TIMES MALANG, MALANG – Kehidupan manusia pada dasarnya selalu dipenuhi warna. Setiap individu datang dengan latar belakang keluarga, keyakinan, kebiasaan, serta pandangan hidup yang berbeda. Keragaman itu adalah keniscayaan yang tak dapat disangkal dan tidak mungkin ditiadakan.
Di tengah perbedaan itulah harmoni menjadi unsur penting; ruang yang memungkinkan manusia hidup berdampingan secara damai, saling menghormati, dan saling menguatkan. Harmoni bukanlah upaya menyeragamkan, melainkan kemampuan mengelola perbedaan agar menjadi kekuatan bersama.
Petunjuk mengenai pentingnya menghormati perbedaan ini terdapat jelas dalam Al-Qur’an. Allah mengingatkan manusia melalui QS. Al-Hujurat (49): 13 bahwa manusia diciptakan dari satu asal yang sama, kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal.
Ayat tersebut menegaskan bahwa kemuliaan tidak ditentukan oleh identitas komunal, tetapi oleh ketakwaan. Dengan demikian, perbedaan bukan alasan untuk saling meninggikan diri, melainkan sarana membangun relasi sosial yang sehat dan saling menebarkan kebaikan.
Jika pesan ini dibawa ke konteks kebangsaan, Indonesia adalah contoh paling konkret bagaimana keragaman menjadi bagian inti dari identitas nasional. Suku bangsa, adat istiadat, bahasa, agama, sampai komunitas sosial semuanya tumbuh berdampingan dan membentuk mosaik besar bernama Indonesia.
Kekayaan ini memang menjadi khazanah peradaban yang luar biasa, namun juga menyimpan potensi konflik ketika masing-masing kelompok kehilangan kemampuan untuk menghargai yang lain.
Saat toleransi melemah, saling berebut kepentingan, bahkan sumber daya yang terbatas, yang muncul adalah kecurigaan, pertengkaran, dan perpecahan. Pada titik itu, pertanyaan besar pun muncul: bagaimana bangsa ini bisa damai jika perbedaan saja tidak dapat dirawat dengan baik?
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, dan dengan warga Nahdlatul Ulama sebagai kelompok masyarakat Islam terbesar di Indonesia, sudah selayaknya NU mengambil posisi terdepan dalam menjaga harmoni. NU, dengan prinsip Islam rahmatan lil ‘alamin, memiliki peran besar dalam membumikan nilai moderasi, toleransi, dan persaudaraan.
Dari pesantren hingga ruang-ruang sosial, NU selama ini membuktikan diri sebagai perekat bangsa. Karena itu pula, perpecahan internal di tubuh NU sendiri harus benar-benar dihindari. Sebab jika organisasi sebesar NU retak, maka retaknya bisa merambat hingga ke akar-akar sosial masyarakat.
Harmoni dalam perbedaan dapat dimaknai sebagai situasi ketika berbagai kelompok dengan karakteristik berbeda mampu hidup berdampingan secara rukun. Perbedaan tidak lagi dilihat sebagai ancaman atau alasan untuk membangun sekat, tetapi sebagai anugerah yang menjadikan kehidupan lebih berwarna.
Seperti halnya ikatan pernikahan yang menyatukan laki-laki dan perempuan dua pribadi yang berbeda karakter dan latar belakang harmoni lahir bukan karena kesamaan, melainkan karena kemauan untuk saling menerima, menghormati, dan bekerja sama. Perbedaan justru memperkaya relasi, selama ada kesadaran untuk tidak saling menuntut dan tidak memaksakan kehendak.
Manfaat dari kehidupan yang harmoni dalam keragaman sangat besar bagi sebuah bangsa. Pertama, terciptanya lingkungan sosial yang damai dan aman, karena potensi konflik dapat ditekan. Kedua, persatuan dan kesatuan bangsa menjadi lebih kuat sehingga tantangan sosial, politik, dan ekonomi dapat dihadapi bersama.
Ketiga, harmoni mendorong kreativitas dan inovasi; dari keragaman ide, budaya, dan pengalaman lahir gagasan baru yang menjadi solusi sesuai kebutuhan zaman. Masyarakat pun mendapatkan ruang untuk tumbuh secara lebih berkualitas, sementara negara semakin kokoh karena ditopang identitas kolektif yang sehat.
Harmoni dalam keragaman bukanlah kondisi yang hadir secara otomatis. Ia membutuhkan kesadaran, kemauan, dan upaya yang terus menerus. Toleransi harus dibangun dengan sikap saling menerima; komunikasi diperkuat agar kesalahpahaman tidak tumbuh menjadi konflik; serta kerja sama dikedepankan daripada persaingan yang merusak.
Yang tak kalah penting, setiap individu dan kelompok perlu menjadi teladan menunjukkan bahwa hidup rukun bukan hanya konsep, tetapi praktik nyata yang bisa dimulai dari diri sendiri.
Dengan merawat harmoni di tengah perbedaan, kita sedang menjaga masa depan bangsa. Indonesia yang rukun bukan hanya impian, tetapi tujuan yang dapat dicapai jika setiap elemen masyarakat mau bergerak bersama.
Perbedaan adalah anugerah, dan harmoni adalah cara terbaik untuk merayakannya. Semoga bangsa ini selalu diberi kekuatan untuk hidup damai, saling menghormati, dan terus tumbuh sebagai negara yang berkeadaban.
***
*) Oleh : Dr. Noer Rohmah, M.Pd.I., Ketua STIT Ibnu Sina Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
| Pewarta | : Hainor Rahman |
| Editor | : Hainorrahman |