https://malang.times.co.id/
Opini

Ketika Bendera Bajak Laut One Piece Mengguncang Istana Garuda

Senin, 04 Agustus 2025 - 22:52
Ketika Bendera Bajak Laut One Piece Mengguncang Istana Garuda One Piece

TIMES MALANG, MALANG – Di tengah gegap gempita menjelang Hari Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia, sebuah bendera hitam bergambar tengkorak dari anime One Piece tiba-tiba menyita perhatian nasional. Bukan karena nilai seni, bukan pula karena kreativitas masyarakat melainkan karena dianggap sebagai simbol makar.

Padahal, belum lama ini, simbol yang sama justru menjadi bagian dari panggung politik nasional. Gibran Rakabuming Raka, saat masih menjadi calon wakil presiden, tampil di debat publik dengan pin bajak laut Mugiwara dan jaket bertema Naruto. Penampilan itu dipuji, dinilai dekat dengan generasi muda, dan disebut "segar".

Namun, ketika simbol itu dikibarkan warga jelang 17 Agustus, sebagai bentuk ekspresi atau mungkin sindiran terhadap situasi sosial-politik saat ini, suasana berubah drastis. Tiba-tiba, simbol fiksi Jepang ini dikategorikan sebagai ancaman serius. Bahkan, beberapa pejabat negara menyebut pengibarannya sebagai tindakan provokatif, bahkan sebagai bentuk makar budaya.

Bendera Fiksi, Reaksi Nyata

Viralnya bendera Jolly Roger simbol bajak laut dari serial anime legendaris One Piece di sejumlah rumah dan kendaraan, menjadi bentuk baru dari ekspresi publik yang muak, frustrasi, dan sinis terhadap situasi bangsa. Namun sayangnya, yang terbaca oleh negara bukan isi hati rakyat, melainkan potensi ancaman pada "persatuan bangsa".

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut bahwa ada upaya sistematis yang ingin memecah belah negara melalui pengibaran bendera fiksi ini. Ia bahkan mengklaim adanya temuan dari lembaga keamanan yang memperkuat tudingan tersebut. Apakah negara kini mulai menempatkan bendera anime dalam kategori ancaman setara separatisme?

Politikus Golkar, Firman Soebagyo, menyebut fenomena ini sebagai provokasi terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Ia bahkan menyerukan aparat hukum agar mencari "dalang di balik layar". Sebuah respons yang lebih cocok untuk operasi intelijen daripada menanggapi budaya populer.

Sementara itu, Menkopolhukam Budi Gunawan menyatakan bahwa tindakan itu bisa dipidanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera. Ia menegaskan bahwa penghinaan terhadap simbol negara tidak bisa ditoleransi.

Lebih jauh lagi, Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menyebut tindakan itu sebagai pelanggaran serius, bahkan menyebutnya sebagai bentuk makar, jika bendera One Piece dikibarkan sejajar dengan merah putih.

Ketika Simbol Populer Dianggap Lebih Berbahaya dari Ketidakadilan Sosial

Yang menarik, bendera yang tidak memiliki kekuatan hukum atau militer justru menciptakan ketakutan massal di antara para pejabat. Ini bukan sekadar soal kain dan gambar tengkorak. Ini tentang bagaimana negara gagal membaca simbol dan suara warganya.

Fenomena ini menunjukkan bagaimana ketimpangan komunikasi antara rakyat dan elite kian melebar. Ketika kritik tak bisa disampaikan lewat debat atau media, maka warga menyalurkannya melalui cara yang lebih simbolik termasuk lewat bendera bajak laut fiksi dari serial Jepang.

Ironisnya, pemerintah justru memperlihatkan sensitivitas berlebihan terhadap kritik tak langsung seperti ini. Padahal, jika simbol anime saja bisa mengguncang kepercayaan negara, lalu bagaimana dengan korupsi, pelanggaran HAM, atau ketimpangan ekonomi?

Gibran dan Standar Ganda dalam Politik Simbol

Kritik publik juga mengarah pada Gibran Rakabuming Raka. Tahun lalu, ia dengan bangga memamerkan simbol One Piece di panggung debat capres. Tapi ketika simbol serupa dikibarkan rakyat, justru dimaknai sebagai bentuk perpecahan.

Ini mengundang pertanyaan besar soal standar ganda dalam politik simbol. Jika elite boleh bermain-main dengan budaya pop untuk mendulang suara, mengapa rakyat tidak boleh menggunakan simbol yang sama untuk menyampaikan kegelisahan?

Pakar komunikasi politik menyebut ini sebagai fenomena “simbol dibolehkan saat kampanye, diharamkan saat kritik”. Rakyat bukan sedang mengganti bendera negara, mereka hanya menunjukkan bahwa harapan mereka tak lagi terwakili dalam bentuk formal.

Ekspresi atau Makar: Siapa yang Menentukan?

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya menjadi satu dari sedikit suara yang waras. Ia menyebut pengibaran bendera anime sebagai bentuk ekspresi dan kreativitas warga dalam negara demokrasi. Sepanjang tidak melanggar konstitusi, tindakan itu sah. Tapi suara seperti ini tenggelam di tengah derasnya retorika “penghinaan simbol negara”.

Hal ini menunjukkan bahwa yang sedang diuji bukanlah sehelai kain, melainkan ketahanan negara terhadap kritik. Seberapa siap Indonesia menerima ekspresi warganya yang tidak biasa? Apakah demokrasi kita hanya bisa menerima kritik dalam format yang “sopan” dan steril?

Ketika Negara Gagal Membaca Simbol

Kasus bendera One Piece ini bukan soal budaya pop atau pelanggaran hukum. Ini tentang sensitivitas negara yang keliru membaca kritik. Ketika simbol fiksi dianggap lebih berbahaya daripada korupsi yang nyata, maka yang sebenarnya perlu dikibarkan adalah alarm kewarasan publik.

Bendera bajak laut tak bisa membahayakan negara yang adil. Tapi ia bisa sangat mengganggu negara yang takut pada suara rakyat.

Dan seperti dalam dunia One Piece, barangkali rakyat sedang mencari “One Truth” kebenaran tunggal yang terus disembunyikan oleh kekuasaan yang alergi terhadap kritik.

***

*) Oleh : Imaduddin Muhammad, Editor TIMES Indonesia.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

 

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.