https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Kontroversi Mengucapkan Selamat Natal

Rabu, 25 Desember 2024 - 10:21
Kontroversi Mengucapkan Selamat Natal Thaifur Rasyid, Ketua Umum Forum Mahasiswa Alasmalang dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Malang

TIMES MALANG, MALANG – Setiap bulan Desember, diskusi tentang boleh tidaknya umat Islam mengucapkan Selamat Natal kembali mengemuka. Sebagian mendukungnya atas nama toleransi, sementara yang lain menolak dengan alasan menjaga akidah. Namun, apakah perbedaan ini harus selalu memicu perpecahan, atau justru bisa menjadi kesempatan untuk menampilkan wajah Islam yang ramah dan damai?  

Di Indonesia, perdebatan ini menjadi isu yang kerap muncul menjelang Natal, khususnya di media sosial dan forum publik. Sebagai negara dengan keberagaman agama yang tinggi, hal ini mencerminkan kompleksitas hubungan antar umat beragama. Di satu sisi, ada kekhawatiran terhadap potensi melemahnya identitas keislaman, namun di sisi lain, ada dorongan kuat untuk mempererat harmoni sosial.  

Islam mengajarkan kebaikan kepada semua manusia. Dalam Surah Al-Mumtahanah: 8, Allah menegaskan bahwa umat Islam tidak dilarang berlaku baik dan adil kepada non-Muslim yang tidak memusuhi atau menindas mereka. Namun, sebagian ulama menganggap ucapan Selamat Natal sebagai sesuatu yang sensitif karena dinilai mendukung keyakinan agama lain.  

Beberapa ulama tradisional menegaskan bahwa ucapan Selamat Natal tidak diperbolehkan karena dianggap mengakui doktrin yang bertentangan dengan akidah Islam. Namun, pandangan ulama kontemporer seperti Syaikh Yusuf Al-Qaradawi berbeda. Menurutnya, ucapan Selamat Natal adalah bentuk penghormatan terhadap tradisi agama lain dan tidak serta-merta memengaruhi keyakinan seorang Muslim.  

Al-Qaradawi menyebut bahwa ucapan tersebut bukanlah dukungan terhadap keyakinan teologis Kristen, melainkan sebuah cara untuk menjalin kebaikan dan kerukunan. Dalam hal ini, niat menjadi elemen penting: apakah ucapan tersebut didasarkan pada penghormatan atau mengarah pada keyakinan yang bertentangan dengan Islam?  

Siapa yang tak mengenal Gus Dur? Mantan Presiden RI sekaligus tokoh Islam ini sering menjadi simbol toleransi dan keberagaman. Salah satu langkah kontroversialnya adalah menghadiri perayaan Natal bersama, yang pada masanya menuai kritik. Namun, Gus Dur menegaskan bahwa menghormati keyakinan orang lain tidak berarti mengorbankan prinsip agama, melainkan menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang ramah.  

Menurut Gus Dur, menghargai perayaan agama lain juga merupakan cara menjaga keutuhan bangsa. Prinsip ini tetap relevan hingga saat ini, terutama di tengah keberagaman luar biasa yang dimiliki Indonesia.  

Di zaman modern, tokoh-tokoh seperti Menteri Agama Nasaruddin Umar secara terbuka mengucapkan Selamat Merayakan Natal 2024 kepada umat Kristiani. Ini menunjukkan bagaimana pentingnya menjaga kerukunan. 

Dengan mengucapkan Selamat Natal, mereka menegaskan komitmen untuk merangkul semua golongan tanpa membeda-bedakan keyakinan. Langkah ini menunjukkan bahwa toleransi tidak hanya penting secara sosial, tetapi juga merupakan bagian dari nilai-nilai kebangsaan.

Namun, menghormati mereka yang memilih tidak mengucapkan Natal karena keyakinan pribadi juga sama pentingnya. Selama pilihan tersebut tidak disertai kebencian atau sikap merendahkan, perbedaan ini tidak perlu menjadi pemicu konflik.  

Mengucapkan Selamat Natal bukan kewajiban dalam Islam, tetapi juga bukan sesuatu yang otomatis dilarang. Sikap terbaik adalah menjaga niat baik dan menghormati sesama. Apapun pilihan yang diambil, yang utama adalah bagaimana kita menjaga hubungan baik tanpa melupakan prinsip agama.  

Seperti yang sering dikatakan Gus Dur, "Bukan agamanya yang salah, tetapi cara sebagian penganutnya memahami." Pesan ini relevan untuk dunia yang semakin kompleks, di mana toleransi menjadi kunci hidup rukun dalam keberagaman.  

Natal 2024 kembali mengingatkan kita pada pentingnya hidup bersama dalam kasih. Ucapan Selamat Natal, terlepas dari pro dan kontranya, menjadi refleksi bagaimana kita bisa saling menghormati tanpa kehilangan jati diri. Apakah kita siap mengambil peran dalam menjaga persatuan bangsa?  

***

*) Oleh : Thaifur Rasyid, Ketua Umum Forum Mahasiswa Alasmalang dan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.