TIMES MALANG, MALANG – Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) yang tergabung dalam Kelompok 41 Kuliah Kerja Nyata (KKN) menyelenggarakan sosialisasi pencegahan pernikahan dini di SMA IT Al-Qurbah, Desa Kemantren, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Kegiatan ini berlangsung pada 14–21 Juli 2025 sebagai bagian dari program pengabdian masyarakat yang diusung oleh FIA UB.
Sosialisasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran remaja tentang risiko pernikahan dini, serta mengedukasi mereka agar mampu mengambil keputusan hidup secara bijak dan berbasis informasi. Kegiatan tersebut digelar dalam dua sesi dan mendapat sambutan positif dari siswa serta pihak sekolah.
Ketua pelaksana program, Edrico, menjelaskan bahwa tema ini dipilih sebagai bentuk respon terhadap maraknya kasus pernikahan usia muda di wilayah Jabung. Desa Kemantren sendiri telah ditetapkan sebagai desa percontohan pencegahan pernikahan dini oleh pemerintah kecamatan.
“Kami ingin meningkatkan kesadaran generasi muda terkait bahaya pernikahan dini. Selain itu, ini juga sebagai bentuk dukungan terhadap program dari kecamatan untuk menjadikan Desa Kemantren sebagai model edukasi,” jelas Edrico.
Sesi pertama diisi dengan penyampaian materi oleh dua narasumber, yakni Gadot Jafar Shodiq, S.Ag., M.H., penyuluh agama dari KUA Kecamatan Jabung, serta Matea Aprianti, A.Md. Keb., bidan Desa Kemantren dari Puskesmas Jabung. Keduanya memberikan pemaparan dari perspektif keagamaan dan kesehatan terkait dampak negatif pernikahan dini.
Setelah sesi materi, para peserta diajak menulis opini bertema pencegahan pernikahan dini. Pada sesi kedua, hasil karya terbaik diumumkan dan dipublikasikan melalui media majalah dinding (mading) sekolah. Mading ini menjadi media ekspresi sekaligus ruang edukatif yang berkelanjutan.
Kegiatan ini merupakan hasil sinergi antara mahasiswa, pemerintah desa, lembaga pendidikan, KUA, dan Puskesmas, yang bersama-sama menciptakan gerakan literasi dengan dampak nyata di masyarakat. Para siswa menunjukkan partisipasi aktif dalam diskusi, serta mulai menunjukkan kesadaran kritis melalui tulisan-tulisan mereka.
Menurut panitia, terjadi peningkatan pemahaman di kalangan siswa terhadap konsekuensi pernikahan dini, baik dari aspek pendidikan, kesehatan reproduksi, hingga dampak sosial ekonomi.
Desa Kemantren pun dinilai sukses menjadi contoh praktik baik dalam edukasi pencegahan pernikahan dini berbasis sekolah dan masyarakat.
“Sinergi antara mahasiswa, lembaga pemerintah, dan masyarakat terbukti mampu menciptakan program edukasi yang tidak hanya bersifat seremonial, tapi juga menyentuh langsung kebutuhan dan kesadaran masyarakat,” pungkas Edrico. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |