TIMES MALANG, MALANG – Distribusi bantuan kemanusiaan untuk korban bencana di Sumatera kembali menjadi sorotan. Dua kontainer bantuan dari masyarakat Malang Raya yang diamanahkan kepada Relawan Malang Bersatu bersama Gimbal Alas Indonesia sempat tertahan dan menimbulkan ketegangan di Sumatera Utara.
Bantuan tersebut merupakan bagian dari donasi publik untuk korban bencana di Aceh dan sejumlah wilayah Sumatera. Dari total delapan kontainer yang dikirim melalui jalur laut, enam kontainer yang menggunakan ekspedisi swasta dapat langsung diakses dan didistribusikan. Namun, dua kontainer yang dikirim melalui PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) justru mengalami kendala setelah tiba di Pelabuhan Belawan, Medan.
"Awalnya Kami positif thingking tidak mau su'udzhon, mungkin PT.PELNI berharap segera bisa didistribusikan, karena kapalnya mendarat di Pelabuhan Belawan Medan, sehingga mereka (pelni) berinisiatif menyerahkannya ke BPBD Prov.SUMUT," kata Sahlan Junaedi, salahstu relawan Gimbal Alas.
Relawan mendapati dua kontainer tersebut diserahkan ke BPBD Provinsi Sumatera Utara tanpa koordinasi awal. Awalnya, pihak relawan masih berpikir positif dan menganggap langkah tersebut sebagai upaya percepatan distribusi. Namun persoalan muncul ketika relawan yang membawa dokumen kepemilikan resmi kesulitan mengambil kembali kontainer tersebut.
Lebih jauh, relawan mengaku sempat diminta membayar biaya pengangkutan sebesar Rp1,2 juta per kontainer dari pelabuhan menuju gudang BPBD Sumut. Situasi semakin memanas setelah diketahui segel kontainer dibuka, sementara kunci gembok masih dipegang relawan. Sejumlah barang bantuan dilaporkan telah dibongkar dan ditemukan dalam kondisi tidak utuh.
Kondisi ini memicu perhatian publik dan ramai diperbincangkan di media sosial. Sorotan semakin tajam karena konteks sensitivitas penanganan bencana serta pentingnya transparansi distribusi bantuan kemanusiaan.
Puncaknya, digelar pertemuan dan audiensi pada Senin (29/12/2025) di Gudang BPBD Sumut, Jalan Willem Iskandar, Deli Serdang. Pertemuan tersebut dihadiri perwakilan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, BPBD Sumut, PELNI Medan, Yayasan Masyarakat Peduli Lingkungan (MAPEL) Indonesia, perwakilan Relawan Malang Bersatu–Gimbal Alas Indonesia, serta tim advance Presiden RI yang terdiri dari unsur BIN, BAIS, dan instansi terkait.
Dialog yang semula berlangsung terbuka sempat diwarnai adu argumen emosional antara perwakilan relawan dan pejabat Pemprov Sumut. Ketegangan meningkat ketika perwakilan pemerintah menolak tudingan kelalaian dan membuka opsi penyelesaian melalui jalur hukum. Situasi berhasil diredam setelah tim advance Presiden turun tangan menenangkan forum dan mengarahkan diskusi kembali ke substansi penyelesaian bantuan.
Dari pertemuan tersebut, disepakati sejumlah poin penting. Pihak BPBD Sumut dan PELNI menyatakan pembebasan seluruh biaya operasional pengangkutan kontainer serta menyampaikan permohonan maaf kepada relawan. BPBD Sumut juga mengakui bahwa pembukaan kontainer dilakukan oleh pihak internal BPBD dan bertanggung jawab penuh atas pendataan ulang serta penggantian barang bantuan yang hilang atau tertukar.
Selain itu, disepakati bahwa seluruh bantuan dari dua kontainer tersebut akan didistribusikan sesuai manifest ke posko Relawan Malang Bersatu–Gimbal Alas Indonesia di IAIN Langsa, Aceh. Seluruh pihak berkomitmen memperbaiki koordinasi lintas instansi, memangkas birokrasi dalam kondisi darurat bencana, serta memperkuat kerja sama kemanusiaan ke depan.
"Kami (pemprov Sumatera Utara) akan menanggung segala bentuk biaya yang ditimbulkan dari kondisi ini,"ujar Tuahta Ramajaya Saragih, Kepala BPBD Sumatera Utara, yang mengaku lebih senang membahas kedepannya daripada berkomentar soal kericuhan yang terjadi.
Insiden ini menjadi pengingat pentingnya tata kelola distribusi bantuan yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan korban bencana, sekaligus menegaskan bahwa kerja-kerja kemanusiaan menuntut kecepatan, kepercayaan, dan komunikasi yang solid antarsemua pihak.(*)
| Pewarta | : Imadudin Muhammad |
| Editor | : Imadudin Muhammad |