TIMES MALANG, MALANG – Retreat atau orientasi kepala daerah di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, 21-28 Februari 2025 telah usai. Kepala daerah peserta retreat pun telah kembali ke daerah dengan dinamika khas masing-masing. Dan harus langsung tancap gas untuk membayar janji-janji politiknya.
Retreat sendiri dicibir karena di tengah atensi efisiensi anggaran, tentu ini dianggap inkonsisten. Namun demikian, retreat bisa dipandang sebagai bentuk orientasi kepala daerah untuk konsolidasi, sinkronisasi penyamaan perspektif relasional pemerintah pusat dan daerah yang memang kerap tidak koheren dalam hal operate-nya.
Beberapa materi retreat meliputi: Kepemimpinan dan Visi Pemerintahan Presiden Prabowo; Pengarahan Program dan Membangun Pusat Pembelajaran (building learning centre); Geopolitik; Implementasi Wawasan dan Kewaspadaan Nusantara; Memperkenalkan Visi, Misi, Program Prioritas, dan Program Hasil Terbaik Cepat Presiden; Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 dan penyelarasannya dengan RPJM Daerah; Kebijakan Keuangan Negara dan Pertumbuhan Ekonomi; Kolaborasi Penguatan Perekonomian Daerah; dan Delapan Materi Asta Cita.
Menilik materi retreat tersebut, sungguh menarik untuk memperbincangkan materi Asta Cita Keenam, Pembangunan dari Desa untuk Pemerataan Ekonomi. Dalam sesi tersebut Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Menekraf/Kabekraf) membahasa prioritas ekonomi kreatif sebagai New Engine of Growth.
Dengan kata lain ekonomi kreatif menjadi salah satu kunci utama dalam menggerakkan perekonomian nasional yang dimulai dari tingkat daerah. Karenanya, Dinas Ekonomi Kreatif dikenalkan dan didorong keberadaannya oleh Menteri Ekonomi Kreatif di hadapan Kepala Daerah.
Dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Pedoman dan Pembentukan Nomenklatur Dinas Ekonomi Kreatif Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Guna Penyelenggaraan Sub-urusan Pemerintahan Daerah di Bidang Ekonomi Kreatif telah diteken Menteri Dalam Negeri dan Menteri Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif pada 10 Desember tahun lalu.
Hexahelix Kemenekraf
Ada 17 sub-sektor Ekonomi Kreatif: Kriya; Desain interior; Musik; Seni rupa; Desain produk; Fesyen; Kuliner; Film, animasi, dan video; Fotografi; Desain komunikasi visual; Televisi dan radio; Arsitektur; Periklanan; Seni pertunjukan; Penerbitan dan Aplikasi.
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota memang harus segera melakukan pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif untuk mengorkestrasi potensi 17 sub-sektor ekonomi kreatif yang begitu ekstensif.
Dengan adanya Dinas Ekonomi Kreatif, Konsep Hexahelix Kemenkraf yang melibatkan pemerintah, lembaga keuangan, media, akademisi, asosiasi, dan sektor bisnis diterjemahkan dalam skala daerah yang akan lebih berdampak langsung pada pelaku-pelaku ekonomi kreatif di daerah.
Kemampuan organisasi menjadi stimulan kerja sama dan memainkan peran penting dalam stakeholder engagement untuk membangun legitimasi (Freeman, 1984). Sebagai suatu organisasi, keberadaan
Dinas Ekonomi Kreatif di Daerah sangat strategis untuk mengelaborasi kekuatan hexahelix daerah. Dengan spirit dan strategi bersama dalam membangun industri ekonomi kreatif yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Dan tentu, harapannya ekonomi kreatif berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, terutama melalui penciptaan nilai tambah yang didasarkan pada kearifan lokal, kreativitas, dan inovasi.
Di era teknologi modern, integrasi antara kreativitas dan teknologi menjadi kunci untuk meningkatkan daya saing produk dan jasa kreatif.
Berdasarkan data Kementerian Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Ekonomi Kreatif, dalam dasawarsa terakhir ada peningkatan pelaku ekonomi kreatif dari 14 juta orang menjadi 25 juta orang, meningkat 80 persen.
Peningkatan nilai tambah dari Rp 700 triliun menjadi Rp 1.400 triliun, tumbuh 100 persen. Dan kenaikan nilai ekspor dari USD 15 miliar menjadi USD 24 miliar, tumbuh di angka 60 persen.
Dynamic Governance dan Ekonomi Inklusif
Merujuk UU No. 24 Tahun 2019 tentang Ekonomi Kreatif, pengertian ekonomi ini adalah perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi.
Sehingga Kekayaan budaya Nusantara dan talenta Indonesia harus dijadikan modal utama pengembangan ekonomi kreatif sebagai new engine of growth yang inklusif, kompetitif, dan berkelanjutan.
Ekonomi kreatif dengan 17 sub-sektornya akan menjadi new engine of growth, mesin baru Pertumbuhan Ekonomi Nasional, miqat-nya harus dimulai dari daerah.
Dan tentunya, masing-masing daerah mempunyai kedalaman potensi yang berbeda atas 17 sub-sektor ekonomi kreatif. Juga tetap memperhatikan sub-sektor fesyen, kuliner, dan kriya sebagai motor penggeraknya.
Sinergi antar pelaku 17 sub-sektor ekonomi kreatif dan penguatan ekosistem ekonomi kreatif melalui hexahelix adalah tantangan tersendiri bagi Dinas Ekonomi Kreatif di daerah karena diperlukan kerja-kerja lintas sektoral di daerah. Dan berkaitan langsung dengan menggerakkan sumber daya manusia dan kebijakan adaptif.
Buku Dynamic Governance: Embedding Culture, Capabilities, and Change in Singapore, karya Neo Boon Siong (2007) menekankan dua kunci penting yaitu kapabilitas dan kultur. Dua kunci penting inilah yang akan menggerakkan sumber daya manusia dan proses menuju perubahan kebijakan yang adaptif.
Dua kunci tersebut berkorelasi menghasilkan dynamic governance yang terefleksikan tiga pola pikir. Pertama, Thinking ahead menunjukkan kapasitas berpikir dalam merumuskan kondisi ekonomi kreatif di masa mendatang yang dapat berdampak pada kondisi perekonomian nasional.
Kedua, thinking again akan merefleksikan kemampuan dan keterbukaan untuk berkaca pada kebijakan sebelumnya, kemudian dievaluasi dan disempurnakan untuk maksimalisasi pencapaian tujuan pembangunan ekonomi nasional.
Dan ketiga, thinking across merupakan kemampuan dan kemauan untuk belajar dari pengalaman, ide, dan konsep masyarakat global dan kemudian disesuaikan kembali dengan skala regional dan nasional.
Keberadaan Dinas Ekonomi Kreatif di daerah dengan tiga pola pikir tersebut pada setiap aspek kebijakan publik diharapkan dapat mendukung pembangunan ekonomi daerah yang inklusif serta menciptakan lapangan kerja berkualitas.
***
*) Oleh : Abdillah U. Djawahir, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Raden Rahmat, Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
_____
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |