https://malang.times.co.id/
Berita

Sadranan Babadan di Temanggung, Meruwat Diri Menepati Nazar pada Ilahi

Sabtu, 08 Februari 2025 - 06:51
Sadranan Babadan, Meruwat Diri Menepati Janji Pada Ilahi Bu Misdi didampingi Nur Hamin memasak Gule kambing dalam tradisi Sadranan Babadan, Jumat, 7/2/2025 di Desa kemiriombo, Temanggung. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, TEMANGGUNG – Dalam ajaran agama Islam, Nazar merupakan sebuah janji atau komitmen kepada Allah SWT. Jika ada seseorang yang bernazar maka orang tersebut harus menepati nazarnya, janjinya. 

Misalnya, seseorang bernazar; jika anaknya sembuh dari penyakitnya akan memberikan makan pada 1000 orang anak yatim. Maka janji atau nazar tersebut harus ditepati. Karena jika tidak, ia telah berjanji atas nama Tuhan dan tentu akan menjadi beban bagi dirinya dengan kata lain akan menanggung dosa besar.

Menepati nazar yang terkabul itu bisa dengan apa saja; melakukan syukuran atau berbagi sedekah, dan lain sebagainya. Namun bagi warga Dusun Babadan, Desa Kemiriombo, Kecamatan Gemawang, Temanggung, orang yang nazarnya terkabul akan melakukan ritual penyembelihan kambing dalam sebuah tradisi bernama Sadranan Babadan yang dilakukan setiap tahun pada bulan Ruwah pada hari Jumat Kliwon.

Di Dusun Babadan dan juga Dusun Tlogowungu serta dusun dusun lain di Desa Kemiriombo, nazar seseorang itu sudah menjadi tradisi dan budaya warga. Karena nazar itulah, tradisi Sadranan Gaeng atau Sadranan Babadan yang telah berlangsung sejak zaman dahulu kala terus dilestarikan hingga saat ini.

Seperti yang berlangsung pada Jumat, 7/2/2025 pagi. Ratusan warga Dusun Babadan dan Dusun Tlogowungu, Kecamatan Gemawang, Temanggung, berduyun menuju area makam Kiai Ahmad Muhammad Singorendani untuk melakukan penyembelihan kambing dan doa bersama di area makam yang terletak di Alas Gaeng, Dusun Babadan.

Jarak pemukiman warga menuju makam sekitar 1 Km dengan kondisi jalan yang rusak. Ditambah lagi malamnya hujan turun membasahi jalan yang sebagian masih jalan tanah merah yang jika dipijak membuat kaki terbenam tanah dan terasa berat. Karena tanah merah yang liat itu menempel pada kaki.

Sebagian besar warga berjalan menuju makam memakai sepatu bot, sedangkan yang lainnya memilih tidak memakai alas kaki. Sejak pagi mereka naik turun perbukitan dengan kondis jalan yang rusak itu sambil membawa kambing untuk disembelih. Empat ekor kambing yang dibawa warga secara beriringan itu adalah milik warga yang hajatnya terkabul usai bernazar.

Sedangkan warga yang tidak bernazar berjalan sambil membawa tumpukan rantang atau wadah bakul kecil berisi nasi tumpeng beserta lauknya meliputi ingkung ayam, dan sambal serta sayur. Mereka berjalan hingga melewati sebuah kali kecil atau warga menyebutnya kalen yang letaknya persis di bawah area makam.

Sadranan Gaeng dan Nazar yang terkabul

tradisi-Sadranan-Babadan.jpgIringan warga berjalan melewati kalen jengkol usai Sadranan Babadan di makam Kiai Ahmad Muhammad Singorendani, Jumat, 7/2/2025. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)

Sadranan Gaeng atau Sadranan Babadan sebenarnya merupakan tradisi Selamatan Bumi, atau Merti Bumi yang dilakukan warga Dusun Babadan turun temurun. Disebut Sadranan Gaeng karena lokasi makam yang menjadi tempat sadranan berada di Alas Klakah Gaeng.

“Klakah itu batangan bambu yang dibelah lantas disusun menjadi atap makam Kiai Ahmad Muhammad Singorendani. Dulu atap bangunan makam sebelum seperti yang sekarang ini atapnya berasal dari klakah,” ujar Supriadi, 45 tahun, juru kunci makam Kiai Ahmad Muhammad Singorendani kepada Times Indonesia. 

Sedangan Gaeng adalah nama alas atau hutan di area makam berada.

Di sekeliling area makam merupakan pepohonan kopi. Karena sebagian besar warga Desa Kemiriombo berprofesi sebagai petani kopi. Sedangkan bangunan makam dinaungi oleh 4 pohon Kesambi yang menjulang dan rimbun. Sehingga membuat suasana area makam sejuk namun terasa mistis.

Di bawah komplek makam, terdapat sebuah sungai kecil atau kali, warga dusun menyebutnya Kalen Jengkol. Di Kalen Jengkol inilah, kambing yang sudah disembelih dibersihkan sebelum dipotong untuk dimasak dan disantap bersama.

Ratusan warga dari dua dusun itu datang menuju makam dari dua arah. Warga Dusun Tlogowungu datang menuju makam dari arah barat. Sedangkan warga Dusun Babadan datang memasuki makam dari arah Timur. Tujuannya pada satu titik, makam Kiai Ahmad Muhammad Singorendani; sesepuh murid Sunan Kudus yang pertama kali menyebarkan agama islam di sekitar Dusun Babadan.

Sebagian warga yang lelaki dan berusia tua begitu datang langsung masuk ke dalam bangunan makam; membakar kemenyan dan membaca doa. Sedangkan yang lainnya melakukan aktivitas sebagaimana tugasnya. Ada yang menyusun tungku masak dari batu. Ada yang mencari kayu, ada juga yang mencari pelepah daun pisang untuk alas makan bersama.

Makam Kiai Ahmad Muhammad Singorendani berada pada bangunan yang amat sederhana, berupa dinding tembok beratap seng dengan pintu yang selalu terbuka. Sedangkan di sebelahnya, terdapat dua makam dalam satu bentuk bangunan kecil tak berdinding.

“Dua makam itu adalah santri Kiai Ahmad Muhammad Singorendani yang paling setia,” ujar Supriadi.

Di halaman makam makam inilah, warga dua dusun itu melakukan prosesi sadranan, berdoa dan bersantap olahan kambing bersama sebagai wujud syukur atas kehidupan yang baik. Juga wujud syukur atas nazar bagi beberapa orang yang terkabul hajatnya.

Sebelum santap bersama, Juru Kunci membacakan siapa saja yang nazarnya terkabul serta mendoakan. Pada sadranan kali ini, ada 4 orang yang terkabul hajatnya dan melakukan penyembelihan kambing untuk dibagikan kepada warga yang hadir, kata Supriadi yang sudah 4 tahun menjadi juru kunci makam.

“Pertama yang nazarnya terkabul adalah Pak Jarwadi,” kata Supriadi di hadapan ratusan warga yang duduk bersila beralaskan tikar.

Supriadi membacakan kisah nazar Jarwadi, "Istri pak Jarwadi sakit berkepanjangan dan tidak sembuh sembuh walau sudah berobat kemana mana sehingga dia bernazar dan berdoa di makam Kiai Ahmad Muhammad Singorendani. Selain bernazar menyembelih kambing untuk warga, Pak jarwadi juga bernazar nanggap wayang dua hari dua malam.”

Hajatnya sudah terkabul sehingga Kamis malam Jumat dan Jumat malam Sabtu Jarwadi nanggap wayang di rumahnya, kata Supriadi dalam bahasa jawa kromo.

Selain Pak Jarwadi, ada tiga orang warga Dusun Babadan yang hajatnya terkabul yaitu Samijo, Misdi, dan Teguh Budi Priyanto dengan kisah rata rata bernazar atas kesembuhan keluarganya.

Orang orang yang nazarnya terkabul itu dibacakan satu persatu oleh sang juru kunci dihadapan warga yang hadir di area makam saat sadranan berlangsung. Usai membacakan naman nama yang hajatnya terkabul dengan melakukan penyembelihan kambing, sebagai juru kunci Supriadi lantas membacakan doa.

Kiai Ahmad Muhammad Singorendani

tradisi-Sadranan-Babadan-a.jpgWarga Dusun Tlogowungu berkumpul di depan makam Kiai Ahmad Muhammad Singorendani dalam Sadranan Babadan, Jumat, 7/2/2025. (Foto: Eko Susanto/ TIMES Indonesia)

Supriadi, 45 thn, yang sudah 4 tahun menjadi juru kunci makam kepada Times Indonesia bercerita, makam yang dijadikan tempat untuk melakukan sadranan warga Dusun Babadan dan Dusun Tlogowungu adalah makam Kiai Ahmad Muhammad Singorendani, murid dari Sunan Kudus. Kiai Ahmad Muhammad adalah sesepuh desa. Beliau dipercaya datang ke Dusun Babadan sebagai orang yang menyebarkan agama Islam.

Menurut kisah yang didengar oleh Supriadi dari simbah simbahnya dan para juru kunci terdahulu; dikisahkan bahwa pada zaman dahulu Sunan Kudus menugaskan Kiai Ahmad Muhammad Singorendani dan Ki Ageng Makukuhan serta Raden Trenggono Kusumo untuk menyebarkan agama islam. 

Mereka tersebar di wilayah Temanggung. Dan Kiai Ahmad Muhammad Singorendani datang ke sini bersama 13 santrinya. Kiai Ahmad Muhammad berasal dari Jawa Timur, tutur Supriadi, yang telah menjadi Juru Kunci makam sejak 4 tahun lalu.

Lebih lanjut Supriadi bercerita; pada zaman dulu sebenarnya di Temanggung ini ada 7 Waliullah yang ditugaskan oleh Sunan Kudus untuk menyebarkan agama islam, termasuk Mbah Kiai Ahmad Muhammad Singorendani. Karena wafatnya berada di Babadan maka Mbah Kiai Ahmad Muhammad Singorendani dimakamkan di Alas Gaeng, Babadan. 

Sedangkan dua orang santrinya yang tetap setia mendampingi hingga akhir hayatnya turut serta dimakamkan di sebelahnya.  

“Sejak dulu Mbah Kiai Ahmad Muhammad Singorendani dipercaya warga sebagai ulama yang ahli dalam hal pengobatan,” lanjut Supriadi. 

Oleh karenanya, makam Mbah Kiai Ahmad banyak diziarahi oleh warga untuk memohon kesembuhan, baik bagi dirinya sendiri ataupun keluarga orang yang berziarah. Julukannya Singorendani. Sedang pusakanya bernama Kiai Pulang Geni berbentuk keris.

“Sudah menjadi ketentuan umum yang berlaku dan seperti sudah berlaku seperti hukum namun tak tertulis bahwa jika ada warga yang berdoa di makam Kiai Ahmad Muhammad Singorendani terkabul nazarnya, orang tersebut harus menyembelih kambing untuk disantap bersama warga Dusun Babadan dan sekitarnya," ujar Supriadi. Dan itu sudah berlangsung sejak zaman dulu. Zaman simbah simbah saya bahkan sejak saya belum lahir, tutur Supriadi pada Times Indonesia.

Warga yang datang berziarah ke sini biasanya Senin Wage malam Selasa Kliwon, ada juga yang datang Kamis Wage malam Jumat Kliwon. Mereka berdoa dan selalu bernazar, kata Supriadi.

“Mereka berdoa kepada Allah, hanya tempatnya di sini,” Supriadi menegaskan. “Jadi tidak meminta pada ahli kubur melainkan tetap meminta dan berdoa kepada Allah,” tegas Supriadi.

Sedangkan waktu untuk mengadakan sadranan bagi yang nazarnya terkabul selalu diadakan pada hari Jumat Kliwon karena sejak dulu para sesepuh jika mengadakan selamatan pada hari Jumat Kliwon di bulan Ruwah, ujarnya.

Santap Bersama Ungkapan Rasa Syukur

Kambing yang disembelih pada Sadranan Gaeng kali ini berjumlah 4 ekor dari 4 orang yang nazarnya terkabul. Usai kambing kambing itu disembelih, mereka menguliti dan membersihkan kambing yang baru dipotong di Kali yang disebut warga dengan nama Kalen Jengkol.

Juru masaknya berasal dari keluarga yang punya nazar. Memasaknya tidak memakai kompor melainkan menggunakan batu yang disusun menjadi tungku berjumlah 4 tungku. Sedangkan bahan bakarnya kayu kering yang disiapkan oleh para lelaki yang memang bertugas menyediakan kayu dari Alas Gaeng.

“Kambingnya akan dimasak gule,” ujar Bu Misdi, 53 tahun, sebagai juru masak wakil dari keluarga Pak Misdi yang bernazar atas kesembuhan anaknya yang sakit dalam waktu lama.

Di sebelah Bu Misdi ada Nur Hamin sebagai juru masak yang mewakili keluarga Bapak Jarwadi atas kesembuhan istrinya. Nur Hamin dan istri Pak Jarwadi adalah saudara sepupu.

Sebenarnya warga yang hadir pada sadrananan kali ini tidak hanya dari dua dusun, ujar Supriadi. Malainkan ada juga yang berasal dari Dusun Wonotopo, dan ada juga yang datang dari desa Kemiriombo bagian atas. 

Dusun Babadan terletak di lembah sehingga di lereng yang ditumbuhi pepohonan kopi juga dihuni oleh warga Kemiriombo yang tinggal di atas perbukitan. Dusun Babadan terdiri dari 112 Kepala Keluarga. Sedangkan Dusun Telogowungu sekitar 400an KK, ujar Supriadi. Desa Kemiriombo terdiri dari 7 dusun yakni Babadan, Kluwung, Dusun Pontong, Kauman, Dusun Mrombo, Lempong, dan Dusun Gabug.

Purwadi, 54 tahun, tokoh Dusun Babadan usai acara santap bersama kepada Times Indonesia menitip pesan, wilayah Desa Kemiriombo yang sangat luas serta jarak antardusun bisa mencapai lebih dari 1 kilometer dengan kondisi jalan yang rusak, licin, dan berbatu, juga masih banyaknya jalan tanah yang jika turun hujan itu akan sangat berbahaya karena rawan terjatuh.

Dirinya berharap, dengan adanya tradisi rutin yang telah berlangsung sejak lama, Purwadi dan warga Dusun Babadan serta warga dusun dusun di sekitar area makam sangat berharap pemerintah Kabupaten segera memberi perhatian dengan cara memperbaiki jalan di Dusun Babadan dan sekitarnya agar pelaksanaan sadranan serta akvititas warga berjalan dengan aman dan nyaman, ujar Purwadi.

Karena Sadranan Babadan mau diakui atau tidak oleh pemerintah Kabupaten merupakan warisan leluhur yang telah dilestarikan warga dan menjadi aset kebudayaan dan tradisi leluhur warga Kabupaten Temanggung, pungkasnya. (*)

Pewarta : Eko Susanto
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.