https://malang.times.co.id/
Opini

Dinamika Ormas Pasca Orde Baru

Jumat, 16 Mei 2025 - 08:07
Dinamika Ormas Pasca Orde Baru Muhammad Soultan Joefrian, PBH LBH Padang

TIMES MALANG, PADANG – Organisasi masyarakat (Ormas) di Indonesia pasca Orde Baru kian hari semakin mendapat persepsi buruk oleh masyarakat karena berbagai tindakan ormas tersebut yang sewenang-wenang dan semakin meresahkan. Hal ini bisa kita lihat di media sosial bagaimana masyarakat yang semakin kritis mengomentari sepak terjang ormas di media sosial. 

Ormas kian identik dengan perilaku premanisme, yang gemar memaksa, menekan, memeras, mengintimidasi, baik secara samar maupun terang-terangan untuk mewujudkan kepentingan kelompoknya tanpa memperhatikan hak orang lain yang dirampasnya.

Sikap-sikap seperti itulah yang membuat organisasi masyarakat sekarang mendapat olok-olokan seperti yang bisa dicermati dalam parodi Instagram Rauf Afoche Maulana Hutagaol alias Apos Hutagaol. 

Ia kerap membuat konten parodi tentang premanisme di kalangan warga, mulai dari yang memeras rakyat hingga pabrik. Lagaknya yang meyakinkan membuat konten-konten video itu viral, sebagian mengira video itu sebagai peristiwa sungguhan.

Meski lucu, parodi satir yang dibuat dengan tujuan untuk mensentil orang-orang yang berlagak seperti preman itu meninggalkan perenungan yang memprihatinkan. Mengapa premanisme kian menjadi ”norma” baru di masyarakat? 

Salah satu aktor premanisme yang meresahkan pelaku usaha maupun masyarakat adalah ormas. Selain ormas, premanisme juga sering dilakukan oknum aparat dan birokrasi yang tentu saja ini sudah menjadi rahasia umum.  

Dikutip dari Kompas.com, Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Drajat Trikartono yang menuturkan bahwa "Ormas didirikan masyarakat secara sukarela. Beberapa anggota masyarakat yang punya kesamaan aspirasi, kebutuhan, kepentingan berkumpul membentuk ormas," tuturnya. 

Namun, seiring berjalannya waktu ormas dijadikan alat untuk memobilisasi masyarakat demi mewujudkan kepentingan seseorang atau sekelompok orang.

Seperti yang kita tahu, pada saat Orde Baru berkuasa di Indonesia, kebebasan pers dan organisasi masyarakat sipil dibatasi. Namun, setelah kejadian di tahun 1998 pada saat runtuhnya era Orde Baru yang ditandai lengsernya Presiden Soeharto. Berbagai ormas kembali muncul ke permukaan yang menjadi awal mula adanya stigma buruk masyarakat kepada ormas tersebut. 

Padahal memang tidak semua ormas melakukan tindakan premanisme, tetapi karena sekarang keberadaan ormas sudah menjamur di Indonesia dan sangat susah untuk di kontrol oleh pemerintah agar meminimalisir tindak premanisme tadi itulah yang membuat stigma negatif ini terus melekat.

Kita ambil saja contoh salah satu ormas yang lagi viral saat ini yaitu GRIB (Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu) merupakan sebuah ormas yang sudah berdiri sejak 2011 lalu dengan Rosario de Marshall atau yang dikenal sebagai Hercules menjadi pendiri dan sekaligus Ketua Umum GRIB Jaya periode 2024-2029. Hercules berasal dari Dili, Timor Timur dan kemudian tiba di Jakarta Timur pada 1987. 

Nama Hercules dikenal sebagai sosok yang kontroversial dan mantan preman Tanah Abang. Beliau mendirikan GRIB Jaya dengan tujuan untuk memobilisasi sinergi dan jaringan dengan pemerintah serta aparat negara, yakni TNI dan Polri.

Tindakan-tindakan tidak terpuji ini tentu mempunyai hubungan kausalitas, yang pertama orang-orang mau bergabung ke dalam ormas yang sering melakukan tindakan premanisme pasti mempunyai tujuan yang hampir sama untuk memanfaatkan nama besar ormasnya demi mengambil keuntungan dari masyarakat kecil-menengah meskipun terkadang ada juga karena ajakan dari orang terdekatnya. 

Lalu kedua, rata-rata anggota ormas yang melakukan pemalakan tersebut tidak bekerja di tempat lain sehingga salah satu tujuan masuk ormas ya untuk mendapatkan penghasilan darisana. 

Ketiga tentu saja yang berperan penting disini adalah pemerintah baik pusat maupun daerah dalam mengontrol ormas-ormas nakal tadi agar tidak terus berulah dengan melakukan tindakan premanisme sehingga membuat masyarakat resah akan keberadaan ormas. 

Padahal tujuan adanya sebuah ormas untuk membantu masyarakat dalam menyampaikan sebuah aspirasi sehingga lebih terstruktur dan sistematis sehingga lebih diperhatikan pemerintah.

Oleh karena itu, perlunya perhatian dari pemerintah pusat maupun daerah untuk membenahi dan mengatur ormas-ormas yang masih nakal dengan berbagai tindakan premanismenya. Sehingga stigma negatif terhadap ormas ini tidak terus tumbuh di tengah masyarakat.

Tentu saja ini akan berdampak pada sumber daya manusia ormas itu sendiri yang akan diisi oleh orang-orang yang hanya mematuhi apa perintah dari ketuanya sehingga ormas bukan lagi menjadi salah satu tempat masyarakat berdialektika menyampaikan aspirasi. 

Karena sadar tidak sadar, ormas di Indonesia saat ini sudah sampai ke titik hanya dimanfaatkan untuk memobilisasi massa demi kepentingan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan tertentu. (*)

***

*) Oleh : Muhammad Soultan Joefrian, PBH LBH Padang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.