https://malang.times.co.id/
Berita

Merawat Nalar Santri di Pesantren Luhur Baitul Hikmah Kabupaten Malang

Rabu, 17 Desember 2025 - 17:19
Merawat Nalar Santri di Pesantren Luhur Baitul Hikmah Kabupaten Malang Pesantren Luhur Baitul Hikmah, Kepanjen, Kabupaten Malang. (FOTO: Pesantren Luhur Baitul Hikmah)

TIMES MALANG, MALANG – Pesantren Luhur Baitul Hikmah, Kepanjen, Kabupaten Malang, tidak pernah merayakan usia dengan cara lazim. Alih-alih menyebutnya ulang tahun, pesantren filsafat ini memilih istilah “hilang tahun”—sebuah penanda bahwa usia bukan untuk dibanggakan, melainkan untuk dilampaui dengan perenungan dan karya.

Pada “Hilang Tahun” ke-14, pesantren ini kembali menegaskan wataknya sebagai ruang berpikir dan bertanya. Dua sosok penting dalam lanskap filsafat dan literasi nasional dihadirkan: Dr. Fahruddin Faiz dan Kang Maman Suherman. Puncak peringatan yang dirangkai dengan Temu Alumni itu digelar pada Minggu (14/12/2025), di kompleks Pesantren Luhur Baitul Hikmah, dan terbuka bagi santri, mahasiswa, hingga masyarakat umum Malang.

Sejak pagi, suasana pesantren terasa berbeda. Tidak sekadar perayaan, tetapi perjumpaan gagasan.

Kado Buku, Tradisi yang Terus Dijaga

Acara diawali dengan prosesi khas Pesantren Luhur Baitul Hikmah: penyerahan kado berupa buku karya santri. Tradisi ini telah dilakukan setiap tahun, menjadi penanda bahwa usia pesantren diukur dari sejauh mana ia melahirkan pemikiran.

Memasuki usia ke-14, Pesantren Luhur Baitul Hikmah tercatat telah menerbitkan 76 karya—mulai dari buku, jurnal ilmiah, hingga tesis dan disertasi. Sebuah capaian yang menempatkan pesantren ini bukan hanya sebagai ruang pendidikan, tetapi juga pusat produksi pengetahuan.

Setelah penyerahan karya, kegiatan berlanjut dengan ngaji bersama yang dipandu langsung oleh Pengasuh Pesantren Luhur Baitul Hikmah, Ach. Dhofir Zuhry, yang akrab disapa Gus Dhofir.

Membaca Ulang Terjemahan, Membaca Ulang Agama

Dalam pembukaan diskusi ngaji, Gus Dhofir langsung mengajak hadirin masuk ke wilayah yang jarang disentuh secara kritis: penerjemahan Al-Qur’an. Menurutnya, cara umat memahami agama hari ini tidak lepas dari problem bahasa.

“Salah satu penyebab kemunduran agama Islam saat ini, menurut dugaan saya, adalah pembiaran terhadap terjemahan Al-Qur’an yang dilakukan secara keliru oleh Depag atau hari ini Kementerian Agama,” ujarnya.

Penulis Filsafat untuk Pemalas itu mencontohkan terjemahan Surah Adz-Dzariyat ayat 56. Ayat yang selama ini diterjemahkan sebagai “tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”, menurut Gus Dhofir, seharusnya dimaknai lebih luas.

“Bukan hanya beribadah, tetapi mengabdi dan berderma,” tegasnya.

Bagi Gus Dhofir, kesalahan terjemahan bukan sekadar soal bahasa, melainkan berpengaruh langsung pada cara umat beragama memaknai kehidupan sosial dan kemanusiaan.

Teknologi, Kenyamanan, dan Ancaman Peradaban

Gagasan itu disambung oleh Dr. Fahruddin Faiz, filsuf yang dikenal luas melalui kajian-kajian filsafat populernya. Ia menyoroti tantangan manusia modern yang hidup di tengah teknologi serba memudahkan, tetapi miskin sikap kritis.

“Kita didukung teknologi yang bisa memenuhi kebutuhan kita apa pun. Sementara kita tidak kritis secara proses dan mindset kita hanya cari senang saja, maka peradaban pelan-pelan akan suffer,” ujarnya.

Fahruddin Faiz kemudian mengulas konsep kesadaran kritis dengan merujuk pemikiran filsuf Brasil, Paulo Freire. Ia menjelaskan empat jenis kesadaran: kesadaran magis, kesadaran naif, kesadaran fanatik, dan kesadaran kritis.

Bagi Faiz, pendidikan—termasuk pendidikan pesantren—harus mengarahkan manusia menuju kesadaran kritis, agar tidak sekadar menjadi pengguna teknologi, tetapi subjek yang berpikir dan menentukan arah hidupnya sendiri.

Literasi untuk Memuliakan Manusia

Dalam kesempatan yang sama, Kang Maman Suherman membawa diskusi ke ranah literasi yang lebih membumi. Ia menolak pandangan bahwa literasi semata-mata bertujuan akademik.

Menurutnya, literasi memiliki tiga tujuan utama: bahagia, bermakna, dan memuliakan.

“Mampu tidak gelar yang kita miliki itu memuliakan diri sendiri sekaligus memuliakan orang lain,” katanya.

Kang Maman lalu mengutip pengalaman personal yang menyentuh. “Karena kata teman-teman saya yang miskin, mereka mengatakan bahwa hal yang paling menyakitkan adalah cara orang lain memandang kami.”

Di titik itu, literasi tidak lagi berhenti pada membaca dan menulis, tetapi menjadi jalan etik untuk memanusiakan manusia.

Santri Menulis, Pesantren Berpikir

Semangat literasi itulah yang menghidupi Pesantren Luhur Baitul Hikmah sejak awal berdiri. Dikenal sebagai pesantren filsafat, lembaga ini secara konsisten mendorong santrinya untuk menulis dan menerbitkan karya.

Sebanyak 76 karya telah lahir dari tangan santri, baik berupa terjemahan maupun karya orisinal, dengan tema yang beragam—tafsir, teologi, humaniora, sastra, filsafat, hingga esai reflektif.

Beberapa di antaranya adalah Tafsīr Al-‘Ijāz fī Taysīr Al-‘Ijāz, Samudra Tauhid, Pohon Sakral, Secangkir Kopi Filsafat, Akidah Personal, hingga terjemahan Minhājul Muta’allim karya Imam Al-Ghazali.

Produktivitas inilah yang menobatkan Pesantren Luhur Baitul Hikmah sebagai salah satu pesantren filsafat paling produktif di Indonesia.

Pesantren Filsafat Pertama di Indonesia

Didirikan pada 28 September 2011 di Desa Tegalsari, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Pesantren Luhur Baitul Hikmah lahir dari kegelisahan intelektual Gus Dhofir. Pesantren ini dikenal sebagai pesantren pertama di Indonesia yang mengintegrasikan pendidikan pesantren dengan studi filsafat secara mendalam.

Visinya sederhana namun radikal: menjadi manusia paripurna dengan terus nyantri, ngaji, dan berfilsafat.

Melalui program unggulan seperti English Daily, kepenulisan, kajian filsafat dan tasawuf, teologi dan tafsir, serta studi kitab kuning, pesantren ini membentuk santri yang tidak hanya taat secara spiritual, tetapi juga tajam secara intelektual.

Di usia ke-14, Pesantren Luhur Baitul Hikmah memilih untuk “hilang” dari hiruk-pikuk perayaan seremonial. Sebagai gantinya, ia hadir sebagai ruang dialog, kritik, dan literasi—tempat agama, filsafat, dan kemanusiaan terus dipertemukan. (*)

Pewarta : Imadudin Muhammad
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.