TIMES MALANG, JAKARTA – Kasus korupsi yang melibatkan Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kembali menyoroti dinamika politik dan hukum di Indonesia.
Meskipun Hasto Kristiyanto dan pihak partai berusaha mengklarifikasi bahwa tuduhan tersebut adalah bagian dari upaya intimidasi hukum yang berpotensi bersifat politis, hal ini tidak serta merta menghapus keraguan publik terhadap ketulusan perjuangan partai tersebut.
Dalam pernyataannya, Hasto menegaskan bahwa mereka berpijak pada semangat perjuangan Bung Karno, yang rela dihukum demi bangsanya. Namun, di tengah klaim pembelaan tersebut, ada sejumlah pertanyaan mendalam yang perlu dikaji lebih jauh.
PDI Perjuangan, sebagai partai besar yang mengklaim dirinya sebagai pembela rakyat, harusnya lebih waspada dalam menyikapi kasus semacam ini. Tuduhan korupsi terhadap tokoh kunci partai ini, apalagi jika kemudian diwarnai dengan klaim politisasi, membuka celah bagi publik untuk mempertanyakan sejauh mana partai tersebut benar-benar konsisten dengan prinsip-prinsip yang mereka anut.
Meski secara tegas Hasto menegaskan bahwa mereka berjuang untuk keadilan dan kebenaran, tindakan hukum yang mengarah pada dirinya justru semakin memperjelas ketimpangan dalam sistem politik dan hukum yang ada.
KPK, sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk memberantas korupsi, harus bertindak tegas tanpa pandang bulu. Tidak ada yang kebal terhadap hukum, termasuk pejabat dan tokoh politik, apalagi jika bukti yang ada cukup kuat. Namun, tuduhan bahwa proses hukum ini merupakan bagian dari politisasi tidak bisa dipandang sebelah mata.
Sejarah menunjukkan bahwa politik dan hukum kerap kali saling bersinggungan, dan seringkali proses hukum dapat dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan politik tertentu. Oleh karena itu, sangat penting bagi KPK untuk menjaga kredibilitasnya dengan menjalankan proses hukum secara transparan dan bebas dari pengaruh politik mana pun.
Kita juga tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa PDI Perjuangan sebagai partainya rakyat kecil, harusnya lebih hati-hati dalam menjaga integritasnya. Rakyat tentu berharap partai ini bisa memberikan contoh yang baik dalam hal etika politik dan hukum.
Tidak bisa dipungkiri bahwa bagi banyak orang, kasus seperti ini justru memperburuk citra politik yang sudah tercemar oleh praktik-praktik korupsi yang sulit diberantas.
PDI Perjuangan harus berani mengakui adanya kelemahan internal dan tidak sekadar membela diri dengan narasi perjuangan yang idealistik, apalagi jika hal tersebut berseberangan dengan kenyataan yang ada.
Di sisi lain, penting juga untuk menyadari bahwa upaya pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti pada satu individu atau partai saja. Korupsi adalah masalah sistemik yang melibatkan berbagai pihak dan lembaga.
Oleh karena itu, selain menyelesaikan kasus Hasto Kristiyanto, KPK juga perlu untuk menggali lebih dalam dan melakukan penyelidikan terhadap jaringan yang mungkin terlibat dalam praktek korupsi tersebut. Hanya dengan cara itu, kita bisa melihat bahwa sistem hukum kita benar-benar berjalan adil, tanpa memandang siapa yang terlibat.
PDI Perjuangan seharusnya tidak hanya mengandalkan retorika tentang perjuangan untuk bangsa dan negara, tetapi juga harus menunjukkan komitmennya dengan tindakan nyata dalam memberantas korupsi di tubuh partainya sendiri. Sebagai partai yang mengusung semangat nasionalisme dan pembangunan bangsa, mereka harus bisa memberikan contoh teladan dalam berpolitik, baik dalam hal moralitas maupun integritas.
Apalagi, Hasto Kristiyanto sendiri adalah figur yang cukup dikenal, dan perannya sebagai Sekjen partai besar tentu memberi pengaruh signifikan terhadap arah kebijakan partai tersebut.
Menanggapi kasus ini, PDI Perjuangan juga perlu lebih terbuka terhadap kritik yang datang, baik dari masyarakat maupun media. Dalam era demokrasi yang semakin terbuka, partai politik tidak lagi bisa mengabaikan suara publik yang menginginkan proses hukum berjalan tanpa intervensi politik.
Klaim politisasi harus bisa dibuktikan dengan bukti yang jelas dan kuat, jika tidak, tuduhan tersebut justru akan menambah ketidakpercayaan publik terhadap institusi politik dan hukum.
Penting bagi masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh narasi politik yang dibangun untuk membela diri, tetapi juga harus kritis terhadap dinamika politik yang sedang berlangsung. PDI Perjuangan, seperti partai politik lainnya, harus diuji dalam hal kepatuhan terhadap hukum, bukan hanya dalam soal ucapan atau klaim politik.
Proses hukum yang tengah berlangsung terhadap Hasto Kristiyanto akan menjadi ujian penting bagi partai ini dalam membuktikan apakah mereka benar-benar berkomitmen pada prinsip-prinsip keadilan dan pemberantasan korupsi, atau sekadar berusaha menutupi ketidakberesan di dalam tubuh internalnya dengan balutan narasi bela negara.
Pada akhirnya, yang dibutuhkan bukan sekadar retorika tentang nasionalisme dan bela negara, tetapi tindakan nyata dalam menegakkan keadilan dan melawan korupsi.
Hasto Kristiyanto dan PDI Perjuangan harus siap menghadapi proses hukum dengan kepala tegak, tanpa mengorbankan integritas hukum demi kepentingan politik sesaat. Jika tidak, mereka akan semakin terperangkap dalam pusaran politik yang hanya menambah luka bagi demokrasi Indonesia. (*)
***
*) Oleh : Abdullah Fakih Hilmi AH, S.AP., Akademisi dan Wirausahawan.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |