TIMES MALANG, MALANG – Keberadaan BUMD milik Pemkab Malang, Perumda Jasa Yasa Kabupaten Malang, tengah disorot, menyusul tunggakan setoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp4 miliar yang menjadi kewajibannya.
Polemik setoran PAD Rp4 miliar yang belum terbayar Jasa Yasa ini, kini sudah sampai di meja Inspetorat Daerah Kabupaten Malang, untuk ditindaklanjuti. Audit keuangan akan dilakukan untuk memastikan penyebab munculnya PAD tertunggak tersebut.
Dalam klarifikasinya di media, Dirut Perumda Jasa Yasa Kabupaten Malang, Djoni Sudjatmiko menyatakan, selama menjadi dirut sejak resmi bekerja per 1 September 2023, perusahaan Jasa Yasa harus menyelesaikan tunggakan utang Rp 9,6 miliar.
Menurutnya, tanggungan tunggakan tersebut ditinggalkan direksi Perumda Jasa Yasa sebelumnya. Bahkan, ia mengaku cuma ditinggali uang di kas Rp3 juta. Sementara, pihaknya tetap harus mengangsur utang warisan sejumlah fantastis tersebut.
Belum terkonfirmasi jelas, utang Rp9,6 miliar yang disebutkan tersebut mencakup apa saja. TIMES Indonesia mencoba mengkonfirmasi Dirut Jasa Yasa, Djoni, namun ia menjanjikan akan menyampaikan detail rinciannya, Sabtu (21/12/2024).
Meski demikian, adanya masalah utang Jasa Yasa, jauh hari sudah disadari Djoni sebelum resmi ditetapkan sebagai Direktur Utama. Ia bahkan menyatakan optimismenya, dan berniat beres-beres melakukan penyehatan di BUMD Pemkab Malang yang dipimpinnya ini.
Beres-beres semua permasalahan yang tengah dihadapi Jasa Yasa, menurutnya, dengan komitmen menyelesaikan utang, sekaligus menaikkan kontribusi pendapatan daerah untuk Kabupaten Malang.
"Sejak awal sudah dengar masalah yang ada di Jasa Yasa. Tapi, saat itu masih belum sampai detilnya. Termasuk utang pajak (yang harus dibayarkan) sebelumnya," kata Djoni Sudjatmiko, saat dikonfirmasi, beberapa hari sebelum pelantikan dirinya selaku Dirut Jasa Yasa, Rabu (9/8/2023).
Meski secara administratif pihaknya tidak bisa disangkut-pautkan, Djoni menegaskan, akan tetap turut mempertanggungjawabkan hasil kinerja Jasa Yasa tersebut.
"Gak apa-apa, semua akan akuntabel, ditata. Termasuk utang dan tanggungan pesangon beberapa SDM personel. Apakah nanti ada rescheduling pembayarannya atau seperti apa," tandasnya saat itu.
Janji Sang Dirut Djoni
Mengemban jabatannya sebagai Dirut Jasa Yasa merupakan amanah dengan konsekuensi yang harus dijalankan. Terlebih, menurutnya hal ini juga diterimanya dengan pakta integritas.
Djoni yang dikenal sebagai bos NK Cafe yang terkenal, bahkan bertekad akan mengubah Jasa Yasa dengan kinerja dan kontribusi signifikan bagi PAD Kabupaten Malang.
"Tentu, sebagai pebisnis kami juga akan malu, kalau sampai tidak mampu (menjalankan amanah). Ke depan, Jasa Yasa harus untung, dan bisa berkontribusi untuk PAD," ujarnya.
Sebaliknya, semua masalah yang membelit Jasa Yasa dianggapnya sebagai tantangan untuk dijawab dengan solusi. Meski tidak serta merta, ia bertekad mengurai semua masalah, dan membangun Jasa Yasa menjadi BUMD yang benar-benar sehat.
"Kami akan buktikan dulu setahun pertama, dengan target setoran pendapatan pajak daerah Rp 2 miliar," tandas pria yang juga Ketua KONI Kota Malang ini.
Tekad menyumbang Rp 2 miliar PAD ini, menurutnya untuk membangun trust (kepercayaan) kepada semua pihak. Setelah ini bisa terpenuhi, pihaknya baru memikirkan soal penyertaan modal baru untuk Jasa Yasa.
Sengkarut Masalah Membelit Jasa Yasa
Dihimpun TIMES Indonesia, masalah utang pajak Perumda Jasa Yasa, masuk catatan tiap tahun, dan menjadi piutang yang harus tetap dibayar. Selama kurun 2021-2022 lalu, utang pajak Jasa Yasa tercatat mencapai Rp1,4 miliar.
Dikonfirmasi sebelumnya, Kepala Bapenda Kabupaten Malang, Made Arya Wedanthara, pernah membenarkan soal piutang Perumda Jasa Yasa tersebut.
"Iya, ada tanggungan piutang pajak Jasa Yasa. Dua tahun terakhir (2021-2022) yang tercatat masih ada sekitar Rp 1,423 miliar. Dan, kami rutin memberitahukan penagihan untuk pembayarannya," kata Made Arya, Senin (7/8/2023) malam.
Piutang sejumlah tersebut, informasinya merupakan total akumulasi pajak hiburan yang tertunggak, ditambah denda keterlambatan yang diberlakukan tiap bulan. Denda tiap bulan selama tahun berjalan, dengan nominal Rp400 juta sampai 500 juta.
Sesuai ketentuan Perda, kata Made, memang diatur denda atas keterlambatan pembayaran pajak daerah. Selain itu, pihaknya juga rutin mengeluarkan surat pemberitahuan penagihan atas piutang tiap bulan.
Lampiran surat penagihan ini, juga selalu dilampirkan untuk laporan pihak terkait. Seperti halnya, disertakan dalam setiap pelaporan kaitannya dengan MCP (Monitoring Center Prevention) KPK untuk pencegahan korupsi.
Meski mencatatkan piutang pajak sejak 2021, diakuinya pihak Jasa Yasa tetap berupaya membayar dengan mencicil. Menurut Made, cicilan pembayaran ini biasanya dilakukan saat pengajuan porporasi atas tiket masuk wisata pantai yang dikelola Jasa Yasa.
Made menegaskan, porporasi tiket untuk Jasa Yasa sendiri tidak akan diberikan, jika tidak dilakukan pembayaran atas piutang yan menjadi tanggung jawabnya.
Selain masalah utang pajak, sejumlah unit usaha dalam pengelolaan Jasa Yasa juga bermasalah. Aset Pemkab Malang yang berada di kawasan wisata Songgoriti, Kota Batu salah satunya, kini dalam penguasaan Pemkab Malang. Ini menyusul pemutusan kontrak sepihak kepada pengelola Songgoriti, PT Aljabar Jati Indonesia atau PT AJI.
Sebelumnya, Pj Sekda Kabupaten Malang, Nurman Ramdansyah menyatakan, Pemkab Malang telah beberapa kali bernegosiasi, meminta penyelesaian tunggakan setoran PAD, namun tidak dilakukan pemenuhan kewajiban tersebut.
Sesuai perjanjian kerja sama, kata Nurman, mestinya ada PAD yang disetorkan pengelola pihak ketiga. Namun ini tidak dijalankan sepenuhnya hingga terakumulasi hampir Rp5 miliar tunggakannya.
Selain tidak membayar kontribusi PAD sejak tahun 2021, pihak ketiga juga menunggak Pajak Bumi Bangunan. Nilainya mencapai Rp 900 juta, termasuk tunggakan pajak Rp583 juta ke Pemkot Batu.
Pemkab Malang sebelumnya memberikan kuasa kepada Jasa Yasa melaksanakan kerja sama dengan PT AJI selaku pihak ketiga, untuk mengelola aset seluas 4,5 hektare di kawasan Songgoriti tersebut. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |