Kopi TIMES

Bung Hatta dan Konsepsi Ekonomi Kerakyatan

Jumat, 06 Agustus 2021 - 12:34
Bung Hatta dan Konsepsi Ekonomi Kerakyatan Gustamin Abjan, Pegiat Forum Wacana Kritis (FWK) Kota Malang.

TIMES MALANG, MALANG – Sebagian besar kawan-kawan saya begitu tertarik dengan sosok Bung Hatta. Mereka sangat mengidolakan sang proklamator melebihi kekagumannya pada publik figur yang lain. Alasannya beragam. Sebagian dari mereka mengidolakan Hatta karena terinspirasi kiprahnya dalam pentas pergerakan nasional. Sementara yang lain karena tergoda dengan percikan pemikiran yang diwariskan oleh Bung Hatta. Kendati motif keduanya berbeda, tetapi sosok Bung Hatta, bagi mereka telah menjelma sebagai denyut nadi yang menghidupkan gerakan aktivisme lintas generasi.

Mohammad Hatta lahir di Bukit Tinggi pada tanggal 12 Agustus 1902. Ia dibesarkan dari ibu berlatar pebisnis dan sang ayah dari kalangan sufistik. Dari sentuhan kasih sayang dan didikan keluarga membentuk Hatta menjadi pribadi yang sederhana, jujur dan moderat. Ketika Hatta baru berusia tujuh tahun, ayahnya meninggal dunia. Kalaupun ia hidup sebagai yatim, tak menyulut semangat Hatta untuk mengenyam pendidikan. 

Studi tingkat dasar ia peroleh di Europeesce Lagere School (ELS). Setelah lulus pada 1913, ia melanjutkan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di kota Padang. Selama di padang, Hatta kerap bergaul dengan masyarakat yang terorganisir dalam serikat usaha yang bertujuan meningkatkan derajat kaum pribumi. selain itu, ia menghabiskan waktu dengan bergabung dalam organisasi Jong Sumatranen Bond (JBS) Cabang Padang. Aktivisme Hatta berlanjut tatkala ia hijra ke Batavia melanjutkan studi di Pirns Hendrik Handels School (PHS), yang ia tuntaskan pada tahun 1921. Selain studi di Batavia, Hatta juga terlibat dalam gerakan politik Jong Sumteranean Bond pusat, yang kelak ia diangkat menjadi bendahara. Pergulatan politik inilah yang kemudian memupuk benih-benih nasionalisme dan kepakarannya di bidang ekonomi. Setelah lulus di PHS, Hatta menempuh studi di negeri kincir angin dengan mengambil jurusan ekonomi di Erasmus University. Di Kampus inilah aktivisme politik Hatta berlanjut, dan tak kalah penting, identitas pemikiran ekonominya menemukan orisinilitas.

Safari Intelektual 

Pemikiran ekonomi Bung Hatta terbentuk mula-mula ketika ia kuliah di Erasmus University dan aktif di organisasi Perhimpunan Indonesia (PI). Ia menuntaskan kuliah terbilang lama, kurang lebih 11 tahun. Sebab, selama meniti studi di negeri induk kolonial, ia tidak sekadar kuliah melainkan ia wakafkan tenaga dan pikirannya untuk perjuangan politik kemerdekaan Indonesia melalui organisasi PI. PI merupakan perkumpulan pelajar Indonesia di Belanda yang mempunyai cita-cita besar untuk membebaskan bangsa Indonesia dari kungkungan jajahan kolonial. Di organisasi inilah kelak propaganda dan agitasi ditancapkan. Majalah Indonesische Vereniging milik PI memuat tulisan-tulisan bernas dari anggota PI.

Gagasan ekonomi Hatta dituangkan dalam tulisan bertajuk “ Kedudukan ekonomi orang Indonesia yang menyewakan tanah”  dan “Beberapa catatan tentang ordonansi penyewaan tanah di Indonesia serta tulisan-tulisan berikutnya yang menggemparkan pihak kolonial. Inti dari tulisan ini adalah memberi dukungan petani Indonesia untuk meningkatkan harga sewa tanah kepada pihak korporasi gula di Jawa. 

Konsepsi ekonomi Bung Hatta semakin kental dengan sosialisme tatkala ia bercakap dengan Tan Malaka mengenai gagasan Marxisme “kediktatoran proletariat”. Dari percakapan itu, Hatta terinspirasi oleh pernyataan Tan Malaka tentang prinsip ekonomi sosialis “produksi oleh semua, untuk semua dibawa pimpinan institusi di berbagai masyarakat. Setelahnya, Hatta membaca secara intensif literatur-literatur sosialisme, membangun relasi dengan partai  Buruh Sosialis Demokrat (SDAP) di Belanda, berkunjung ke negara-negara Skandinavia untuk belajar lebih detail tentang konsep koperasi, dan sebagai aktivis PI, ia kerap menggaungkan propaganda Indonesia merdeka di forum-forum internasional seperti di kongres liga demokrasi di Bieville, Prancis dan Liga Anti Imperialisme di Brussel, Belgia. Dari destinasi intelektual dan politik inilah yang kelak mengkristal dan mempengaruhi gagasan ekonominya yang dipadukan dengan kultur masyarakat Indonesia.

Ekonomi Kerakyatan

Konstruksi ekonomi kerakyatan inheren dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Artinya, gagasan ekonomi kerakyatan merupakan nilai, yang urgensinya, membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Bung Karno jauh-jauh hari mengatakan, penjajahan kolonial adalah penjajahan ekonomi, untung-rugi, its bussines!  Maka, untuk membendung dominasi kolonial dalam struktur ekonomi, dilahirkanlah gagasan ekonomi yang seirama dengan karakteristik bangsa Indonesia yang penuh dengan semangat gotong royong dan solidaritas yang tinggi.

Ekonomi Kerakyatan tidak hanya mengandung nilai yang mampu meretas strata sosial warisan kolonial tetapi menciptakan nuansa sosial yang egaliter. Setara. Tanpa penindasan. Gagasan itu bukanlah angin lalu, melainkan tekad kuat dari founding fathers yang kelak dilegalkan dalam konstitusi pada pasal 33 ayat 1-3 “ perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara serta bumi, air dan segala sumber kekayaan di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Kata kuncinya adalah rakyat bukan penguasa atau pengusaha. Rakyat adalah pemegang mandat kedaulatan ekonomi melalui institusi koperasi. “Kemakmuran masyarakat yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan usaha kekeluargaan. Bangun perusahaan seusai dengan itu ialah koperasi”.  Itulah esensi dari ekonomi kerakyatan.

Ekonomi Kerakyatan Hari Ini

UUD pasal 33 tentang ekonomi hanyalah hiasan konstitusi. Ia sebatas gagasan yang sebetulnya mulia tetapi sangat utopis. Narasi narasi kerakyatan yang disematkan dalam terma ekonomi ini hanyalah komoditas yang ditransaksikan dalam momentum politik elektoral semata.

Kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, demokrasi politik dan ekonomi hanya sebatas wacana populis dari pemangku kebijakan. Tetapi realitasnya,  implementasi kebijakan kerap bertolak-belakang dengan gagasan ekonomi kerakyatan. UU Omnibus Law dan Presidential Threshold memberi privilege bagi kalangan oligark, Korupsi menjalar ke berbagai lini (terbaru korupsi bansos Covid-19 kementrian sosial yang hanya dikurung 11 tahun penjara), ketimpangan kian menajam, pajak korporasi di pangkas dari 25% menjadi 17 % sementara  menurut Kementrian Ketenagakerjaan per tanggal 31 juli 2020 jumlah tenaga kerja formal yang di PHK 1,1 juta orang dan dirumahkan 380 ribu orang serta untuk sektor informal 630 ribu orang terdampak akibat pandemi. 

Inilah polarisasi dari ekonomi pasar bebas yang secara periodik menuntun sektor ekonomi ke lubang krisis yang terjal. Kendati diobati dengan subsidi dan efisiensi tetapi tak mampu mendongkrak ekonomi keluar dari jalur krisis. Perlu pembenahan sistemik dengan menghadirkan gagasan ekonomi kerakyatan Bung Hatta sebagai pijakan ideologis kebijakan ekonomi dengan menjadikan Koperasi sebagai katalisator penggerak ekonomi rakyat. Sebab Koperasi, bagi Bung Hatta bukan sekadar entitas ekonomi tetapi memiliki fungsi sebagai wadah pendidikan. Dalam bidang ekonomi, koperasi menghimpun kepentingan rakyat secara kolektif, bersifat egaliter, solidaritas, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kekeluargaan, yang sebenarnya telah diaktualisasikan di era pandemi saat ini dengan istilah rakyat bantu rakyat. Sementara di bidang pendidikan, Koperasi membentuk pribadi bangsa yang yang jujur dan berkrakter yang bermuara pada cita-cita anti korupsi. Artinya koperasi tidak sebatas lembaga tetapi ia adalah roh bagi ekonomi bangsa yang bebas dari nilai kapitalisme, kolonialisme dan imperialisme. 

***

*) Oleh : Gustamin Abjan, Pegiat Forum Wacana Kritis (FWK) Kota Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

***

**) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta :
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.