TIMES MALANG, JAKARTA – Indonesia menghadapi krisis serius berupa darurat pelecehan seksual, yang merupakan ancaman sistemik terhadap perempuan di segala usia. Permasalahan ini berakar pada budaya patriarki, ketidaksetaraan gender, dan kelemahan penegakan hukum.
Meskipun Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah disahkan, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan. Rendahnya angka pelaporan, stigma sosial, dan proses hukum yang rumit semakin memperparah situasi.
Dampak pelecehan seksual sangat menghancurkan, baik secara fisik maupun psikologis, dengan konsekuensi jangka panjang bagi korban.
Peran Media yang Kompleks
Media memiliki peran ganda dalam kasus ini. Di satu sisi, media dapat menjadi alat advokasi bagi korban, meningkatkan kesadaran publik, dan memberikan informasi tentang layanan dukungan.
Di sisi lain, pelaporan yang tidak bertanggung jawab dapat mempermalukan korban, menimbulkan stigma, dan menghambat proses hukum. "Pengadilan di media sosial" dapat mendahului proses hukum yang adil dan mengakibatkan penghakiman prematur.
Meningkatkan Kesadaran Publik
Untuk meningkatkan kesadaran publik, media perlu menerapkan strategi berikut: Pertama, Pelaporan yang Akurat dan Bertanggung Jawab: Menghindari sensasionalisme dan melindungi identitas korban.
Kedua, Kampanye Kesadaran Publik yang Komprehensif: Menggunakan berbagai platform (TV, radio, media sosial, dll.) dengan pesan yang jelas dan mudah dipahami. Kampanye yang efektif didasarkan pada data dan riset, melibatkan tokoh publik, dan menekankan solusi praktis.
Ketiga, Memberdayakan Korban. Memberikan platform bagi korban untuk berbagi cerita tanpa mengorbankan privasi mereka.
Keempat, Memberikan Informasi tentang Layanan Dukungan. Menyediakan informasi kontak untuk layanan bantuan bagi korban.
Kelima, Menangani Pelecehan Seksual di Media Sosial. Memberikan edukasi tentang hukum yang berlaku dan cara melaporkan pelanggaran.
Menuju Solusi
Mengatasi darurat pelecehan seksual memerlukan pendekatan multi-sektoral yang komprehensif, termasuk:
Pertama, Penguatan Penegakan Hukum. Peningkatan kapasitas aparat penegak hukum, akses yang mudah bagi korban untuk mendapatkan keadilan.
Kedua, Pencegahan yang Efektif. Kampanye edukasi publik, promosi kesetaraan gender, dan program pencegahan di sekolah dan komunitas.
Ketiga, Perlindungan Korban yang Holistik. Akses mudah bagi korban untuk mendapatkan layanan dukungan psikologis, medis, dan hukum.
Keempat, Rehabilitasi Pelaku. Program rehabilitasi untuk mencegah kekerasan seksual berulang.
Dengan komitmen bersama dari pemerintah, masyarakat, dan media yang bertanggung jawab, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan bebas dari kekerasan seksual.
Peran media dalam hal ini sangat krusial, media harus menjadi bagian dari solusi, bukan masalahnya.
***
*) Oleh : Erna Wiyono, Jurnalis, Penulis, Pelukis, Creative Director Program, Indonesia Dancer, Founder, Project Leader, dan Konselor.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
__________
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |