TIMES MALANG, MALANG – Indonesia punya potensi yang besar untuk menjadi pemain utama di sektor keperawatan global. Dengan potensi sumber daya manusia yang melimpah, bukan tak mungkin jika kedepan Indonesia bisa menyaingi Filipina yang saat ini dikenal sebagai negara pemasok tenaga perawat terbesar di dunia.
Meski jumlah penduduk Filipina hanya sekitar 119 juta, lebih kecil dibandingkan populasi Indonesia yang mencapai 281 juta jiwa, Filipina telah berhasil mempersiapkan tenaga perawat mereka untuk berkarier di mancanegara. Keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi Indonesia, yang kini ingin mengambil langkah serupa dengan memperkuat kurikulum, fasilitas, dan pelatihan di bidang keperawatan.
Hal ini menjadi salah satu topik utama dalam Rapat Tahunan Anggota (RTA) 2024 Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Muhammadiyah Aisyiyah (AIPNEMA) yang berlangsung di Malang pada Kamis (12/12/2024). Kegiatan ini dihadiri oleh 77 delegasi dari 31 institusi perguruan tinggi Muhammadiyah dan Aisyiyah yang memiliki program studi keperawatan.
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan (FIKES) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Prof. Dr. Yoyok Bekti Prasetyo, M.Kep., Sp.Kom., menegaskan pentingnya mencetak perawat bernuansa global. "Perawat bernuansa global adalah perawat yang memiliki kompetensi dan keterampilan berstandar internasional. Selama ini, Filipina menjadi penyumbang utama tenaga perawat Asia ke Eropa dan dunia internasional. Kini, Indonesia harus mampu menjadi motor penggeraknya," ujar Yoyok.
Menurutnya, langkah awal yang diambil adalah memperbaiki standar kurikulum, peralatan laboratorium, dan referensi pembelajaran yang digunakan. Selain itu, upskilling atau peningkatan keterampilan perawat juga menjadi fokus utama agar mereka memenuhi kebutuhan pasar global.
“Di UMM, kami telah memulai program pengiriman perawat ke Jerman, selain Jepang yang sudah lebih dulu menjadi tujuan. Kami bekerja sama dengan lembaga bahasa resmi Jerman untuk memastikan mahasiswa memiliki kemampuan bahasa hingga tingkat B2, yang menjadi syarat utama bekerja di rumah sakit di sana,” tambahnya.
Yoyok juga menyoroti bahwa kendala utama perawat Indonesia bukan pada kemampuan akademik, tetapi lebih pada mental dan penguasaan bahasa asing. Oleh karena itu, penguasaan bahasa Inggris dan bahasa negara tujuan, seperti Jerman, menjadi perhatian utama dalam program pelatihan di UMM.
Upaya Indonesia untuk menyaingi Filipina dalam penyediaan tenaga perawat dunia adalah tantangan besar, tetapi bukan hal yang mustahil. Prof. Yoyok optimistis bahwa sumber daya manusia Indonesia memiliki potensi luar biasa. "Anak-anak kita memiliki talenta luar biasa. Dari sisi teori dan pemahaman keilmuan, kita tidak kalah. Yang perlu diperbaiki adalah mental dan penguasaan bahasa asing," ujarnya.
Ketua AIPNEMA, Dr. Mundakir, M.Kep., mengungkapkan bahwa kegiatan RTA 2024 ini bertujuan untuk mengevaluasi program kerja sekaligus merancang strategi pengembangan institusi pendidikan keperawatan. "Tagline kami adalah Sinergi – Unggul – Setara. Sinergi antar lembaga menjadi kunci agar institusi di daerah dapat saling mendukung dan menguatkan satu sama lain," jelas Mundakir.
Menurutnya, sinergi ini penting untuk memperingan beban pengelolaan pendidikan keperawatan di daerah. Dengan saling berbagi pengalaman dan strategi, diharapkan kualitas pendidikan keperawatan dapat merata di seluruh Indonesia. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |