TIMES MALANG, JAKARTA – Di beberapa kesempatan, entah dengan nada gurau atau serius, sejumlah kawan mempertanyakan ulang kewalian Gus Dur. “Kalau Gus Dur memang seorang wali, mengapa dia kalah dalam pertarungan politik saat menjadi presiden? Jika benar Gus Dur wali-tanya mereka yang menyangsikan-mengapa Allah tidak menolongnya? Bukankah wali itu adalah kekasih? Apa Allah rela jika kekasihnya disakiti oleh musuh-musuhnya?”
Seperti yang tercatat dalam lembar sejarah, Gus Dur dilantik menjadi Presiden Ke-4 RI pada 20 Oktober 1999. Sayangnya, belum genap dua tahun dia menjabat sebagai presiden, tepatnya 21 bulan, dia dilengserkan dari jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui Sidang Istimewa 23 Juli 2001.
Sidang Istimewa ini digelar berdasarkan tudingan Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas dugaan penggunaan dana Yayasan Dana Kesejahteraan Karyawan Badan Urusan Logistik (Yanatera Bulog) sebesar 4 juta dolar Amerika. Sebuah tudingan yang hingga kini tak pernah bisa dibuktikan secara hukum.
Gus Dur dilengserkan sepenuhnya karena manuver politik oleh para oligarki saat itu. Hingga Gus Dur turun tahta, kasus hukum yang dituduhkan kepadanya tak pernah terbukti. Jaksa Agung dan Kepolisian sendiri sudah menyatakan bahwa Gus Dur tidak terkait dengan kasus yang dituduhkan kepadanya.
Pasca peristiwa itu, di beberapa kesempatan, Gus Dur menyatakan bahwa yang menimpa dirinya murni persoalan politik kekuasaan. Yang sangat menyedihkan adalah tuduhan ini diajarkan sebagai kebenaran kepada siswa-siswa melalui buku ajar.
Nama baik Gus Dur baru dipulihkan setelah 15 tahun wafatnya, melalui pencabutan TAP MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggung jawaban Presiden Republik Indonesia.
Pada saat penyerahan pencabutan TAP MPR itu, Ibu Sinta Nuriyah Wahid, istri Gus Dur, meminta nama Gus Dur segera direhabilitasi dengan mengembalikan nama baik martabat dan hak-haknya sebagai mantan presiden.
Segala bentuk publikasi, baik buku pelajaran maupun buku-buku yang menyangkut pautkan penurunan Gus Dur dengan TAP MPR Nomor II/MPR/2001 mesti ditarik untuk direvisi.
Jadi, orang baik dan kekalahan dalam berpolitik itu urusan lain. Bahkan jika Gus Dur dianggap waliyullah pun tidak ada rumus sejarah di mana setiap orang baik selalu menjadi pemenang di akhir cerita.
Tak setiap kisah nabi-nabi berakhir seperti kisah kemenangan Musa alaihisssalam ketika melawan Fir’aun. Nabi Muhammad pun pernah kalah dalam peperangan melawan kaum kafir Quraisy.
Kisah John Pembaptis (Nabi Yahya dalam tradisi Islam) mungkin bisa dijadikan sebagai salah satu contoh. John Pembaptis adalah nabi yang aktif berdakwah di wilayah Kerajaan Galilea di bawah kekuasaan Raja Herodes Antipas, putra dari Herodes.
Herodes inilah yang menyuruh membunuh semua anak laki-laki di Betlehem yang berusia dua tahun ke bawah, karena menurut ramalan akan menjadi pesaing yang bisa menyingkirkan Dinasti Herodes di masa depan.
Di bawah perintah Herodes, tentaranya membunuh Nabi Zakaria karena tidak mau menunjukkan posisi John Pembaptis yang saat itu masih bayi. Herodes meninggal pada abad 4 SM.
Kalau ayahnya menyuruh membunuh Nabi Zakaria dan semua anak laki-laki Betlehem, maka ketika Herodes Antipas berkuasa, dialah orang yang menangkap dan memenjarakan Jon Pembaptis. Menurut Markus, salah satu pengikut Yesus yang sangat penting, penangkapan ini disebabkan karena John Pembaptis mengkritik Herodes Antipas yang menikahi Herodias, keponakannya sendiri yang sudah menjanda.
Beberapa sejarawan lebih melihat motif politik di balik peristiwa ini. Sejarawan Josephus, misalnya, melihat bahwa penangkapan John Pembaptis karena jumlah pengikutnya yang terus bertambah.
John Pembaptis adalah pendakwah yang sangat kharismatik. Dia berasal dari keluarga suci yang sangat dihormati. Keberadaannya terus menjadi ancaman bagi otoritas politik saat itu. Apalagi, pengikutnya terus bertambah di tengah ketidakpuasan rakyat terhadap otoritarianisme dan kerakusan Raja Herodes Antipas dan keluarganya.
Santo Markus memberi informasi detail tentang eksekusi John Pembaptis. Salome, anak perempuan Herodias dari suami sebelumnya, sedang dalam suasana riang merayakan ulang tahunnya. Herodes Antipas kemudian menawarkan kepada sang putri sambung, “ingin hadiah apa?” bahkan separuh kerajaan pun boleh.
Salome kemudian lari ke ibunya minta masukan hadiah apa enaknya. Ibunya menyarankan untuk meminta hadiah ‘kepala John Pembaptis di atas piring’. Herodes Antipas memenuhinya. Dia memenggal kepala John Pembaptis, menaruhnya di atas piring. Dan, diberikan ke Salome.
Sekalipun tidak sangat detail, peristiwa pembunuhan beberapa rasul ini juga diabadikan oleh al-Qur’an.
Misalnya, dalam surah al-Maidah, ayat 70 yang artinya “Sungguh, Kami benar-benar telah mengambil perjanjian dari Bani Israil dan telah mengutus rasul-rasul kepada mereka. Setiap kali rasul datang kepada mereka dengan membawa apa yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, sebagian (dari rasul itu) mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.”
Jadi, tidak semua orang baik menang di akhir cerita. Banyak nabi dan wali yang menjemput ajalnya secara tragis dalam sebuah eksekusi di tangan penguasa. Kekalahan dan kemenangan dalam kehidupan tidak selalu berkelindan dengan kebaikan atau keburukan.
Dalam kasus kekalahan Gus Dur, pelengserannya tidak ada sangkut pautnya dengan kebaikannya. Bahkan, jika Anda meyakini bahwa Gus Dur seorang waliyullah pun tidak ada keharusan bahwa dia harus menjadi pemenang dalam pertarungan politiknya.
***
*) Oleh : Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag., Sekretaris Balitbangdiklat Kementerian Agama RI.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |