TIMES MALANG, MALANG – Ketua Senat Akademik Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Ir. Nuhfil Hanani, mengkritik kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dinilai terlalu memaksakan. Menurutnya, beberapa kebijakan Kemenkes yang saat ini banyak dikritik oleh Fakultas Kedokteran se-Indonesia memang telah melampaui batas kewenangan dalam pengelolaan pendidikan kedokteran di Indonesia.
Dia menyebut, tanggung jawab utama pendidikan, termasuk program pendidikan dokter spesialis, seharusnya berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012.
“Urusan pendidikan mulai diploma, sarjana, magister, doktor, profesi termasuk WBDS itu ada pada perguruan tinggi. Sehingga dengan demikian apakah itu hospital based, apakah university based, yang punya tanggung jawab utama adalah perguruan tinggi. Itu falsafahnya,” ujar Prof. Nuhfil.
Ia menambahkan bahwa Kemenkes seharusnya fokus pada urusan kesehatan masyarakat, seperti gizi buruk dan pelayanan kesehatan, bukan mengintervensi ranah pendidikan kedokteran.
“Kemenkes mestinya mengurusi gizi buruk, kesehatan masyarakat segala macamnya. Oleh karena sekarang ini, nggak tahu saya ceritanya, ini kan teman-teman sudah 2 atau 3 tahun yang lalu. Menahan diri, begitu ya. Sekarang sudah tidak tahan (Sehingga banyak melakukan aksi)," katanya.
Pernyataan tersebut sejalan dengan kritik yang disampaikan oleh para guru besar Fakultas Kedokteran UB dan berbagai Universitas lain seperti Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran (Unpad), yang menyoroti pembentukan kolegium kedokteran tanpa melibatkan institusi pendidikan dan organisasi profesi, serta kebijakan pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (hospital-based) yang dinilai mengabaikan kualitas pendidikan dan integritas akademik.
Prof. Nuhfil juga menekankan pentingnya memahami tugas dan kewenangan masing-masing kementerian sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
“Coba nanti dibaca tugasnya Kemenkes itu apa, tugasnya Kementerian Pendidikan Tinggi itu apa, termasuk undang-undangnya supaya kita menjadi fair untuk mengkajinya. Tidak saling memaksakan kehendak. Dan supaya nyaman masyarakat segala macamnya,” tutupnya. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |