https://malang.times.co.id/
Kopi TIMES

Demokrasi Daulat Rakyat: Menimbang Usulan Pilkada oleh DPRD

Kamis, 19 Desember 2024 - 09:56
Demokrasi Daulat Rakyat: Menimbang Usulan Pilkada oleh DPRD Abdullah Fakih Hilmi AH, S.AP., Akademisi dan Wirausahawan

TIMES MALANG, JAKARTA – Dalam beberapa waktu terakhir, perdebatan mengenai kemungkinan pengalihan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang sebelumnya dilakukan langsung oleh rakyat, menjadi dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), semakin mengemuka. Wacana ini tentu memunculkan banyak pertanyaan tentang arah demokrasi Indonesia.

Demokrasi yang kita anut selama ini adalah demokrasi yang memberi ruang bagi rakyat untuk memilih langsung pemimpinnya, baik di tingkat nasional maupun daerah. Namun, usulan perubahan tersebut, yang menitikberatkan pada pemilihan oleh DPRD, harus dibahas secara kritis untuk menilai apakah itu akan memperkuat atau malah melemahkan daulat rakyat dalam berdemokrasi.

Salah satu alasan yang sering diajukan oleh pendukung wacana ini adalah efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan Pilkada. Dalam pandangan mereka, biaya yang dikeluarkan untuk Pilkada langsung terlalu besar, sementara kualitas pemimpin yang terpilih tidak selalu memenuhi harapan masyarakat. 

Pengalihan pemilihan kepada DPRD dianggap sebagai langkah untuk mengurangi biaya politik yang tinggi, sekaligus menciptakan pemilihan yang lebih efisien dan terkendali. Namun, apakah benar langkah tersebut akan membawa hasil yang lebih baik bagi demokrasi Indonesia?

Pemilihan langsung oleh rakyat di Indonesia, yang diterapkan sejak reformasi 2004, telah membuktikan dampaknya terhadap kehidupan politik tanah air. Salah satu dampak positifnya adalah meningkatnya partisipasi politik masyarakat. 

Dengan hak pilih yang diberikan kepada setiap warga negara, sistem ini mendorong rakyat untuk lebih peduli dan terlibat dalam proses politik. Pemilihan langsung memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk secara langsung menentukan pemimpin yang mereka anggap paling layak, berdasarkan visi dan misi yang disampaikan selama kampanye.

Namun, meskipun Pilkada langsung membawa dampak positif dalam hal partisipasi, tak dapat dipungkiri bahwa sistem ini juga memiliki sejumlah kelemahan. Di antaranya adalah tingginya biaya politik yang dikeluarkan, baik oleh calon kepala daerah maupun oleh negara. 

Kampanye yang mahal, pengaruh uang dalam politik, dan politik identitas yang sering muncul dalam Pilkada langsung, memang menunjukkan sisi buruk dari sistem ini. Di sini, usulan untuk mempercayakan pemilihan kepala daerah kepada DPRD, yang diharapkan lebih selektif dan berorientasi pada kualitas, memang bisa menjadi sebuah alternatif.

Namun, kita perlu mempertanyakan sejauh mana DPRD benar-benar mewakili aspirasi rakyat dalam memilih kepala daerah. DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat seharusnya bertugas untuk menyuarakan kepentingan rakyat. 

Namun, dalam praktiknya, tidak jarang DPRD justru lebih dipengaruhi oleh kepentingan partai politik dan kelompok tertentu, ketimbang suara rakyat secara keseluruhan. Hal ini bisa menimbulkan potensi korupsi kekuasaan, di mana pemilihan kepala daerah lebih banyak ditentukan oleh lobi-lobi politik dan bukan oleh kehendak rakyat.

Selain itu, pemilihan kepala daerah oleh DPRD berpotensi mengurangi akuntabilitas pemimpin terhadap rakyat. Pemimpin yang dipilih langsung oleh rakyat cenderung lebih mendengarkan dan merespons kebutuhan serta aspirasi masyarakat, karena mereka merasa memiliki tanggung jawab langsung kepada konstituen yang memilihnya. 

Berbeda halnya dengan kepala daerah yang dipilih oleh DPRD, yang mungkin lebih mengutamakan hubungan politis dengan anggota DPRD daripada dengan masyarakat luas. Dengan kata lain, pemilihan kepala daerah oleh DPRD dapat menyebabkan kepala daerah merasa kurang terikat dengan rakyat yang mereka pimpin, sehingga menurunkan kualitas pemerintahan.

Dalam konteks efektivitas, pemilihan kepala daerah oleh DPRD memang mungkin akan mengurangi biaya yang selama ini menjadi beban. Namun, efisiensi tidak selalu sejalan dengan kualitas demokrasi. 

Efisiensi dalam hal biaya dan penyelenggaraan Pilkada bisa jadi mengorbankan kualitas pemimpin yang terpilih, jika DPRD tidak mampu memilih dengan objektivitas dan tanpa adanya pengaruh politik yang kuat. Sistem demokrasi harus mengutamakan representasi yang akurat dari kehendak rakyat, bukan sekadar efisiensi administratif.

Di sisi lain, jika wacana perubahan sistem ini diterapkan, kita juga harus mengantisipasi dampaknya terhadap politik lokal. Pemilihan oleh DPRD berpotensi memperkuat dominasi elit politik dan partai, yang bisa merugikan representasi politik rakyat, terutama di daerah-daerah yang masyarakatnya memiliki akses terbatas terhadap proses politik. 

Ketergantungan pada partai politik yang dominan bisa mengarah pada kesenjangan dalam demokrasi, di mana hanya elit yang memiliki kuasa untuk menentukan pemimpin daerah, bukan masyarakat luas.

Maka dari itu, pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung oleh rakyat bukan hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga tentang memastikan bahwa pemerintahan berjalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. 

Pilkada langsung memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengontrol jalannya pemerintahan secara langsung, sehingga jika ada kebijakan yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat, mereka bisa dengan mudah mengganti pemimpin pada periode berikutnya. Hal ini tidak akan tercapai jika pemilihan kepala daerah hanya dilakukan oleh DPRD yang tidak selalu mencerminkan kehendak rakyat secara menyeluruh.

Selain itu, pemilihan langsung memberikan ruang untuk proses pendidikan politik bagi masyarakat. Ketika rakyat diberi kesempatan untuk memilih langsung pemimpin mereka, mereka juga belajar bagaimana cara memilih pemimpin yang terbaik, berdasarkan rekam jejak, visi, dan program kerja, bukan semata-mata karena ketergantungan pada kekuatan politik atau uang. 

Pemilu langsung mengajarkan masyarakat untuk lebih kritis terhadap calon yang ada dan turut mengedukasi mereka dalam memilih pemimpin yang mampu mengemban amanah dengan baik.

Kesimpulannya, meskipun usulan pemilihan kepala daerah oleh DPRD memiliki niat untuk menciptakan efisiensi dalam pengelolaan biaya politik, kita harus mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap kualitas demokrasi dan akuntabilitas pemerintahan. 

Demokrasi yang mengedepankan daulat rakyat, melalui pemilihan langsung, memungkinkan rakyat untuk secara langsung menentukan nasib mereka dan memastikan bahwa pemimpin yang terpilih benar-benar memiliki hubungan yang dekat dan responsif terhadap kebutuhan rakyat. 

Oleh karena itu, penting untuk mempertahankan sistem Pilkada langsung yang memberikan ruang bagi rakyat untuk berperan aktif dalam menentukan masa depan daerah dan negara.

***

*) Oleh : Abdullah Fakih Hilmi AH, S.AP., Akademisi dan Wirausahawan.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.