https://malang.times.co.id/
Berita

Mengenang Gus Dur: Natal dan Harmoni

Jumat, 27 Desember 2024 - 18:18
Mengenang Gus Dur: Natal dan Harmoni Abdurrahman Wahid atau Gus Dur (FOTO: Dok TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Bayangkan. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, masih bersama kita ini. Meski usia dan penyakit menggerogoti tubuhnya, namun semangat dan alam pikirnya tetap tegak dan kokoh. Tak sedikit pun dimakan usia.

Di momen Natal 2024 kali ini. Ia diundang oleh jemaat sebuah gereja untuk ceramah. Gus Dur dimina untuk berbagi lagi soal pesan-pesan kebangsaan, perdamaian dan harmoni kepada jemaat dalam perayaan Natal kali ini.

Tanpa mengindahkan kondisi tubuh dan kesehatannya, Gus Dur menerima dengan suka cita undangan itu.

Di mimbar gereja itu, Gus Dur memulai pidatonya.

                                            ------------------------------------

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam Sejahtera. 

Saudara-Saudara sekalian,

Pertama, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan atas undangan yang sangat istimewa buat saya. 

Natal adalah momen refleksi. Bukan hanya bagi umat Kristiani, tetapi juga bagi kita semua sebagai bangsa. Natal adalah momen penting yang mengingatkan kita pada kasih, pengorbanan, dan harapan akan perdamaian yang lebih baik di masa depan. Natal juga harus jadi momen memperkuat semangat harmoni dan persatuan.

Hari ini, di bawah atap yang menaungi kita bersama, mari kita renungkan dan berbincang lagi soal harmoni. Harmoni dalam menjawab tantangan masa depan kita sebagai bangsa. Harmoni sebagai landasan keberagaman Indonesia.

Saudara-saudara yang saya muliakan.

Dalam Al-Qur'an, kitab suci umat Islam, disebutkan, "Hai manusia, sungguh Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenal-mengenal." Ayat ini mengingatkan kita tentang pentingnya harmoni dan keberagaman.

Kita hidup di negeri yang kaya dengan perbedaan. Ada lebih dari 1.300 kelompok etnis dan lebih dari 700 bahasa daerah yang tersebar di Nusantara ini. Sebuah keajaiban jika kita pikirkan bahwa bangsa sebesar dan seberagam ini bisa bersatu dalam satu nama: Indonesia.

Namun, persatuan ini bukan sesuatu yang terjadi begitu saja. Ia adalah hasil dari komitmen bersama untuk menjaga harmoni, toleransi, dan kerukunan. Saya sering mengatakan bahwa keberagaman bukanlah ancaman, tetapi berkah. Apa yang membuat kita besar bukanlah kesamaan, melainkan kemampuan kita untuk merayakan perbedaan sambil tetap berjalan dalam satu tujuan.

Harmoni bukan hanya tentang toleransi, tetapi tentang menghargai perbedaan. Harmoni bukan hanya tentang kerukunan, tetapi tentang membangun kebersamaan.

Kita harus melihat harmoni sebagai fondasi. Tanpa harmoni, apa artinya kemajuan ekonomi? Tanpa toleransi, bagaimana kita bisa berbicara tentang demokrasi? Dan tanpa kerukunan, bagaimana kita bisa mencapai perdamaian?

Mari kita jujur. Harmoni tidak datang tanpa tantangan. Dalam beberapa dekade terakhir, kita telah melihat berbagai dinamika sosial yang menguji kekuatan kita sebagai bangsa.

Masa depan kita juga dihadapkan pada tantangan global seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan ekonomi, dan radikalisme. Di era teknologi saat ini, teknologi yang seharusnya menyatukan kita justru sering menjadi alat yang memecah belah. Media sosial, misalnya. Ia telah menjadi ruang di mana perbedaan kecil diperbesar menjadi konflik besar. Jika kita tidak bijak, kita akan kehilangan rasa saling percaya, yang merupakan dasar dari harmoni.

Ketimpangan ekonomi yang masih tinggi di beberapa daerah menjadi pemicu konflik sosial. Ketika sekelompok orang merasa tertinggal, harmoni menjadi sulit terwujud. Dalam hal ini, keadilan sosial adalah kunci untuk menciptakan kedamaian.

Kita juga tidak bisa menutup mata terhadap ancaman radikalisme dan intoleransi. Ini adalah tantangan nyata bagi keberagaman kita. Intoleransi, baik dalam bentuk agama, suku, atau golongan, adalah virus yang harus kita lawan bersama.

Saudara-saudara.

Dalam menghadapi tantangan-tantangan tadi, saya percaya bahwa harmoni adalah jawabannya. Namun, harmoni tidak akan datang dengan sendirinya. Ia memerlukan usaha bersama.

Toleransi adalah kunci dalam membangun harmoni. Toleransi bukan berarti kita harus menyerah pada keyakinan kita, tetapi kita belajar untuk menghormati keyakinan orang lain. Seperti yang diajarkan dalam banyak agama dan tradisi, mencintai sesama manusia adalah perintah yang universal.

Agama harus menjadi sumber inspirasi untuk membangun harmoni. Kita harus mengembangkan semangat membangun bersama. Tidak hanya sekadar hidup bersama.

Dalam Islam, konsep ukhuwah atau persaudaraan, mengajarkan kita untuk menghormati dan menghargai sesama. Dalam Kristen, konsep kasih mengajarkan kita untuk mencintai sesama seperti diri sendiri.

Saya selalu percaya bahwa dialog antaragama adalah salah satu cara terbaik untuk menyelesaikan perbedaan. Ketika kita mau berbicara dan mendengarkan, kita bisa menemukan titik temu. Dialog bukan sekadar bertukar kata, tetapi juga bertukar hati dan pikiran.

Saudara-saudara sekalian.

Harmoni tidak akan tercapai tanpa keadilan. Kita harus memastikan bahwa setiap warga negara memiliki akses yang sama terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi. Pemerintah, masyarakat sipil, dan kita semua memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang adil dan inklusif.

Harmoni hanya bisa dicapai jika kita kembali kepada nilai-nilai dasar bangsa kita: Pancasila. Ia bukan sekadar dokumen, tetapi kompas moral yang membimbing kita dalam keberagaman. Jika kita setia pada prinsip-prinsip Pancasila, kita akan menemukan jalan keluar dari setiap tantangan.

Izinkan saya mengingatkan saudara-saudara kembali tentang sejarah kita. Sejarah bangsa ini. Ketika para pendiri bangsa ini, dengan segala perbedaan mereka, berkumpul untuk mendirikan Indonesia, mereka tidak memikirkan kepentingan pribadi atau golongan. Mereka memikirkan satu hal: masa depan bersama.

Kita memiliki tokoh-tokoh seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan para pahlawan lainnya, yang mengajarkan kita bahwa keberagaman adalah kekuatan. Mereka tidak membangun Indonesia dengan cara menghapus perbedaan, tetapi dengan merangkulnya.

Demikian pula, kita memiliki tokoh-tokoh agama yang mengajarkan pentingnya kedamaian dan toleransi. Dalam Islam, ada ajaran tentang rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi semesta alam. Dalam Kristen, ada perintah untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri. Nilai-nilai ini adalah dasar dari harmoni yang kita cari.

Saudara-saudara.

Tantangan di masa depan tidak akan menjadi lebih mudah. Namun, saya percaya bahwa kita memiliki kekuatan untuk menghadapinya.

Mari kita jadikan perbedaan sebagai kekuatan, bukan kelemahan. Mari kita jadikan toleransi sebagai prinsip, bukan sekadar slogan. Dan mari kita jadikan harmoni sebagai tujuan bersama, bukan sekadar mimpi.

Di akhir bicara di mimbar ini, izinkan saya mengutip salah satu ungkapan yang selalu menjadi pegangan saya: "Yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan". Jika kita menjunjung tinggi kemanusiaan, saya yakin kita bisa menjawab setiap tantangan yang ada.

Selamat Natal bagi seluruh saudara-saudara umat Kristiani. Semoga kasih dan damai Natal menyertai kita semua. Dan bagi seluruh rakyat Indonesia, mari kita terus berjalan bersama dalam semangat harmoni, perdamaian, dan kerukunan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

                                                    ----------------------------

Begitulah kira-kira yang disampaikan pidato Gus Dur saat berbagi pesan di depan jemaat gereja itu. 

Gus Dur memang sudah meninggalkan kita saat ini. Namun alam pikirnya tidak akan pernah meninggalkan kita.

Gus Dur tetap hidup di hati kita. Semoga.

 

*) Oleh : Faizal Rizki Arief, jurnalis, tinggal di Kota Malang 

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Faizal R Arief
Editor : Faizal R Arief
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.