TIMES MALANG, MALANG – Puluhan guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB) menyatakan sikap terbuka kepada Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI. Hal tersebut sebagai respon atas berbagai kebijakan Kemenkes yang dinilai mengancam kualitas dan independensi pendidikan kedokteran di Indonesia. Pernyataan sikap tersebut disampaikan dalam aksi terbuka yang digelar pada Selasa (20/5/2025) di Graha Medika FK UB.
Pernyataan dibacakan oleh Prof. Dr. dr. Handono Kalim, Sp.PD-KR, mewakili para guru besar FK UB, yang menyoroti kebijakan-kebijakan Kemenkes pasca-berlakunya Undang-Undang Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023. Menurut para akademisi, kebijakan tersebut dapat melemahkan mutu, profesionalisme, serta kemandirian institusi pendidikan kedokteran.
“Kami menyampaikan keprihatinan mendalam. Pendidikan kedokteran harus menjaga independensi akademik dan profesional dari intervensi berbagai kepentingan,” ujar Prof. Handono.
Dalam pernyataannya, para guru besar menyampaikan empat poin sikap utama:
1. Menuntut pemulihan fungsi kolegium kedokteran sebagai lembaga independen yang berwenang menetapkan standar kompetensi, kurikulum pendidikan, serta sistem evaluasi berbasis keilmuan dan profesionalisme, tanpa intervensi dari luar akademik.
2. Mendesak kemitraan sinergis dan sejajar antara Kemenkes, Kemendikbudristek, kolegium, rumah sakit pendidikan, dan institusi pendidikan kedokteran. Kolaborasi ini dinilai penting demi menjaga integritas dan kualitas pendidikan dalam memenuhi kebutuhan layanan kesehatan yang bermutu.
3. Menegaskan pentingnya mempertahankan marwah dan kemandirian perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan kedokteran. Mereka menekankan bahwa otonomi akademik, etika keilmuan, serta independensi hukum dan kebijakan pendidikan harus dihormati.
4. Mendukung perbaikan tata kelola pendidikan dan pelayanan kesehatan di Indonesia secara menyeluruh, dengan menjunjung tinggi prinsip keilmuan, integritas, transparansi, dan keadilan.
Aksi tersebut menjadi bagian dari respons nasional dari berbagai fakultas kedokteran di Indonesia yang menyoroti sejumlah kebijakan Kemenkes yang dinilai tidak melibatkan institusi pendidikan secara proporsional.
Polemik juga mencuat seputar pengambilalihan fungsi kolegium oleh Kemenkes dan mutasi sejumlah tenaga pengajar yang berdampak pada kontinuitas pendidikan dokter spesialis. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |