TIMES MALANG, MALANG – Dosen Universitas Ma Chung, Yohanna Nirmalasari, S.Pd., M.Pd., berkesempatan untuk mengajarkan Bahasa Indonesia di Austria. Di sana dia menjalankan tugas diplomasi bahasa dan budaya Indonesia dalam program yang diselenggarakan oleh Pusat Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa, berkolaborasi dengan KBRI Wina dan University of Vienna.
Selama tiga hingga empat bulan, dimulai dari Oktober 2024 hingga Januari 2025, Yohanna akan mengajar bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) serta memperkenalkan budaya Indonesia kepada pemelajar BIPA yang ada di Austria dan sekitarnya. Biaya pelaksanaan kegiatan ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Pusat Penguatan dan Pemberdayaan Bahasa Tahun Anggaran 2024.
Yohanna akan mengajar di dua lokasi, yaitu di KBRI Wina dan University of Vienna, khususnya untuk kelas BIPA 3 dan BIPA 4. Program ini dilakukan secara hybrid dari Oktober hingga Desember 2024 secara luring, kemudian berlanjut secara daring pada Januari 2025, mengingat banyak juga pemelajar yang berasal dari Jerman atau pun Slovakia.
Para mahasiswa yang mengikuti kelasnya pun memiliki latar belakang yang beragam, mulai dari mahasiswa dengan jurusan Asia Tenggara, Antropologi, dosen sejarah dan antropologi University of Vienna, hingga mantan duta besar Austria yang pernah bertugas di Indonesia, Bapak Dr. Klaus.
Pengalaman Yohanna sebagai pengajar BIPA sudah dimulai sejak tahun 2013, dan kecintaannya pada profesi ini terus bertumbuh. Ia memiliki pengalaman luas mengajar di luar negeri, termasuk Timor Leste pada 2017 dan Tiongkok pada 2019. Secara daring pun, Yohanna juga mengajar mahasiswa dari Filipina dan Kamboja.
Di Ma Chung sendiri, Yohanna juga saat ini mengajar kelas BIPA yang setiap tahunnya pun diminati oleh pemelajar dari berbagai negara seperti Korea, Ceko, atau pun Australia.
Menurutnya, penguasaan bahasa Indonesia adalah representasi cinta tanah air dan bahasa Indonesia. "Jika tanggal 28 Oktober tahun 1928 sudah dicanangkan untuk menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia, maka saat inilah waktunya kita untuk turut menjadi bagian dalam penjagaan dan penginternasionalan bahasa Indonesia," ucapnya.
Hal ini pun selaras dengan tagline Badan Bahasa yakni Mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, menguasai bahasa asing.
"Bahasa Indonesia penting untuk dipelajari karena itu representasi dari budaya Indonesia, Jadi, jangan lupa identitas pertiwi kita," ujar Yohanna.
Mahasiswa asing yang diajar Yohanna pun mengungkapkan motivasi mereka untuk mempelajari bahasa Indonesia karena relatif mudah dipelajari. Selain itu, Indonesia itu sendiri menarik dengan keindahan alam dan kekayaan budayanya yang beragam.
Pada saat Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 2024, kelas BIPA 4 berdiskusi tentang Sumpah Pemuda dan ada banyak harapan yang muncul dari para pemelajar.
Yohanna juga berbagi tips bagi mahasiswa yang ingin berkarier di dunia BIPA. Menurutnya, menguasai tata bahasa Indonesia, kemampuan berbahasa asing, dan memahami metode pengajaran untuk penutur asing adalah kunci utama.
"Saya belajar banyak dari mahasiswa yang saya ajar, terutama tentang budaya dan kehidupan mereka. Mereka selalu semangat dan kritis saat belajar bahasa Indonesia," tuturnya.
Pesan inspiratif dari Yohanna juga disampaikan kepada para mahasiswanya di Universitas Ma Chung. "Percaya saja, kalau Tuhan sudah berkehendak tidak ada yang bisa menghentikannya. Sebanyak-banyaknya usaha orang untuk melemahkan kita, Tuhan tetap lakukan bagian Dia karena Tuhan lebih tau apa yang terbaik buat kamu. Jadi, Ora et Labora saja," pesannya.
Prestasi Yohanna tidak hanya mengharumkan nama Universitas Ma Chung, tetapi juga membawa kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Keberhasilannya sejalan dengan semangat Universitas Ma Chung untuk berkiprah dan berprestasi di kancah global serta menunjukkan komitmen universitas dalam menghadirkan tenaga pengajar berkualitas demi menghasilkan lulusan yang mampu bersaing di tingkat internasional. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Dosen Ma Chung Ajarkan Bahasa Indonesia hingga Austria
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Faizal R Arief |