https://malang.times.co.id/
Opini

Wajah Baru Sumpah Pemuda di Dunia Digital

Rabu, 29 Oktober 2025 - 20:01
Wajah Baru Sumpah Pemuda di Dunia Digital I G. Ngurah Oka Putra Setiawan, S.H., M.H. Pengajar Universitas Terbuka UPBJJ Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Sumpah Pemuda 1928 merupakan tonggak sejarah yang menegaskan tekad generasi muda Indonesia untuk bersatu dalam spirit kebangsaan: satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa. Ia bukan sekadar deklarasi politik, melainkan janji moral yang melahirkan kesadaran kolektif bahwa persatuan dalam keberagaman adalah fondasi bangsa ini berdiri dan tumbuh. 

Namun, hampir seabad berlalu, lanskap perjuangan pemuda telah berubah drastis. Dunia fisik yang dahulu menjadi medan perjuangan kini berdampingan dengan dunia digital, sebuah ruang baru yang tanpa batas, tanpa jarak, dan tanpa sekat.

Kini, “tanah air” tidak lagi hanya bermakna wilayah geografis yang terhampar di peta. Ia juga bertransformasi menjadi “tanah air virtual” ruang interaksi tempat anak-anak muda membangun identitas, mengekspresikan gagasan, membentuk opini publik, dan memperjuangkan nilai kebangsaan melalui gawai dalam genggaman. 

Media sosial, platform komunikasi digital, hingga komunitas daring telah menjadi arena baru bagi pemuda menjalankan peran historisnya sebagai penjaga persatuan dan penggerak perubahan.

Di balik peluang besar itu, dunia digital menghadirkan paradoks yang memerlukan kehati-hatian. Teknologi memungkinkan setiap orang bersuara dan berpartisipasi tanpa hambatan. Satu unggahan, satu tagar, atau satu video bisa memantik kesadaran publik dalam hitungan detik. 

Gerakan solidaritas sosial, advokasi lingkungan, hingga kritik kebijakan pemerintah dapat bergulir begitu cepat dan meluas. Inilah wajah baru nasionalisme lebih cair, lebih kreatif, dan lebih spontan.

Namun, ruang digital bukan ruang yang netral. Data terbaru menunjukkan lebih dari separuh penduduk Indonesia menggunakan media sosial aktif, artinya pembentukan opini, jejaring sosial, bahkan orientasi politik generasi muda kini sangat dipengaruhi algoritma. Di sisi lain, dunia digital juga memproduksi fragmentasi sosial. 

Disinformasi, ujaran kebencian, radikalisme maya, perundungan siber, hingga operasi akun anonim menunjukkan betapa mudahnya persatuan diretas oleh narasi yang menyesatkan. Polarisasi tidak hanya terjadi dalam perdebatan politik nasional, tetapi juga dalam lingkup-lingkup kecil yang menyentuh relasi sehari-hari.

Memaknai ulang semangat Sumpah Pemuda di era digital adalah keharusan. Perjuangan pemuda masa kini tidak hanya turun ke jalan, tetapi juga bertarung di balik layar, melalui tombol klik, post, share, dan comment yang membawa tanggung jawab moral. Persatuan harus dijaga bukan hanya di lapangan sosial, tetapi juga di ruang maya tempat generasi muda tumbuh dan terhubung.

Kekuatan Demokrasi dan Jebakan Performativitas

Aktivisme digital menjadi kanal baru demokrasi. Ia memungkinkan suara mereka yang termarginalkan tampil ke permukaan. Petisi online, kampanye donasi digital, serta diskusi di platform TikTok, Instagram, dan X (Twitter) menunjukkan bahwa perjuangan generasi muda kini menjangkau lebih banyak pihak dengan efisiensi yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Dalam derasnya arus partisipasi maya, muncul gejala performative activism: ketika orang hanya “tampak peduli” demi citra personal. Tagar memang menggelegar, tetapi sering kali kehilangan pijakan untuk menghasilkan tindakan nyata. 

Algoritma yang mengutamakan sensasi membuat isu penting mudah tergeser, dan diskursus yang seharusnya memperkaya malah tereduksi menjadi saling serang identitas.

Pertanyaan pun muncul: apakah perjuangan digital masih seotentik perjuangan nyata? Jawabannya bergantung pada sejauh mana pemuda mampu menerjemahkan ekspresi digital menjadi tindakan konkret, baik dalam komunitas maupun dalam kebijakan publik. Like memang mudah, tetapi keberanian mengambil sikap dan konsekuensi sosialnya jauh lebih menantang.

Semangat Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa persatuan bukan hanya slogan, melainkan perilaku yang diwujudkan dalam tindakan kolektif. Aktivisme digital hanya akan menjadi kekuatan demokrasi jika dibarengi literasi, kedewasaan berpikir, dan komitmen etis sebagai warga digital.

Etika Bermedia dan Tanggung Jawab Kebangsaan

Di dunia yang banjir informasi, literasi digital menjadi kompetensi kebangsaan yang mutlak. Pemuda tidak boleh dibiarkan menjadi konsumen pasif yang terseret arus hoaks dan agitasi. Pendidikan modern harus menyiapkan tiga pilar utama:

Pertama, Kemampuan Analitis. Anak muda perlu terlatih membaca motif, bias, dan rekayasa di balik setiap konten.

Kedua, Etika dan Tanggung Jawab Digital Menjaga privasi pribadi, menghormati perbedaan, tidak menyebar kebencian, itulah bentuk baru sopan santun kebangsaan.

Ketiga, Empati dan Kolaborasi Lintas Identitas. Ruang digital seharusnya memperluas solidaritas, bukan menambah tembok perbedaan.

Pemerintah, pendidik, dan platform teknologi harus bersinergi membangun ekosistem digital yang sehat, yang tidak hanya menyajikan hiburan, tetapi juga menumbuhkan karakter dan daya kritis bangsa.

Sumpah Pemuda bukan sekadar warisan masa lalu, tetapi kompas moral menuju masa depan. Persatuan tetap tujuan, hanya medianya yang berubah. Jika dahulu pemuda memperjuangkan bangsa dengan pena, orasi, dan pengorbanan fisik, maka kini perjuangan juga berlangsung dengan narasi digital, kreativitas konten, dan literasi informasi.

Semangat “satu bangsa, satu tanah air, satu bahasa” di era ini dapat diterjemahkan menjadi: satu ruang digital yang sehat, satu solidaritas kebangsaan yang inklusif, dan satu bahasa etika bermedia yang beradab. 

Di tangan generasi muda berintegritas, teknologi bukan ancaman, melainkan alat perjuangan baru bagi Indonesia yang lebih adil, cerdas, dan bermartabat.

***

*) Oleh : I G. Ngurah Oka Putra Setiawan, S.H., M.H. Pengajar Universitas Terbuka UPBJJ Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.