TIMES MALANG, MALANG – Pengusaha senior asal Kota Malang, Ega Pragawinata (78), menggugat pelaksanaan eksekusi lelang aset yang dinilai tidak sesuai prosedur hukum. Gugatan tersebut diajukan bersama empat saudaranya ke Pengadilan Agama (PA) Kota Malang pada 18 Mei 2025, sebagai bentuk perlawanan terhadap tindakan lelang yang dilakukan KPKNL Malang atas permintaan PT Bank Panin Dubai Syariah Malang.
Menurut kuasa hukumnya, Dr. Yayan Riyanto, SH, MH, pelaksanaan lelang tersebut mengandung cacat hukum serius dan berpotensi melanggar ketentuan perbankan syariah.
Pengumuman objek milik Ega Pragawinata bahwa masih sengketa di pengadilan, dipasang di lokasi Jalan Simpang LA Sucipto Kota Malang (FOTO: Dok. Pribadi/TIMES Indonesia)
“Eksekusi ini menimbulkan pertanyaan besar soal legalitas dan prosedurnya. Kami meminta agar pelaksanaan lelang ditunda hingga ada keputusan hukum tetap,” ujar Yayan dalam keterangannya, Kamis (22/5/2025).
Berawal dari Pembiayaan Rp25 Miliar
Kasus ini bermula pada tahun 2015, saat Ega mengajukan pembiayaan senilai Rp25 miliar kepada Bank Panin Dubai Syariah dengan jaminan 12 Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terletak di kawasan strategis Jalan Simpang LA Sucipto, Kota Malang. Nilai jaminan tersebut ditaksir mencapai Rp31,2 miliar.
Usaha Ega sempat berjalan lancar selama dua tahun. Ia telah membayar nisbah (bagi hasil) sebesar Rp5,5 miliar, bahkan telah menebus dua dari 12 SHM yang diagunkan. Namun sejak Maret 2018, terjadi kesulitan pembayaran, yang kemudian direspons bank dengan mengajukan permohonan sita eksekusi ke Pengadilan Agama Malang pada 23 Januari 2019.
Lelang terhadap aset dijadwalkan berlangsung di KPKNL Malang pada 27 Mei 2025, dengan nilai objek mencapai Rp20 miliar.
Dipertanyakan: Jalur Penyelesaian hingga Legalitas Akad
Tim kuasa hukum menilai lelang tersebut menyalahi akad pembiayaan Line Facility (Musyarakah) Nomor 09 tanggal 11 Mei 2015, di mana disebutkan bahwa penyelesaian sengketa harus dilakukan melalui Pengadilan Negeri Kota Malang.
Namun, berdasarkan Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012, penyelesaian sengketa syariah harus dilakukan melalui Pengadilan Agama.
“Karena itu, kami menilai akad pembiayaan tersebut tidak sah dan batal demi hukum,” tegas Yayan.
Ia juga meminta PA Malang membatalkan sita dan eksekusi hak tanggungan, serta menunda pelaksanaan lelang oleh KPKNL. Ega, lanjut Yayan, masih memiliki kemampuan membayar utang secara bertahap dan bersedia menebus SHM satu per satu.
“Kami juga meminta dilakukan penilaian ulang (appraisal) serta penghitungan sisa utang yang akurat,” tambahnya.
Pihak Bank dan KPKNL Enggan Berkomentar
Dihubungi terpisah, pihak Bank Panin Dubai Syariah Malang menolak memberikan pernyataan.
“Silakan ajukan surat resmi ke institusi,” ujar perwakilan bank.
Sementara itu, KPKNL Malang menyatakan telah menyampaikan jawaban tertulis kepada pihak-pihak terkait dan enggan berkomentar lebih lanjut.
Adapun Ketua PA Malang, Dr. Hj. Nurul Maulidah, S.Ag., MH, belum dapat dimintai keterangan karena tengah berada di luar kota.
Sengketa Bernilai Tinggi
Kasus ini diprediksi bakal menyedot perhatian publik, tidak hanya karena nilai aset yang besar, tetapi juga karena menyangkut legalitas prosedur perbankan syariah dan potensi pelanggaran dalam eksekusi aset.
Gugatan dari Ega dan keluarganya menjadi preseden penting yang bisa memengaruhi pola hubungan antara pelaku usaha dan institusi keuangan berbasis syariah di masa depan.(*)
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Imadudin Muhammad |