https://malang.times.co.id/
Berita

Akademisi Nilai Rehabilitasi Hutan di Indonesia Masih Belum Efektif

Senin, 19 Mei 2025 - 18:06
Akademisi Nilai Rehabilitasi Hutan di Indonesia Masih Belum Efektif Dr. Tatag Muttaqin, S.Hut., M.Sc., dosen Kehutanan UMM. (Foto: Istimewa)

TIMES MALANG, MALANG – Upaya rehabilitasi hutan di Indonesia dinilai belum berjalan efektif. Menurut Dr. Tatag Muttaqin, S.Hut., M.Sc., dosen Kehutanan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM Malang), kegagalan bukan hanya disebabkan oleh kerusakan lingkungan yang kian parah, tetapi juga oleh pendekatan yang keliru dalam perencanaan dan pelaksanaan rehabilitasi hutan.

“Selama ini orientasinya masih pada kuantitas, bukan kualitas. Fokus pada berapa banyak pohon yang ditanam, bukan berapa yang hidup. Ini menjadikan kesalahan dalam rehabilitasi hutan," ucapnya

Dia menyebut, rehabilitasi hutan tidak bisa dilakukan dengan pendekatan seremonial atau instan. Perlu pemahaman ekologi dan historis suatu lahan. "Tanpa itu, penanaman justru bisa memperparah kerusakan,” katanya.

Ia menjelaskan, langkah awal yang tepat dalam reboisasi adalah memahami sejarah ekologis suatu wilayah. Rehabilitasi hutan harus dimulai dari identifikasi vegetasi alami di lokasi tersebut. Misalnya di wilayah Batu, jenis tanaman yang cocok adalah pohon pinus dan ikaliptus, bukan sembarang spesies lain.

Proses reboisasi, idealnya mencakup lima tahapan, yakni dengan mengidentifikasi lahan dan vegetasi lokal, pemilihan bibit yang sesuai, perencanaan waktu tanam (idealnya saat musim hujan), penanaman, dan pemeliharaan jangka panjang minimal lima tahun.

"Jika satu tahapan saja dilewati, maka keberhasilan sangat kecil. Banyak yang hanya berhenti di tanam saja. Setelah itu tidak ada perawatan. Akibatnya, tingkat kematian pohon sangat tinggi,” ujarnya.

Pemilihan bibit menjadi elemen penting dalam upaya rehabilitasi. Bibit yang dipilih tidak hanya harus kuat secara fisik, tetapi juga harus sesuai dengan kondisi tanah, iklim, dan topografi setempat.

“Dalam pemilihan bibit menentukan seluruh masa depan ekosistem hutan. Bibit yang tidak cocok akan gagal tumbuh, meski ditanam dalam jumlah banyak. Maka menurutnya bukan soal berapa jumlahnya, tapi apakah cocok atau tidak dengan lokasi tanam,” tambah Tatag.

Kerusakan hutan menurutnya telah memberikan dampak nyata, khususnya di kawasan hulu Sungai Brantas. Penurunan drastis jumlah mata air menjadi salah satu indikator yang mengkhawatirkan.

“Dampak dari rusaknya hutan sudah terlihat jelas. Salah satu contohnya adalah penurunan drastis mata air di kawasan hulu Sungai Brantas. Dulu ada lebih dari 700 mata air, sekarang tinggal sekitar 500. Ini alarm bahaya. Kalau hulu rusak, hilir akan kering. Ini akan berdampak langsung ke pertanian dan kehidupan masyarakat,” ungkapnya.

Konversi hutan lindung menjadi lahan pertanian juga memperburuk situasi. Menurut Tatag, kondisi ini turut mengancam kelestarian flora dan fauna endemik, serta menimbulkan potensi konflik sosial akibat perebutan sumber daya.

“Minimal tanam satu pohon dalam hidup. Itu kontribusi nyata. Jangan hanya mengandalkan negara. Edukasi dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan adalah kunci. Kalau mereka makmur, mereka akan menjaga hutan. Kalau tidak, mereka akan merambah karena butuh makan,” ucap Tatag.

Ia menegaskan bahwa rehabilitasi hutan harus kembali pada tujuan utama, yakni perlindungan lingkungan dan kesejahteraan manusia. Keterlibatan masyarakat menjadi kunci keberhasilan, bukan hanya program formal dari pemerintah.

“Hutan memiliki peran penting sebagai pelindung alami, dan kerusakan hutan dapat memicu berbagai bencana, memperburuk kondisi kemiskinan, serta memunculkan potensi konflik sosial. Oleh karena itu, upaya rehabilitasi hutan menurutnya bukan lagi menjadi opsi, melainkan sebuah keharusan yang tidak bisa ditunda,” pungkasnya. (*)

Pewarta : Achmad Fikyansyah
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.