https://malang.times.co.id/
Opini

Menjaga Nafas Demokrasi di Era Digital

Selasa, 03 Juni 2025 - 15:19
Menjaga Nafas Demokrasi di Era Digital Chandra Dinata, Dosen Administrasi Publik, Universitas Merdeka Malang.

TIMES MALANG, MALANG – "Demokrasi tidak mati dalam kegelapan malam, tetapi oleh ribuan luka kecil yang tak pernah disadari," demikian Steven Levitsky mengingatkan dalam buku monumentalnya, How Democracies Die (Levitsky & Ziblatt, 2018). 

Kini, di tengah gelombang digitalisasi yang deras, demokrasi Indonesia sedang menghadapi ancaman baru sekaligus kesempatan besar yang tak boleh disia-siakan. Prolegnas DPR RI 2025-2029 menjadi ajang penentu, apakah demokrasi kita semakin kuat atau justru melemah perlahan.

Dari Athena ke Dunia Maya

Demokrasi, lahir lebih dari dua ribu tahun lalu di Athena, terus berubah dan berkembang. Dari Aristoteles yang menyebut demokrasi sebagai pemerintahan "oleh banyak orang" (Aristotle, 350 SM) hingga Rousseau yang menggagas kedaulatan rakyat dalam The Social Contract (Rousseau, 1762), demokrasi kini tidak lagi sebatas soal prosedur pemilihan pemimpin, tetapi juga tentang partisipasi, keadilan, dan perlindungan hak-hak minoritas.

Namun, demokrasi modern juga rentan terhadap berbagai ancaman baru di era digital. Demokrasi bisa perlahan-lahan terkikis oleh algoritma yang menciptakan polarisasi sosial, sebuah fenomena yang disebut Levitsky sebagai toxic polarization (Levitsky & Ziblatt, 2018). Fenomena ini, menurut data survei Litbang Kompas (2024), telah memperdalam segregasi sosial politik di Indonesia, terutama menjelang pemilu.

Agenda Prolegnas: Menjawab Tantangan Demokrasi Digital

Dalam menghadapi tantangan ini, Prolegnas DPR RI 2025-2029 harus menyusun regulasi yang responsif terhadap perubahan zaman. Pertama, revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta penguatan UU Perlindungan Data Pribadi harus secara serius menangkal disinformasi dan hoaks tanpa mengekang kebebasan berekspresi. Catatan Kompas (2024) menunjukkan, pada pemilu terakhir, disinformasi di media sosial meningkat hingga 150%, mengancam kohesi sosial.

Kedua, Prolegnas harus mempertimbangkan pengesahan RUU Demokrasi Elektronik. Dalam konsep Society 5.0 yang menempatkan teknologi sebagai mitra manusia (Cabinet Office, Japan, 2016), partisipasi publik bisa lebih luas dan efektif melalui platform digital. 

Jewelius Kistom (2024) dalam kajiannya tentang Revolusi Industri 5.0 menekankan pentingnya integrasi antara kecerdasan buatan dengan nilai-nilai kemanusiaan untuk menciptakan tata kelola sosial yang adil, adaptif, dan humanistik. 

Dalam konteks ini, demokrasi digital tidak cukup hanya memanfaatkan teknologi, tetapi harus menjadikannya alat untuk memperluas ruang deliberatif yang partisipatif dan etis. 

Namun, Pierre Bourdieu dengan teori habitusnya mengingatkan bahwa akses teknologi sangat dipengaruhi oleh struktur kelas sosial (Bourdieu, 1984). Oleh karena itu, DPR harus memastikan bahwa demokrasi digital bersifat inklusif dan tidak meninggalkan kelompok rentan.

Ketiga, revisi UU Partai Politik dan Pemilu mendesak dilakukan untuk menjamin transparansi dalam pendanaan kampanye digital. Transparansi ini krusial mengingat Levitsky menekankan bahwa demokrasi mati ketika elite politik mulai mengabaikan norma-norma demokratis demi kepentingan kekuasaan (Levitsky & Ziblatt, 2018).

Digitalisasi: Pisau Bermata Dua

Era digital membawa tantangan besar sekaligus peluang berharga. Di satu sisi, demokrasi menghadapi ancaman berupa algoritma media sosial yang menciptakan ruang gema (echo chambers) yang memperkuat bias kelompok tertentu, sebuah realitas yang semakin nyata dalam politik Indonesia. 

Melalui pemikiran Habermas (1991), kondisi ini disebutkan sebagai sebagai ‘rusaknya ruang publik’ (public sphere) oleh kepentingan pasar.

Namun, di sisi lain, digitalisasi menawarkan peluang demokrasi yang belum pernah ada sebelumnya. Platform seperti "LAPOR!" telah menunjukkan bahwa demokrasi partisipatif melalui teknologi bukan lagi utopia. 

Di Jepang dan Estonia, deliberasi virtual yang terstruktur telah sukses meningkatkan partisipasi warga dalam kebijakan publik (Fishkin, 2009).

Demokrasi Hybrid dan Literasi Digital

Menghadapi situasi ini, diperlukan pendekatan inovatif: Pertama, literasi digital harus berorientasi pada transformasi habitus sosial, membongkar budaya feodalisme yang selama ini menghambat partisipasi politik warga secara lebih luas. Pelatihan digital yang intensif bagi petani, nelayan, dan kelompok marjinal menjadi kebutuhan mendesak.

Kedua, diperlukan regulasi khusus untuk transparansi algoritma platform digital. DPR harus mendorong UU yang mewajibkan platform seperti media sosial membuka algoritma mereka kepada publik. Hal ini penting untuk menjaga ruang publik digital tetap sehat dan demokratis. 

Ketiga, eksplorasi teknologi blockchain untuk demokrasi deliberatif bisa menjadi solusi jangka panjang, terutama untuk pemungutan suara elektronik dalam konsultasi publik. Ini bukan saja mencegah manipulasi suara, tetapi juga meningkatkan transparansi proses pengambilan kebijakan.

Pilihannya Ada di Tangan Kita

Kini, Prolegnas 2025-2029 menjadi momentum krusial. Pilihan ada di tangan DPR dan seluruh elemen masyarakat: apakah digitalisasi akan menjadi ancaman atau justru kekuatan baru untuk memperkuat demokrasi Indonesia. 

Sebagai bangsa, kita perlu belajar dari peringatan Levitsky: demokrasi tidak runtuh oleh kejadian besar, tetapi oleh ribuan keputusan kecil yang abai terhadap nilai-nilai demokrasi (Levitsky & Ziblatt, 2018).

Mari pastikan bahwa setiap kebijakan yang lahir dalam Prolegnas ini berpihak pada penguatan demokrasi, bukan sebaliknya. Karena masa depan demokrasi kita ditentukan oleh pilihan hari ini.

***

*) Oleh : Chandra Dinata, Dosen Administrasi Publik, Universitas Merdeka Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.