi konsep matematika berbasis AI juga membuka ruang eksplorasi aktif, mendorong pendekatan konstruktivistik yang lebih hidup. Sekilas, AI tampak sebagai jawaban atas hampir semua persoalan pendidikan modern.

Namun, di balik kilau kecanggihannya, AI bukan tanpa batas. Laporan UNESCO tahun 2023 mencatat bahwa lebih dari separuh negara di dunia telah memasukkan AI ke dalam ekosistem pendidikan, meski dengan tingkat kesiapan yang timpang. 

Di Indonesia, Kemendikbudristek juga mengamati meningkatnya penggunaan aplikasi AI oleh peserta didik, khususnya di jenjang menengah. Di sinilah kehati-hatian menjadi keniscayaan.

OECD dalam kajian AI and the Future of Skills menegaskan bahwa AI unggul dalam penilaian objektif berbasis pola: benar-salah, isian singkat, atau kesesuaian struktur. Namun, AI masih tertatih ketika harus menilai kreativitas, empati, nalar kritis tingkat tinggi, dan kemampuan kolaboratif kompetensi inti abad ke-21. AI dapat memoles produk, tetapi gagal membaca proses. Ia mampu menilai hasil akhir, tetapi buta terhadap jalan berpikir yang ditempuh siswa.

Peserta didik mungkin mampu menghasilkan esai yang rapi dengan bantuan generative AI, tetapi kualitas gagasan sejatinya hanya dapat ditangkap melalui dialog, klarifikasi argumen, dan pengamatan langsung guru terhadap proses berpikir. Pendidikan bukan sekadar pabrik jawaban, melainkan ruang pembentukan nalar dan karakter.

Lebih mengkhawatirkan lagi, riset UNESCO tahun 2023 menemukan kecenderungan peserta didik menggunakan AI sebagai “mesin jawaban instan”, bukan sebagai alat belajar. Ketika solusi hadir secepat satu klik, daya juang intelektual perlahan melemah. 

Rasa ingin tahu memudar, ketekunan terkikis, dan kemampuan analisis tumpul. Sekolah yang seharusnya menjadi arena latihan berpikir justru terancam berubah menjadi jalur pintas instan.

Di sinilah batas itu harus ditegaskan: AI adalah alat bantu, bukan alat pengganti. Ia tidak boleh mengambil alih peran guru sebagai pendidik manusia. AI membutuhkan pendampingan guru yang memahami kapan teknologi ini layak digunakan dan kapan harus dibatasi. 

Tanpa literasi yang memadai, integrasi AI justru berpotensi menambah beban guru dipaksa menggunakan aplikasi yang tidak dipahami mekanismenya, sementara siswa bereksplorasi tanpa kompas etika.

Karena itu, sekolah perlu merumuskan rambu-rambu yang jelas. Regulasi penggunaan AI di kelas harus disusun, termasuk batasan dalam penilaian dan penyusunan tugas. Literasi AI bagi guru dan peserta didik menjadi keharusan, agar teknologi dipahami bukan sebagai sihir, melainkan alat yang punya potensi sekaligus risiko. 

Pedoman etika perlu ditegakkan, misalnya larangan penggunaan AI tanpa penjelasan proses berpikir. Keamanan data pun harus dijaga, dengan hanya menggunakan platform yang memiliki standar perlindungan informasi yang kuat.

AI hanyalah teknologi cepat, canggih, dan terus berkembang. Pendidikan, sebaliknya, adalah urusan manusia. Guru tetap menjadi aktor utama yang mampu membaca konteks, merasakan emosi, membentuk karakter, dan menanamkan nilai. AI dapat mempercepat proses, tetapi tidak dapat menggantikan sentuhan empati dan intuisi pedagogis.

Jika sekolah mampu memahami batas-batas ini, AI dapat menjadi mitra yang memperkaya pembelajaran, bukan menguasainya. Sebab pendidikan yang baik bukanlah yang paling banyak memakai teknologi, melainkan yang paling bijak menempatkannya. Tidak semua harus memakai AI karena di ruang kelas, nurani manusia tetap tak tergantikan.

***

*) Oleh : Edi Sutomo, Guru Matematika MAN 2 Kota Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.