TIMES MALANG, JAKARTA – Pemerintah memiliki kebijakan untuk menanggulangi kemiskinan ekstrem di Indonesia menjadi 0% pada tahun 2024 namun target ini tidak tercapai. Target tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Pada tahun 2021, sebanyak 4 persen atau 10,86 juta jiwa masuk dalam kategori miskin ekstrem dimana Provinsi Papua dan Papua Barat menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan ekstrem tertinggi yaitu masing-masing sebesar 14,15 persen dan 13,87 persen Hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) sebagaimana dikutip dalam website Wakil Presiden RI, menyatakan bahwa terdapat penurunan angka kemiskinan ekstrem secara nasional dari 2,04 persen pada Maret 2022 menjadi 1,7 persen pada September 2023.
Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran menargetkan penurunan angka kemiskinan sebesar 0,71 persen per tahun. Pada tahun 2029 ditargetkan tingkat kemiskinan 5 persen, dan penurunan kemiskinan ekstrem sebesar 0.48 persen pertahun dan tahun 2026 nol persen Kemiskinan ekstrem.
Diketahui kemiskinan ekstrem merupakan kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, air bersih, sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan, dan akses informasi.
Beberapa penyebab masyarakat termasuk kategori kemiskinan ekstrem sebagaimana Bappenas (2022) merumuskan faktor-faktor penyebabnya antara lain. Kesulitan akses terhadap sumber ekonomi, keterbatasan pemenuhan kebutuhan gizi seimbang dan hidup sehat, minimnya akses dan informasi tentang Pendidikan.
Infrastruktur dan transportasi yang tidak memadai. Adanya Diskriminasi gender dan Lansia dan penyandang disabilitas Penduduk lanjut usia dan penyandang disabilitas. Keterbatasan hidup dan kepasrahan yang membuat mereka bertahan hidup dan menerima kenyataan.
Di tengah kondisi ini, pemerintah telah merumuskan strategi dalam penanganan masalah kemiskinan ekstrem ini. Inpres tentang penanganan kemiskinan ekstrem ini melibatkan seluruh kementerian teknis dan Lembaga termasuk kementerian Sosial dan Kementerian desa Pembangunan daerah tertinggal melalui kewenangannya masing-masing.
Kolaborasi Kemensos dan kemendes PDTT
Kemensos melalui Programnya yang spektakuler Program Keluarga Harapan (PKH). Kementerian Desa PDT sejak tahun 2023 telah memfokuskan salahsatu penggunaan dana desa untuk pengurangan kemiskinan ekstrem tersebut dengan mengalokasikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga yang tidak menerima bantuan pemerintah.
Kelompok Penerima Manfaat (KPM) tersebut tertuang dalam Peraturan Kepala Desa yang disepakati melalui forum Musyawarah Desa (Musdes). Setiap KPM menerima bantuan tunai sebesar 300 ribu rupiah perbulan.
Selain sebagai social safety net pasca Covid 19, BLT DD juga dimaksudkan untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Berdasarkan Permendes PDT nomor 2 tahun 2024 tentang focus penggunaan dana desa, tahun ini Pemerintah masih mengalokasikan anggaran sebesar 15% untuk BLT bagi KPM dengan mengacu pada data Pemerintah.
Melalui Pendamping Desa, sebagai garda terdepan dan kepanjangan tangan Pemerintah dalam memastikan penyaluran dan pemanfaatan dana desa agar tepat sasaran.
Kementerian Sosial melalui PKH dan BPNT juga melakukan upaya serupa sebagai ikhtiar penanggulangan kemiskinan ekstrem. Di daerah melalui Pendamping PKH yang tersebar di setiap kabupaten/kota juga memiliki peran yang signifikan dalam memastikan efektivitas penyaluran bantuan tersebut.
Kemensos mentargetkan sebanyak 10 juta KPM penerima PKH akan mendapatkan bantuan setiap bulan dari yang semula setiap triwulan. Begitu juga dengan BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) yang ditargetkan mencapai 20 juta KPM.
Kehadiran Pendamping desa dan pendamping PKH memiliki peran penting dalam memastikan pelaksanaan program yang efektif. Pendamping menjadi kepanjangan tangan dari pemerintah pusat dan bukti kehadiran pemerintah dalam mengatasi problem pengentasan kemiskinan ekstrem.
Pendamping Desa memiliki Tupoksi Tugas pokok Pendamping sebagaimana diatur dalam Kepmendes nomor 143 tahun 2022 yaitu, melakukan pendampingan dalam kegiatan Pendataan Desa, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan Pembangunan Desa yang berskala lokal Desa. Tahapan pembangunan ini merupakan proses Pemberdayaan dan Pembangunan masyarakat desa.
Pendamping Sosial PKH memiliki Tugas Pokok selain melaksanakan proses bisnis PKH yang meliputi proses administrasi seperti verifikasi, validasi dan pengawasan juga melakukan pendampingan, advokasi, mediasi kepada KPM dalam proses perubahan perilaku dan pola pikir yang produktif. Ini sejalan dengan tujuan dari proses pemberdayaan dimana terwujudnya kelompok masyarakat yang memiliki keinginan untuk berubah.
Pemberdayaan mensyaratkan adanya tiga hal partisipasi, transparansi dan demokratis. Dalam proses pembangunan desa, Pendamping Desa memastikan proses pendataan, perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan pembangunan di desa berjalan secara partisipatif melibatkan masyarakat.
Pengelolaan secara transparan dan demokratis memperhatikan aspirasi dan kebutuhan desa, termasuk tentang data calon penerima KPM BLT DD. Namun problemnya, pengentasan kemiskinan ekstrem di lapangan belum berjalan sesuai yang diharapkan.
Menanti Sinergi Pendamping Desa dan PKH
Jika selama ini program pengentasan kemiskinan terdistorsi oleh adanya data penerima bantuan sosial yang tidak tepat, Pemerintah telah meluncurkan DTSEN (Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional).
Sebuah terobosan baru pemerintah dalam mengintegrasi data kemiskinan, mengingat selama ini setiap Kementerian dan Lembaga memiliki data dan ukuran yang berbeda tentang kriteria kemiskinan. Melalui DTSEN ini penerima bantuan sosial dan ekonomi di tingkat desa dapat dicover secara maksimal dan dapat diupdate secara berkala.
Karena itu dalam mengatasi kemiskinan terutama di daerah pedesaan diperlukan kolaborasi dan sinergi antara pendamping desa dengan pendamping PKH. Kolaborasi dan sinergi ini mencakup beberapa langkah antara lain, sebagaimana siklus pembangunan desa yaitu, tahap Pendataan, Perencanaan, pelaksanaan dan Pelaporan.
Pertama, Tahap Pendataan, dalam proses ini Pendamping desa mendampingi Pemerintah desa dalam menyusun kebutuhan desa. Dalam pengentasan kemiskinan ekstrem, Pemerintah desa mengalokasikan dana desa untuk BLT DD dan dapat menggunakan data pemerintah sebagai acuan sebagaimana diatur dalam permendes nomor 2 tahun 2025 tentang Fokus Penggunaan Dana Desa.
Pendamping PKH dapat dilibatkan oleh pemerintah desa dalam menentukan dan menyusun daftar penerima bansos dengan saling cross check data.
Kedua, tahap Perencanaan, Pendamping Desa dan Pendamping PKH dapat berkolaborasi dalam menyusun perencanaan pendampingan terutama berkaitan dengan penentuan kriteria KPM.
Dalam proses ini pelibatan semua kelompok masyarakat wajib dilakukan sebagai bentuk dukungan masyarakat yang partisipatif dalam proses pembangunan melalui forum Musdes perencanaan.
Keterlibatan Pendamping PKH dalam setiap proses penyusunan perencanaan desa seperti RKPDes (Rencana Kerja Pembangunan Desa) selama satu tahun dan RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) untuk satu periode jabatan kepala desa, penting untuk membangun kesamaan persepsi tentang pengentasan kemiskinan di desa.
Meski sumber keuangan BLT DD dan PKH berbeda sumber pendanaannya -BLT DD langsung dari Desa sedangkan PKH dari Kemensos-tetapi sinergi dalam pengentasan kemiskinan penting untuk sinkronisasi data dan keuangan bansos.
Ketiga, Proses pembangunan. Pendamping PKH dan Pendamping desa bekerjasama dalam memastikan proses penyaluran BLT DD tersalurkan dengan baik.
Disamping itu, PKH yang juga memiliki concern dalam penanganan stunting dapat memastikan pelayanan kesehatan fasilitas kesehatan tersedia dengan baik sebagai bagian dari penyediaan layanan dasar berskala desa yang harus dialokasikan melalui dana desa.
Keempat, tahap Pelaporan. Pendamping desa dan Pendamping PKH dapat bersinergi dalam mengawal dan memastikan sistem pelaporan yang dilakukan oleh desa dilakukan secara transparan dan partisipatif.
Sebagai bagian dari unsur masyarakat, Pendamping PKH memiliki hak dan tanggung jawab dalam ikut memastikan pelaksanaan pembangunan secara transparan.
Langkah tersebut akan lebih efektif jika mulai diinisiasi pembentukan sekretariat bersama (Sekber) Pendamping desa dan pendamping PKH dalam bekerja di desa untuk kesejahteraan sosial masyarakat desa. Apalagi kemensos memiliki instrumen Pusat Kesejahteraan Sosial (Puksesos) yang dibentuk di setiap desa.
Kemendes baru saja launching Pusat Pengaduan dan Layanan Informasi desa dan daerah tertinggal, keberadaanya dapat dibentuk sampai tingkat desa untuk memastikan efektivitas dan transparansi penggunaan dana desa. Saatnya Pendamping Desa dan Pendamping PKH bersinergi secara nyata. Salam Berdesa.
***
*) Oleh : Ahmad Fais, Aktivis Pemberdayaan dan Pegiat Desa.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |