TIMES MALANG, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi adalah suatu lembaga peradilan, sebagai cabang kekuasaan yudikatif, yang mengadili perkara-perkara tertentu yang menjadi kewenangannya berdasarkan ketentuan UUD 1945, termasuk di dalamnya Mengadili Sengketa Hasil Pilkada 2024.
Sebagai lembaga pemegang kekuasaan kehakiman telah memperoleh jaminan konstitusional akan independensi kelembagaannya. Pengaturan prinsip independensi MK dalam konstitusi itu diturunkan dalam ketentuan yang lebih teknis lagi dalam UU MK.
Pasal 10 ayat 1 UU MK mengatur kewenangan MK untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
Pertama, menguji undang-undang terhadap UUD 1945. Kedua, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Ketiga, memutus pembubaran partai politik; dan. Keempat, memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menyelesaikan sengketa pemilu termasuk pilkada adalah Memberikan jalan hukum, mengadili dan memberikan keputusan awal dan akhir terkait perselisihan sengketa pilkada.
Mengacu dari pemikiran di atas, masalah gugatan di MK adalah bagian dari perjuangan seorang calon terhadap hasil rekapitulasi dan penghitungan suara yang telah ditetapkan oleh KPU. Gugatan di MK di atur dalam UU Pemilu, maka urusan perjuangan di MK menjadi hak pasangan calon untuk melakukannya. Jika diluar ada orang yang menganggap sia sia, menghabiskan waktu dan uang itu bukan wilayah netizen yang terhormat.
Sehubungan dengan kajian tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu publik pahami berkaitan dengan proses hukum di Mahkamah Konstitusi, antara lain sebagai berikut:
Mengulas Permohonan Penggugat
Pertama, Legal standing. Legal Standing adalah adalah keadaan di mana seseorang atau suatu pihak ditentukan memenuhi syarat dan oleh karena itu mempunyai hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian perselisihan atau sengketa.
Kedua, Harus memiliki bukti dan saksi yang akurat untuk membuktikan bentuk kecurangan atau sesuatu yang dianggap melanggar dalam proses pelaksanaan sampai penetapan suara dalam pemilukada
Keempat, Permohonan putusan oleh penggugat yang terdiri dari pembatalan hasil pemilu, penghitungan ulang surat suara atau pemungutan suara ulang
Mencermati Sidang di MK
Pertama, Mencermati dan membandingkan cara tiga panel hakim yang bersidang. Kedua, Mengamati durasi sidang yang dilakukan. Ketiga, Jawaban dan pendapat pemohon, termohon dan pemberi keterangan.
Keempat, Jumlah dan kualitas saksi/ahli yang hadirkan oleh para pihak. Kelima, Pembuktian dalil pelanggaran, jika pelanggaran TSM (Terstruktur, sistemik dan Massif) yang disampaikan berupa klaim atau fakta.
Langkah Mengeja Putusan Mahkamah Konstitusi
Dokumen putusan Majelis Hakim menggambarkan buku yang berhalaman tebal, memuat limpahan informasi yang berpotensi membingungkan, bahasa hukum yang kaku, muter muter dan membosankan. Berikut langkah memahami putusan MK: Pertama, Baca dan pahami amar putusannya. Kedua, Periksa Pendapat Hukum Mahkamah. Ketiga, Cermati Argumentasi pemohon.
Semua gambaran di atas memberikan pemahaman kita bahwa tahapan gugatan di MK masih panjang dan berliku. Masing masing calon memiliki peluang untuk menang jika memiliki alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memberikan amar putusan.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa Real count (penghitungan keseluruhan surat suara secara resmi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) di seluruh tempat pemungutan suara yang ada) Merupakan bukti nyata posisi siapa yang memiliki suara terbanyak.
Klaim seorang calon yang merasa mendapatkan suara terbanyak tidak menjadi jaminan, karena kalau hakim memiliki keyakinan bahwa Hasil Pemilukada di batalkan karena ada bukti yang meyakinkan hakim, semua kemungkinan bisa terjadi.
Maka kita semua harus bersabar biar mekanisme berjalan, apapun putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, artinya putusan langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan.
Catatan sederhana ini semoga memberikan pencerahan kepada publik yang mulia agar menambah hasanah pengalaman yang berharga, khususnya dalam mekanisme Pemilukada tahun 2024.
***
*) Oleh : HM. Basori, M.Si, Direktur Sekolah Perubahan, Training, Research, Consulting, and Advocacy.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |