TIMES MALANG, JAKARTA – Tentunya Anda pernah melihat guiding block, ubin berwarna kuning dengan pola khusus sebagai pemandu untuk memudahkan disabilitas netra berjalan.
Guiding block berupa ubin dengan pola garis dan dot (bulatan kecil) yang berfungsi sebagai pemandu bagi disabilitas netra di mana mereka harus berhenti melangkah atau adanya peringatan terhadap perubahan keadaan jalan.
Keberadaan guiding block juga diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
Pola garis-garis diartikan sebagai penunjuk arah perjalanan. Artinya, pengguna bisa terus berjalan mengikuti guiding block tanpa perlu kewaspadaan lebih karena jalur dinilai aman.
Sedangkan untuk pola bulat merupakan pemberi peringatan terhadap adanya perubahan situasi di sekitar sehingga pengguna bisa lebih waspada. Selain itu, guiding block juga dikenal karena warna kuning yang mencolok dan terlihat berbeda dengan ubin di sekelilingnya.
Adapun lokasi yang wajib diberi guiding block ada di beberapa jalan fasilitas umum, contohnya saja di jalur bank, stasiun, terminal, dan lokasi-lokasi lainnya. Pada lokasi-lokasi di luar gedung pun juga sudah banyak yang diterapkan guiding block. Untuk tempat-tempat luar ruangan, guiding block harus ada di trotoar, taman, area pengantrian, area dekat tangga, dan lain sebagainya.
Namun tahukah Anda siapa yang pertama kali memiliki ide membuat guiding block?
Guiding block atau ubin taktil kali pertama diciptakan oleh orang Jepang bernama Seiichi Miyake. Pada tahun 1965, saat kawannya mendadak kehilangan penglihatan.
Ia pun berfikir bagaimana caranya supaya sang kawan itu bisa bepergian sendiri tanpa bergantung dengan orang lain (pendamping), termasuk saat menggunakan transportasi umum seperti kereta api.
Karena tak dapat melihat, tuna netra mengandalkan indera pendengaran dan sentuhan dengan meraba. Seiichi Miyake pun membuat pijakan dengan tekstur bermotif garis dan dot. Tekstur itulah yang menjadi pemandunya, sebab dapat dirasakan kaki meski menggunakan sepatu maupun sandal termasuk alat bantu tongkat.
Ubin taktil atau dalam bahasa Jepang disebut tenji block pertama kali dipasang di Kota Okayana, dekat sekolah khusus tuna netra pada 1967. Sejak itu, banyak tuna netra yang merasa sangat terbantu dengan adanya ubin bertekstur itu.
Kemudian pada tahu1970-an, seluruh stasiun di Jepang dipasang guiding block. Dan pada 1990-an ubin itu menjadi alat bantu standar yang wajib ada di fasilitas umum di seluruh dunia.
Bahkan dibuat peraturan mengenaik guiding block yang disahkan melalui Undang-Undang Penyandang Disabilitas oleh pemerintah Amerika pada tahun 1990-an.
Kini guiding block dibuat dengan berbagai bahan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Ada terbuat yang dari semen biasa (seperti lantai ubin pada umumnya), ada juga yang terbuat dari stainsteel dan ada pula berbahan karet.
Bahkan kini, guiding block tak hanya dipasang di jalur pada jalan utama, tapi juga di dalam kereta. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Berkenalan dengan Penemu Guiding Block Jalur Khusus untuk Difabel
Pewarta | : Dhina Chahyanti |
Editor | : Dhina Chahyanti |