TIMES MALANG, MALANG – Di penghujung tahun 2024 ini, pada momen yang biasa digunakan sebagian keluarga untuk berlibur akhir tahun, Sahabat alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang tergabung dalam IKA PMII Komisariat Universitas Islam Malang (Unisma) masih saja bergeliat untuk meramaikan eksistensinya.
Sebagai alumni PMII Unisma, saya ikut hadir di acara ini selepas mengikuti Rakerwil Lembaga Pendidikan Tinggi NU (LPTNU) Jawa Timur yang dilaksanakan di kampus yang sama.
Sebagaimana diketahui, PMII adalah organisasi ekstra kampus yang berafiliasi ke NU yang lahir pada 1960. Dengan demikian eksistensi Unisma sebagai kampus NU maka sangat wajar jika Unisma sebagai basis PMII.
Dan karenanya pula alumni PMII Unisma telah banyak tersebar diberbagai daerah di Indonesia dengan berbagai latar profesinya. Mulai kaum agamawan, pengusaha, politisi, akademisi, maupun berbagai sektor profesi lainnya.
Kegiatan yang dihadiri lebih dari 250 orang tersebut sangat gayeng. Kegiatan yang diawali sejak pukul 9 pagi hingga jam 10 malam itu diisi dengan sejumlah acara misalnya Istighosah dan Seminar Kebangsaan, Musyawarah Nasional, serta Solidarity Night dan Penghargaan.
Sejumlah alumni yang telah menjadi tokoh nasional hadir, misalnya sahabat Aqib Ardiansyah yang menjadi anggota DPR RI dari Partai Amanat Nasional.
Aqib pernah menjadi ketua PMII Komisariat Unisma tahun 2002-2003. Turut hadir memberi sambutan pada pembukaan Munas ini Rektor Unisma Prof. Drs. H. Junaidi Mistar, MPd, PhD. Sedangkan forum Musawarah Nasional selain memberi evaluasi terhadap kepengurusan sebelumnya juga dilakukan pemilihan nahkoda baru di PMII Unisma.
Peserta Munas mengajukan 3 bakal calon, tetapi dua mengundurkan diri. Oleh sebab itu, satu-satunya calon yang tersisa secara aklamasi ditetapkan menjadi ketua PMII Unisma yang baru. Ia adalah sahabat Choirul Anam.
Ia pernah menjabat sebagai ketua PMII Unisma tahun 2004-2005. Anam yang bekerja di sektor industri pertanian ini berasal dari fakultas pertanian. Saya melihat ia orangnya gesit. Ia aktif mengurusi NU ditingkat kecamatan (MWC) di kota Malang. Ia mampu menyapa pengurus yang jauh diatas periodenya serta bawah-bawahnya.
Sehingga begitu terpilih, pertama yang ditegaskan adalah pentingnya komunikasi yang baik antar alumni untuk menciptakan kolaborasi yang lebih solid di masa depan.
Kemeriahan iven reuni yang dikemas dalam kegiatan seminar kebangsaan dan munas tersebut tentu tidak lepas dari pengalaman (success story) masing-masing individu saat berproses menjadi mahasiswa S1 dan menjadi anggota, kader dan pengurus PMII.
Pengalaman saya pribadi, selepas ikut Masa Orientasi Anggota Baru (Mapaba) tahun 1995, saya ikut berkegiatan di PMII Fak. Hukum Unisma. Setelah beberapa saat dan sedikit tau seputar keorganisasian dan tata administrasi PMII, oleh para senior kami diminta untuk menghidupkan PMII di Fakultas Teknik dimana saya studi.
Setelah selesai "magang" di rayon al Hikam Fak. Hukum dan melakukan kaderisasi di rayon al Hasanah Fak. Teknik, sahabat sahabat PMII Unisma memberi amanat kepada saya sebagai Ketua Komisariat PMII Unisma tahun 1997-1998, atau ketua komisariat yang ke-10 sejak PMII Unisma didirikan pada 1987. Ketua yang pertama adalah sahabat (alm) M. Khudlori.
Seorang dosen Unisma yang pernah menjabat pimpinan daerah di Kota Batu). Seingat saya terpilih ketua komisariat dalam forum Rapat Tahunan Komisariat (RTK) di sekitar bulan nopember tahun 1997.
Momen itu saat kami mendapat amanah di komisariat berbarengan dengan peristiwa penting nasional yaitu reformasi 98, yang diawali salah satunya krisis ekonomi 97. Saya masih ingat bersama sejumlah kawan kami sempet jualan beras, atau lebih tepatnya mendistribusikan beras saat itu ke sejumlah dosen di Unisma, karena saat itu sembako harganya melangit.
Era reformasi 98 identik dengan demonstrasi. Awalnya beberapa kampus ternama agak sungkan untuk ngawali demonstrasi secara masif. Seingat saya Unisma yang ikut memulai demo-demo, bahkan jauh sebelum peristiwa tahun 98 ini. Sehingga nyaris beberapa bulan di tahun 98 itu, kami terutama yang aktivis melalui hari-hari kami dengan demonstrasi.
Ada yang menggunakan nama Forum Komunikasi Mahasiswa Malang (FKMM), atau langsung menggunakan "baju" organ masing-masing organisasi mahasiswa ekstra kampus (omek). Selepas era 98 dan setelah menamatkan studi di Unisma saya melanjutkan "karir" sebagai aktivis PMII hingga level PMII Jatim.
Kembali ke topik reuni PMII tersebut. Dapat saja kemudian kita bertanya, Sebenarnya acara ini apakah hanya menjadi rutinitas pertemuan periodik ataukah mampu memberi sumbangsih untuk kemajuan komunitas secara lebih luas. Lalu pertanyaannya, jika tuntutannya harus memberi sumbangsih kemajuan, apa ukurannya?
Dalam hal ini tentu sangat debatable. Tapi menurut saya paling tidak ada beberapa ukuran, misalnya; kesejahteraan ekonomi, akses pendidikan dan kesehatan, serta kualitas infrastruktur dan ekosistem sosial lainnya. Jika demikian, sejauhmana sumbangsih alumni dari korp pergerakan ini untuk berkontribusi dalam pengembangan sosial sekitar, sesuai peran yang diemban masing-masing.
Di era yang tidak lepas dari pertimbangan rasional untuk menunjukkan eksistensinya, maka ada satu teori yang cukup populer yaitu teori pilihan rasional (rational choice theory).
Menurut James Coleman (salah satu penganjur teori ini), teori ini memberi kerangka kerja untuk memahami bagaimana individu dalam membuat keputusan serta tindakannya dalam mempengaruhi struktur sosial. Sejumlah ide dalam teori ini bisa dirangkum sebagai berikut:
Pertama, Aksi Rasional. Coleman berpendapat bahwa individu akan bertindak secara rasional untuk memaksimalkan benefit yang akan didapatkan. Dengan demikian bahwa setiap tindakan didasarkan pada pertimbangan yang logis untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Kedua Modal Sosial. Hal ini mengkaji konsep modal sosial yang mengacu pada relasi dan jejaring sosial yang memberikan manfaat bagi individu ataupun komunitas. Dengan melihat aset sosial ini maka akan menjadi daya dorong untuk efisiensi dan efektivitas perubahan.
Ketiga, Pertimbangan Kebutuhan atau Kelompok. Dalam teori pilihan rasional ditekankan pentingnya memahami kebutuhan individu atau kelompok untuk bagaimana mereka membuat pilihan untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapai. Jadi intinya adalah ikut organisasi atau apapun itu, jika mengacu pada teori ini akan mempertimbangkan aspek rasionalitasnya, termasuk sisi untung-ruginya.
Namun demikian menurut saya, mau pakai teori sosial apapun yang muluk-muluk tersebut, toh pilihan untuk menjadi aktivis mahasiswa tetap dipilih untuk berpotensi menjadi pribadi yang lebih. Buktinya sangat dominan aktivis mahasiswa menjadi orang penting di republik ini kelak dikemudian hari. Termasuk alumni PMII yang tergabung kedalam Korp IKA PMII.
Artinya menjadi aktivis cukup memberi korelasi untuk kesuksesan karir dimasa depan. Demikian itu pula pada akhirnya akan mampu memberi sumbangsih pada kemajuan komunitas bahkan bangsa dan negara.
Maka saat saya memberi kuliah pada semester-semester awal, biasanya saya sampaikan: Jangan alergi berorganisasi, termasuk di organisasi ekstra. Sebab nanti saat lulus, jejaring itu yang menjadi penting. Anda akan ditanya, semasa kuliah dulu anda ikut apa. (*)
***
*) Oleh : Dr. Yusuf Amrozi, M.MT, Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya, Wakil Ketua LPTNU Jatim, Ketua PMII Unisma periode 1997-1998.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |