TIMES MALANG, JAKARTA – Sebuah kelompok investor Project Liberty di Amerika Serikat siapkan penawaran $ 20 miliar atau setara Rp324.482 miliar untuk membeli TikTok agar platform ini bisa terus "hidup" di Amerika Serikat.
Presiden kelompok investor ini, Tomicah Tillemann mengatakan, niatnya untuk membeli TikTok agar platform aplikasi tersebut tidak dilarang di Amerika Serikat dan tetap konsisten bagi konsumen.
Kelompok ini yakin bahwa aplikasi tersebut harus dibuat agar tidak terlalu membuat ketagihan.
Presiden AS, Joe Biden telah menandatangani Undang-Undang yang mewajibkan perusahaan China, ByteDance Ltd.,TikTok Inc, perusahaan induknya itu untuk menjual aplikasi tersebut, atau menghadapi larangan di AS.
Batas waktu keputusan bagi ByteDance kini tinggal tak lebih dari tiga minggu, tepatnya tanggal 19 Januari 2025. Namun tampaknya ByteDance memilih akan melakukan perlawanan di Mahkamah Agung AS.
Larangan dari AS terhadap TikTok itu muncul sebagai respons atas kekhawatiran bahwa pemerintah China bisa menyebarkan propaganda terhadap 170 juta pengguna TikTok di Amerima Serikat melalui algoritmanya yang canggih.
Kekhawatiran lain adalah bisa mengakses data sensitif pengguna AS yang dikumpulkan oleh aplikasi tersebut.
Komite Investasi Asing di Amerika Serikat membuka penyelidikan terhadap aplikasi tersebut pada tahun 2019, yang memicu negosiasi selama empat tahun yang pada akhirnya gagal untuk mengekang upaya anggota parlemen untuk memaksa perusahaan tersebut menjual atau dilarang.
Kini ByteDance memiliki waktu kurang dari 270 hari untuk menjadi perantara penjualan kepada pembeli yang disetujui sebelum pemerintahan Biden melarang aplikasi tersebut.
Undang-undang divestasi federal yang baru mengharuskan TikTok untuk mengajukan gugatan hukum terhadap undang-undang tersebut yang harus diajukan langsung ke Pengadilan Banding AS untuk Distrik Columbia dalam waktu 165 hari sejak undang-undang tersebut diberlakukan atau 90 hari sejak putusan bahwa perusahaan harus melakukan divestasi.
"Undang-undang yang tidak konstitusional ini adalah pelarangan TikTok, dan kami akan menggugatnya di pengadilan," kata pihak TikTok dalam rilis berita hari Selasa.
"Kami yakin fakta dan hukum jelas berpihak pada kami, dan kami pada akhirnya akan menang," tambahnya
Menurut pernyataan pada tanggal 25 April lalu di platform media sosial berbahasa Mandarin yang dimiliki perusahaan tersebut, ByteDance mengatakan tidak memiliki rencana untuk menjual TikTok.
Perusahaan tersebut mengumumkan pada tanggal 26 April bahwa penasihat hukumnya yang berbasis di AS, Erich Andersen, mengundurkan diri dari peran tersebut untuk menjabat sebagai penasihat hukum khusus, dan ia akan fokus untuk mencoba membatalkan larangan tersebut, kata perusahaan tersebut.
ByteDance masih memiliki peluang untuk menghentikan atau menjeda larangan TikTok AS dengan menyampaikan argumennya di hadapan Mahkamah Agung pada 19 Januari mendatang.
Namun, jika terjadi putusan yang tidak menguntungkan lagi , ByteDance harus menjual platform video pendeknya. Dengan latar belakang inilah kelompok Project Liberty mengklaim berada pada posisi terbaik untuk membelinya, dimana mereka telah menawarkan pembelian itu senilai Rp324.482 miliar.(*)
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Imadudin Muhammad |