TIMES MALANG, MALANG – Kampung Warna-Warni Jodipan (KWJ) yang menjadi ikon penting wisata di Kota Malang kini merasa lumpuh akibat dua tahun pandemi Covid-19 melanda.
Kampung tematik yang berciri khas warna-warni cat tembok rumah tersebut, kini terlihat seperti mati suri. Bagaimana tidak, di dalam lokasi wisata tersebut, bisa terbilang lebih banyak warga sekitar ketimbang wisatawan yang ada.
Meskipun sudah diperbolehkan buka dengan longgar, kini tak terlihat ada wisatawan yang berfoto. Hanya saja terlihat anak kecil dan warga asli kampung yang menjaga tokonya saja.
Ketua RW 02 sekaligus Ketua Pengurus KWJ, Soni Parin mengatakan, sepinya pemandangan pengunjung saat ini terbilang lumrah sejak pandemi Covid-19 melanda. "Benar mas sudah buka. Wisatawan bisa akses ke sini. Tapi bisa dilihat, sepi sekarang gak ramai seperti dulu," ujarnya saat ditemui di kediamannya, Jumat (11/3/2022).
Ia mengaku bahwa sulit untuk kembali mendongkrak pengunjung lagi setelah satu tahun vakum di awal merebaknya Covid-19. Hal itu, mengakibatkan merosotnya ekonomi warga sekitar.
Dijelaskannya, sebelum pandemi Covid-19 melanda, kedatangan wisatawan per hari rata-rata sekitar 300 orang. Apalagi saat weekend, diakuinya bisa mencapai 1000 wisatawan datang per harinya. "Sekarang mau mencapai 100 pengunjung saja susah. Hari ini saja mungkin sekitar 20 orang saja yang datang," ungkapnya.
Perawatan KWJ Meski Sedang Lumpuh
Warna-warni cat tembok yang menghiasi KWJ, terlihat memang mulai memudar. Namun, warga pun tak berdiam diri begitu saja. Dibeberkan Soni, warga sekitar berupaya sebisa mungkin mempertahankan ciri khas yang dimiliki KWJ. Cat tembok hingga genteng rumah pun terus dilakukan perawatan sebisa mungkin.
Adapula beragam ornamen tertempel di langit-langit pintu masuk yang disertakan dalam perawatan mereka. Apalagi, lukisan-lukisan sebagai spot favorit wisatawan untuk berswafoto harus mereka pertahankan juga. "Itu semua dari warga sendiri, kas dari keuntungan kemarin. Kami putar dan sebagian dari sponsor juga," katanya.
Ia bersama warga lain, berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan perawatan, meski bantuan dari sponsor utama berbentuk cat saat pembangunan awal dimulai tak sampai 50 persen.
"Jadi sebagian masih sponsor (perawatan), sisanya melanjutkan beli sendiri. Tukang cat kita bayar sendiri ya sekarang. Cuman yang di ketinggian (seperti jembatan kaca) itu bantuan (dari sponsor)," bebernya.
Perekonomian Warga KWJ Ikut Lumpuh
Sebelum pandemi Covid-19, bisa diketahui bahwa banyak toko-toko warga yang menjual pernak-pernik oleh-oleh hingga makanan atau jajanan yang diperuntukkan bagi wisatawan yang datang.
Dari situ, perputaran uang pun terjadi bagi masyarakat sekitar KWJ. Perputaran itu, bisa masuk ke perekonomian mereka dan juga kas untuk perawatan lokasi wisata. Namun sekarang, Soni menganggap perputaran uang hanya bisa masuk kedalam kas untuk perawatan kampung saja.
Sekarang, toko-toko atau UMKM yang berada di kawasan Kampung Warna-Warni banyak yang tutup. Hanya segelintir warga yang bertahan untuk tetap berjualan demi menyambung hidupnya. "Keluhan mereka (UMKM) ya itu mas, pengunjung sepi itu. Buat kulakan (beli grosir) gak ada, jadi apa yang mau dijual," tuturnya.
Di sisi lain, dikatakan Soni, bentuk perhatian dari Pemerintah Kota Malang dirasa hanya sekadar bantuan sosial ataupun sembako saja. Untuk bantuan operasional perawatan pun sepeser pun tak ada dari pihak pemerintah.
Oleh karena itu, ia berharap jika mau menengok lagi, bisa membantu untuk perawatan fisik agar tetap bisa menarik para wisatawan saat ke Kota Malang. "Murni warga yang mengurusnya. Kita gak nuntut tinggi. Harapan ke pemerintah ya perhatian bantuan berbentuk fisik yang kita butuhkan untuk merawat ini itu," harapnya.
Sementara itu, Pemilik salah satu warung di KWJ, yakni Siti Aminah membenarkan bahwa sejak pandemi Covid-19 hingga kini adanya pelonggaran, keuntungan dari penjualannya tak bisa diharapkan untuk kebutuhan keluarga sehari-hari. "Untuk muter aja keuntungannya. Jual terus kulak. Gak bisa untung kita," tegasnya.
Diceritakannya, Siti membuka warung semenjak KWJ dibangun di tahun 2016 silam. Hal itu dikarenakan, ia diberi arahan untuk mempercantik rumahnya dan membuka warung dengan dagangan titipan. "Es krim titip saya, terus banyak lagi jajan-jajan itu titip saya. Ya sudah saya buka (warung)," katanya.
Perbandingan harian untuk penjualan warungnya, dulu sebelum pandemi Covid-19 bisa untung hingga Rp 300 ribu. Kini, diakui Siti untuk mendapatkan Rp 50 ribu saja sudah sangat bagus.
Apalagi jika mengecek lokasi jualannya, terlihat kaos dan gantungan kunci sebagai oleh-oleh KWJ masih berjejer rapi dan berdebu. Siti kini pasrah dan mau menjual murah jika ada yang membeli.
"Kaos ini kalau mau ada yang beli Rp 55 ribu saya lepas. Itu harga modal saya. Kalau ada yang mau, saya bersihkan (debu di beberapa barang jualannya)," tandas pemilik warung di Kampung Warna-Warni Jodipan Kota Malang ini. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Dua Tahun Pandemi Covid-19 Lumpuhkan Ikon Wisata Kampung Warna-Warni Kota Malang
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Ronny Wicaksono |