TIMES MALANG, MALANG – Prof. Ir. Herry S. Utomo, MS, PhD, membuktikan bahwa lulusan Indonesia mampu menembus panggung akademik dunia. Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB) ini kini menjabat sebagai profesor tetap di Louisiana State University (LSU), Amerika Serikat, sebuah posisi prestisius yang hanya diberikan kepada akademisi terpilih melalui seleksi ketat.
Prof. Herry meniti karier akademik dari UB, melanjutkan studi magister di University of Kentucky, dan meraih gelar doktor di LSU dengan beasiswa penuh. Usai menyelesaikan pendidikan doktoral, ia mengikuti proses seleksi terbuka dan berhasil diangkat sebagai asisten profesor, kemudian naik menjadi profesor madya, hingga meraih jabatan profesor penuh (tenured professor) pada 2017. Atas kontribusi ilmiahnya, ia dianugerahi gelar kehormatan F. Avalon Daggett Endowed Professor.
“Saya tidak pernah membayangkan bisa meraih gelar profesor tetap di universitas negeri Amerika. Semua itu saya capai melalui proses panjang, bukan hanya soal kecerdasan, tapi ketekunan, karakter, dan komitmen untuk terus berkembang,” ujar Prof. Herry.
Salah satu inovasi terbesar Prof. Herry adalah Cahokia Rice, varietas padi tinggi protein pertama di dunia yang dikembangkan melalui mutasi alami (non-GMO). Beras ini mengandung 50 persen lebih banyak protein dibandingkan varietas biasa, memiliki indeks glikemik rendah, dan sangat cocok untuk penderita diabetes maupun pelaku pola makan sehat.
Beras ini juga unggul secara agronomis, tahan terhadap penyakit jamur Pyricularia grisea, umur pendek, dan mampu dipanen hingga 7.560 kg/ha, setara dengan 150 kg protein murni per hektar atau sekitar 550 kg daging dan 4.500 liter susu.
“Cahokia Rice bukan hanya inovasi sains, tapi juga misi kemanusiaan. Kami ingin menciptakan solusi pangan yang sehat, alami, dan dapat membantu mengatasi masalah kekurangan gizi global, terutama protein,” tegasnya.
Jika varietas ini ditanam secara luas di Indonesia, potensi tambahan asupan protein nasional bisa mencapai 1 juta ton per tahun, atau setara 3,6 juta ton daging.
Meski berkarier di luar negeri, Prof. Herry tidak melupakan Indonesia. Ia aktif membangun kerja sama riset dengan kampus-kampus tanah air dan terlibat dalam program edukasi di daerah tertinggal seperti Papua. Ia juga menjabat sebagai Presiden Indonesian Diaspora Network United (IDN-U), yang memperkuat kontribusi diaspora Indonesia secara global.
“Saya selalu percaya bahwa setiap ilmu harus dikembalikan kepada masyarakat. Ilmu yang hanya berhenti di jurnal tidak cukup,” ungkapnya.
Prof. Herry rutin pulang ke Indonesia untuk mendukung program pendidikan, berbagi pengetahuan melalui kuliah daring, dan menjalin kolaborasi internasional. Ia menilai diaspora Indonesia adalah aset strategis yang dapat menjadi jembatan inovasi dan perubahan bagi tanah air.
“Patriotisme dalam komunitas diaspora adalah kekuatan luar biasa. Mereka mungkin tinggal jauh dari tanah air, tapi kecintaan dan komitmen mereka untuk berkontribusi tidak pernah padam,” katanya.
Untuk mahasiswa dan generasi muda Indonesia, khususnya di Universitas Brawijaya, Prof. Herry memberikan pesan kuat untuk berani bermimpi besar dan tidak mudah menyerah.
“Saya anak Malang, kuliah di UB. Semua bisa dicapai asal mau kerja keras. Jangan cengeng, jangan cepat puas,” pesannya.
Ia mendorong anak muda untuk keluar dari zona nyaman dan tidak hanya fokus pada IPK, tetapi juga membangun karakter, memperluas jaringan, dan memberi dampak nyata bagi masyarakat.
“Kadang, peluang itu harus kita ciptakan sendiri. Kalau kalian bisa sukses nanti, jangan lupa kembali. Kembalilah untuk membangun negeri ini, dengan pengalaman, ilmu, dan karakter yang kalian bawa. Indonesia butuh kalian,” ujarnya. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Imadudin Muhammad |