https://malang.times.co.id/
Berita

BWCF 2023 Bahas Jejak Seni Pertunjukan dalam Relief Candi di Nusantara

Senin, 27 November 2023 - 08:11
BWCF 2023 Bahas Jejak Seni Pertunjukan dalam Relief  Candi di Nusantara Foto bersama empat pemateri dan moderator Simposium 3 Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2023 yang digelar di Universitas Negeri Malang. (Foto: Rohmatul Ummah/TIMES Indonesia)

TIMES MALANG, MALANG – Seni Pertunjukan Dalam Relief – Relief Candi di Jawa Tengah Dan Jawa Timur, Sabtu (26/11/2023) menjadi salah satu simposium menarik di Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2023 yang digelar di Universitas Negeri Malang

Gelaran simposium 3 ini di moderatori oleh Dr. Ali Akbar seorang arkeolog professional dan juga pengamat sosial-budaya di Indonesia.

“Siwa Tandawa di Padang Lawas” materi pertama yang disampaikan oleh Dr. Rita Margaretha, tim ahli cagar budaya Kota Medan. Rita menyampaikan bahwa tidak kalah indahnya peninggalan arca, relief dan prasasti yang ada di Sumatera.

Padang Lawas terdapat di daerah Tapanuli Selatan dan banyak di diami oleh Suku Batak Mandailing. Ditemukan relief yang memperlihatkan Gerakan tarian di Candi Biaro Bahal I, Biaro Pulo, Biara Tandihat I dan temuan arca heruka di Bahal II.

Relief – relief tersebut berhubungan dengan Siwa Tandawa karena dijumpai tokoh dalam pose menari, atribut yang berhubungan dengan Dewa Siwa seperti trisula, relief Ganesha yang sedang menari, serta berhubungan dengan cerita Dewa Siwa sebagai Dewa Kebahagiaan.

Dr. Rita Margaretha juga mengupas relief yang ada di Biaro Bahal I, ditemui tokoh menari, nandi menari serta arca heruka. Lapik arca di Tandihat I, ditemui relief menari, relief bermain gendang, relief bermain tifa, relief yang menggambarkan biksu dalam posisi mengikuti upacara.

Ditemukan juga sebuah prasasti di Tandihat I dari lempengan emas, yang diucapkan saat melakukan upacara mengelilingi api unggun dengan berteriak menyerukan bunyi. Arkeolog yang pernah menjabat sebagai ketua pemugaran Candi Prambanan ini membandingkan tradisi yang ada di Batak Suku Pakpak dan mengatakan, "bahwa tradisi ini masih ada dan dinamai dengan mananjaki takal takal,” jelasnya.

Dr. Rita Margaretha menilik dari buku karangan Edi Sedyawati terbitan tahun 2012 yang menyatakan gaya tungkai membuka keluar pada tarian merupakan sifat atau gaya tandava, sedangkan gaya lokal ditandai dengan sikap tungkai sejajar ke arah depan.

“Adanya tinggalan arca, relief, biaro, prasasti dan lingkungan yang berhubungan dengan agama Siwaistis patut dilestarikan. Tinggalan arkeologi tersebut sangat berharga sebagai warisan budaya bangsa” pungkas Rita Margaretha sebagai penutup materinya.

Materi kedua dipaparkan oleh Arsenio Nicolas, Ph.D, yang tengah menjadi civitas akademika di Universitas Mahasarakham, Thailand. Arsenio melakukan penelitian di bidang Arkeologi Musik, Filologi, Linguistik Sejarah dan Seni Pertunjukan. Ia memaparkan materi hasil penelitiannya berjudul “Gongs in The Temple Bas-Reliefs in Java:  Archaeological, Literary and Paleographical Sources”.

Arsenio Nicolas, menjelaskan, bahwa kajiannya merupakan survei dan deskripsi mengenai gong dalam relief beberapa candi yang ada di Jawa, yang berasal dari abad ke-13M hingga ke-15M.

“Tidak terdapat relief gong, yaitu gong datar dan gong berpencon pada pada relief candi yang berasal dari abad ke-8, ke-9 dan ke-10. Khususnya pada candi Prambanan dan candi Borobudur” jelas Arsenio Nicolas, Ph.D.

Dalam periode tersebut, dijelaskan, hanya gong datar yang paling awal digunakan pada abad ke-10 oleh masyarakat Cina di sepanjang Pantai Barat Sumatera, Singapura, Semenanjung Thai-Malayu, Kalimantan Bagian Barat, Filipina Bagian Barat, dan Jawa Bagian Barat.

Ulasan berikutnya membahas mengenai “Trance Dalam Pertunjukan Bali: Dulu dan Kini” yang diulas oleh Cok Sawitri, seniman dan budayawan serta pendiri dan aktif bergerak di forum Perempuan Mitra Kasih Bali dan kelompok Tulus Ngayah Bali.

“Jangan menyematkan kata trance pada budaya atau tradisi keagamaan yang ada di Bali. Kalau bisa hapus semua kata trance yang berkaitan dengan Bali” ujar Cok Sawitri.

Ia mengklarifikasi sebutan trance pada peristiwa religius pada seni Wali Bali. Terdapat 3 klarifikasi jenis seni: seni wali, seni bebali dan balih-balihan. Seni Wali artinya seni yang berupa pertunjukan dalam konteks berkaitan dengan upacara dan tradisi keagamaan di masing masing desa tertentu. Seni Bebali artinya seni yang melengkapi upacara, seperti Topeng Shidakarya, wayang lemah, dll. Balih-balihan adalah seni yang dipentaskan untuk menyampaikan pesan pesan kebaikan bagi kehidupan sosial.

“Trance itu berbeda dengan dengan peristiwa keilahian yang dialami oleh para ‘penari dan pemeran’. Trance rata rata ketidakmampuan kontrol kesadaran, sedangkan di Bali ada namanya, Nadi, Kelinggihan, Kerawuhan, Kegentelan dan Kaselan” tambahnya.

Materi terakhir disampaikan oleh Dwi Cahyono, arkeolog dan aktif dalam gerakan peduli peninggalan situs budaya kuno di Jawa Timur. Ia memaparkan materi dengan bahasan “Relief Seni Pertunjukan dan Kajian Tari”.

Dwi Cahyono menjelaskan ragam sebutan tari dalam sumber data tekstual dan visual, kajian sejarah tari Jawa abad X-XV Masehi. “kita beruntung, karena selain sumber data seni pertunjukan kita dapati pada prasasti, di Jawa Timur banyak hadir karya karya sastra yang ditulis pada masa kadiri ataupun pada masa majapahit” pungkas Dwi Cahyono.

Menilik dari data ikonografis tari Jawa (abad X-XV Masehi) Dwi Cahyono memaparkan seni tari yang terdapat pada relief candi. Terdapat relief cerita “Panji”, relief cerita “Sudhamala”, relief cerita “Samudramanta”, relief pada batur Candi Rimbi, dan lain sebagainya.

Ia juga menunjukkan ragam sebutan tari dalam sumber data susastra. Memaparkan juga terkait sumber data prasasti yang memberitakan tentang tari: Prasasti Waharu, Prasasti Kampak, Prasasti Panumbangan, dan lain sebagainya.

Tema bahasan Seni Pertunjukan Dalam Relief – Relief Candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur membuat kita semakin mengetahui makna dibalik relief-relief yang ada di candi candi yang letaknya berada di Jawa Tengah, Jawa Timur bahkan Sumatera seperti yang sudah disinggung oleh Dr. Rita Margaretha. Terlebih mengenai pelestarian peninggalan atau warisan budaya bangsa Indonesia. (*)

Pewarta : Rohmatul Ummah (PKL)
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.