TIMES MALANG, MALANG – Isu lingkungan bukan lagi wacana yang dianggap sederhana, ini telah menjadi problem eksistensial yang menyangkut masa depan kehidupan. Selama dua decade ini Indonesia menghadapi tantangan serius mulai dari kualitas udara yang memburuk, krisis air bersih, hilangnya keanekaragaman hayati, hingga berbagai dampak ekologis akibat perubahan iklim maupun keteledoran manusia.
Laporan Environmental Performance Index 2024 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada level yang kurang bagus di Asia Tenggara pada kualitas udara dan kesehatan lingkungan. Menurut Indonesia National Adolescent Report 2023 dinyatakan bahwa 73 persen remaja di Indonesia khawatir terhadap perubahan iklim, tetapi hanya 29 persen yang pernah mendapatkan pendidikan lingkungan secara sistematis di sekolah.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan berciri khas keagamaan memiliki posisi strategis untuk menjawab kegelisahan ekologis ini. Tradisi keilmuan Islam sebenarnya kaya dengan nilai ekologis: konsep khalifah fil ardh, prinsip la tufsidu fil ardh, hingga tuntunan moderasi dalam konsumsi (wasathiyah) menjadi modal dalam menjembatani fenomena lingkungan.
Namun nilai-nilai itu sering tidak terintegrasi secara kuat dalam pengalaman belajar siswa. Sudah saatnya madrasah memimpin gerakan pendidikan lingkungan melalui kurikulum yang didesain secara serius dan visioner.
Harus diakui, pendidikan lingkungan di madrasah selama ini cenderung bersifat seremonial, seperti gerakan jumat bersih, lomba membuat poster, atau penanaman pohon tetapi tidak ada follow up. Upaya tersebut penting, namun untuk membentuk kesadaran ekologis yang berkelanjutan perlu upaya lebih.
Kurikulum Pendidikan lingkungan di madrasah idealnya menyentuh tiga aspek, yaitu pengetahuan ekologis, spiritualitas ekologis, dan praktik ekologis. Pengetahuan ekologis harus dibangun melalui pembelajaran yang kontekstual dan ilmiah. Peserta didik perlu memahami hubungan antara aktivitas manusia dan krisis ekologi, dari hulu hingga hilir.
Misalnya, bagaimana konsumsi saat ini memengaruhi sampah plastik di laut, mengapa kota-kota di Indonesia rentan banjir, atau bagaimana deforestasi di Kalimantan berdampak pada kualitas udara di Indonesia. Data sains dan riset lingkungan mutakhir harus menjadi bagian integral dalam pembelajaran di madrasah.
Spiritualitas ekologis meneguhkan bahwa menjaga alam merupakan amanah dalam nilai-nilai keagamaan. Ayat-ayat tentang penciptaan, keseimbangan alam, dan larangan kerusakan diajarkan bukan sekadar normatif, tetapi lebih kepada reflektif mengajak peserta didik merasakan bahwa merusak lingkungan sama halnya dengan merusak amanah Tuhan.
Selanjutnya, praktik ekologis menjadi ruang aktualisasi nilai-nilai tersebut. Madrasah hendaknya menjadi living laboratory bagi perilaku ramah lingkungan. Peserta didik perlu mengalami secara nyata bagaimana lingkungan yang bersih, energi yang efisien dan terbarukan, serta pengelolaan sampah yang terstruktur.
Desain kurikulum peduli lingkungan tidak harus menambah mata pelajaran baru. Yang dibutuhkan adalah infusion curriculum, yaitu memasukkan kompetensi dan konten lingkungan ke dalam mata pelajaran yang sudah ada. Misalnya untuk kelompok IPA, eksperimen tentang polusi udara lokal menggunakan alat sederhana; analisis kualitas air di sekitar madrasah; proyek biodigester.
Kelompok mata pelajaran IPS, menganalisis konflik agraria, deforestasi, dan kebijakan ruang kota; diskusi dampak ekonomi perubahan iklim. Mata pelajaran matematika bisa melaksanakan pengolahan data sampah di madrasah, membuat model pertumbuhan populasi dan beban ekologis, atau statistik polusi udara daerah.
Mata pelajaran Fiqih pembahasan prinsip hifz al-bi’ah (perlindungan lingkungan) sebagai bagian dari maqashid syariah. Berbagai pendekatan tersebut diharapkan mampu membuat siswa memandang isu lingkungan tidak lagi secara parsial, melainkan sebagai problem multidisipliner yang menuntut kecakapan berpikir kritis.
Kurikulum tidak akan efektif tanpa lingkungan yang mendukung. Untuk itu, madrasah perlu menetapkan sejumlah standar perilaku ekologis di lingkungan. Misalnya Zero Single-Use Plastic Policy atau larangan penggunaan plastik sekali pakai di lingkungan sekolah, diganti dengan tumbler, kotak makan, dan kantong kain.
Eco-Routine dimana peserta didik bertanggung jawab atas area kelas dan taman; pemilahan sampah dilakukan di sumbernya. Hemat Energi dan Air dengan program penggunaan komponen energi surya berskala kecil, hemat air saat wudu, kampanye hemat listrik, memanfaatkan air hujan untuk penyiraman taman.
Bank Sampah Terintegrasi, selain mengelola sampah, program ini bisa menjadi sarana literasi finansial. Jika nilai-nilai ini di-reartikulasi dalam konteks krisis ekologis modern, madrasah dapat menjadi model eco-spiritual school.
Lebih jauh riset dari UNEP Education Report 2023 menunjukkan bahwa sekolah yang memiliki budaya ekologis yang konsisten mampu meningkatkan kepedulian lingkungan peserta didik sampai 40 persen dibanding sekolah yang hanya bersifat seremonial. Ini membuktikan bahwa kebiasaan kolektif lebih berdampak dari pada instruksi pembelajaran semata.
Peserta didik hari ini akan hidup di era ketika dampak perubahan iklim makin ekstrem. Menurut laporan IPCC 2023, wilayah tropis seperti Indonesia akan mengalami peningkatan suhu dan curah hujan ekstrem yang signifikan pada dua dekade ke depan. Karena itu, pendidikan lingkungan bukan lagi program tambahan, melainkan keharusan.
Jika madrasah dapat mendesain kurikulum peduli lingkungan yang kuat, terukur, dan bermakna, maka kita sedang menanam fondasi bagi generasi yang bukan hanya religius, tetapi juga ekologis. Generasi yang memaknai tugas kekhalifahan bukan sekadar slogan spiritual, tetapi komitmen aksi nyata.
Dan mungkin, dari ruang-ruang kelas madrasah itulah tumbuh pemimpin masa depan yang mampu menata ulang hubungan manusia dengan bumi secara lebih adil, lestari, dan berkeadaban.
***
*) Oleh : Edi Sutomo, Guru Matematika MAN 2 Kota Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |