TIMES MALANG, MALANG – Di tengah permukiman padat di Karangwidoro, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur berdiri megah sebuah bangunan batu yang diam membisu namun sarat cerita sejarah kejayaan nusantara. Namanya Candi Badut.
Tak banyak yang tahu, candi ini adalah jejak nyata kejayaan Kerajaan Kanjuruhan yang telah bertahan sejak abad ke-8 dan menjadi saksi bisu peradaban Hindu di Tanah Jawa.
Candi Badut ditemukan tahun 1921 oleh Maureen Brecher, pejabat Pemerintah Hindia Belanda. Setelah melalui proses pemugaran oleh Dinas Purbakala antara 1923 hingga 1926, bentuk asli bangunan mulai terungkap. Kini, kompleks candi dijaga dan ditetapkan sebagai cagar budaya nasional sejak 1998.
Berdasarkan Prasasti Dinoyo, pembangunan candi diperkirakan terjadi pada tahun 760 Masehi, masa pemerintahan Raja Gajayana. Prasasti menyebutkan bangunan ini sebagai tempat suci bagi Resi Agastya. Fakta ini menguatkan dugaan bahwa Candi Badut erat dengan sejarah Kerajaan Kanjuruhan.
Candi Badut dan Raja Gajayana
Arca Durga Mahesasuramardini yang berada di sisi kanan Candi Badut. (FOTO: Ardana Pramayoga/TIMES Indonesia)
Candi Badut menggambarkan perpaduan nilai sejarah kerajaan dengan bentuk arsitektur kuno khas Hindu. Gaya bangunan menunjukkan pengaruh Medang, sebuah kerajaan besar dari Jawa Tengah yang memperluas pengaruhnya ke timur pada abad ke-10.
Bangunan utama candi terbuat dari batu andesit. Struktur terdiri atas bagian kaki, tubuh, dan sisa atap yang sudah tidak utuh. Di sekeliling candi, masih ditemukan arca Durga Mahesasuramardini, lingga-yoni, serta relief kinara dan kirtimukha di sisi tangga.
Menurut Firman Ardian Yuliansah, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang yang memiliki minat besar pada Sejarah budaya, saat ditemui pada Kamis (31/7/2025), Candi Badut diyakini mengalami transformasi budaya setelah ekspansi Kerajaan Medang.
“Pengaruh Medang tampak dari penggunaan pola arsitektur khas Jawa Tengah dan pemujaan terhadap dewa-dewa Trimurti,” ujarnya.
Firman juga menyebutkan bahwa nama “Badut” berasal dari kata “Liswa” dalam Prasasti Dinoyo. Kata ini merujuk pada nama lain Raja Gajayana dan berarti pelawak atau penari dalam bahasa Sanskerta. Interpretasi ini mendasari nama candi yang sekarang dikenal oleh masyarakat.
Candi Badut memiliki halaman utama seluas 47 x 49 meter. Saat ini, pengunjung dapat menjelajahi area tersebut dan melihat langsung struktur peninggalan sejarah kerajaan yang pernah berjaya di wilayah timur Pulau Jawa. Di bagian dalam, terdapat ruangan utama tempat lingga-yoni berada, yang memperkuat identitasnya sebagai candi aliran Shaiva.
Selain itu, arca-arca seperti Mahakala dan Nandiswara sebagai penjaga pintu candi, serta arca Agastya dan Ganesha memperkaya unsur relief peninggalan Hindu di lokasi ini. Walau beberapa arca kini sudah tidak lengkap, masih ada papan infografis yang cukup lengkap untuk keperluan edukasi sejarah.
Candi Badut Jadi Wisata Edukatif Bernilai Budaya Tinggi
Firman Ardian Yuliansah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang sedang berkunjung di Candi Badut Kamis Sore (31/7/25) (FOTO: Ardana Pramayoga/TIMES Indonesia)
Candi Badut kini berkembang menjadi destinasi wisata sejarah yang mudah diakses dan memberikan pengalaman edukatif. Lokasinya dapat dijangkau menggunakan kendaraan pribadi atau ojek daring. Tak dikenakan biaya masuk, pengunjung hanya diminta mengisi buku tamu sebelum memasuki area situs.
Suasana sekitar candi sangat tenang. Rumput hijau dan pepohonan rindang menciptakan nuansa damai yang cocok untuk kegiatan wisata santai. Hal ini menjadikan Candi Badut tidak hanya sebagai objek sejarah, tetapi juga sebagai tempat pelepas penat.
Keberadaan situs lain seperti Candi Karang Besuki yang berjarak kurang dari satu kilometer dari lokasi utama menambah bukti bahwa kawasan ini merupakan pusat kegiatan keagamaan pada masa lampau. Di Karang Besuki ditemukan arca Ganesha, Agastya, dan Yoni yang menegaskan keterkaitan historis antara kedua situs.
Sebagai bagian dari sejarah kerajaan, Candi Badut menyimpan banyak pelajaran tentang peradaban Hindu di Nusantara. Keberadaan candi ini mengajarkan bahwa pengaruh kekuasaan bisa berpindah, tetapi warisan budaya akan terus bertahan sebagai pengingat masa lalu.
Dengan mengangkat keunikan arsitektur dan nilai sejarah kerajaan, Candi Badut menjadi tujuan ideal bagi wisatawan yang ingin mengenal warisan leluhur lebih dalam. Wisata sejarah di Candi Badut menguatkan identitas budaya Jawa Timur dan menjadi aset penting dalam narasi sejarah nasional. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Jejak Kerajaan Kanjuruhan yang Tertidur di Candi Badut Malang
Pewarta | : TIMES Magang 2025 |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |