TIMES MALANG, MALANG – Kasus tidak dibayarkannya tunjangan kinerja (Tukin) bagi dosen Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) sejak tahun 2020 hingga 2024 telah memicu dugaan adanya perbuatan melawan hukum oleh pemerintah, atau yang dikenal dalam istilah hukum sebagai onrechtmatige overheidsdaad.
Dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita pada Senin (17/02/2025), Prof. Yuddy Chrisnandi dan Prof. Johannes Gunawan mengemukakan bahwa tidak dicairkannya tukin tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum oleh penguasa.
Mereka menekankan bahwa tanggung jawab pencairan tunjangan kinerja sepenuhnya berada pada kementerian atau lembaga tempat pegawai tersebut bernaung.
Perubahan nomenklatur kementerian yang mengurus pendidikan tinggi diduga menjadi salah satu penyebab utama tidak dianggarkannya tukin bagi dosen ASN di Kemendikti Saintek. Akibatnya, sejak tahun 2020 hingga 2024, dosen-dosen tersebut tidak menerima tunjangan kinerja, sementara di kementerian lain, seluruh dosen telah menerima hak tersebut.
Pengakuan dari pihak Kemendikti Saintek sendiri menyebutkan bahwa pada masa kepemimpinan Menteri Nadiem Makarim, kementerian tersebut tidak mengalokasikan anggaran untuk pembayaran tukin dosen selama periode 2020-2024. Hal ini menimbulkan kerugian bagi para dosen ASN yang seharusnya berhak menerima tunjangan tersebut.
Menanggapi situasi ini, Sam Ardi, seorang ahli hukum dan anggota Aliansi Dosen ASN Kemendikti Saintek Seluruh Indonesia (Adaksi) koordinator wilayah Jawa Timur, berpendapat bahwa tidak dianggarkannya tukin bagi dosen sangat berpotensi memenuhi unsur perbuatan melawan hukum oleh penguasa.
Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut dapat digugat secara hukum karena selama kurun waktu 2020-2024 tidak ada upaya untuk menganggarkan tukin dosen yang merupakan hak mereka, sementara tenaga kependidikan lainnya mendapatkannya.
“Sangat besar potensi onrechtmatige overheidsdaad pada masalah penunaian hak Tukin dosen karena ASN dosen dirugikan," kata dia
“Hal tersebut dapat digugat dengan melayangkan gugatan hukum karena secara sengaja kurun waktu 2020-2024 tidak ada upaya untuk menganggarkan tukin dosen yang merupakan hak mereka sementara tendik mendapatkannya,” lanjut Sam Ardi.
Dalam konteks hukum Indonesia, onrechtmatige overheidsdaad merujuk pada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah yang mengakibatkan kerugian bagi warga negara.
Dasar hukum untuk klaim semacam ini terdapat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yang menyatakan bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pada orang lain mewajibkan pelakunya untuk memberikan ganti rugi.
Dalam upaya memperjuangkan hak mereka, para dosen ASN telah melakukan berbagai tindakan. Pada Senin (3/2/2025), ratusan dosen yang tergabung dalam Adaksi menggelar aksi damai di sekitar Patung Kuda, depan Istana Negara, Jakarta, menuntut pencairan tukin yang belum dibayarkan sejak 2020. Mereka datang dari berbagai daerah dengan setelan baju putih, menyuarakan tuntutan mereka kepada pemerintah.
Selain itu, pada hari yang sama, para dosen juga mengancam akan mogok mengajar jika tuntutan mereka tidak dipenuhi. Langkah ini diambil sebagai bentuk protes atas ketidakjelasan realisasi pembayaran tukin yang telah menjadi hak mereka selama lima tahun terakhir. (*)
Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |