https://malang.times.co.id/
Opini

Rumus Negara Maju dari Research University

Kamis, 20 November 2025 - 17:03
Rumus Negara Maju dari Research University Iswan Tunggal Nogroho, Praktisi Pendidikan.

TIMES MALANG, MALANG – Di dunia yang bergerak makin cepat, ada pola yang tak terbantahkan: setiap negara maju selalu ditopang oleh universitas riset yang kuat. Amerika Serikat punya MIT, Harvard, Stanford. Jepang memiliki Tokyo University dan Kyoto University. Korea Selatan melesat lewat KAIST dan POSTECH. Cina mengguncang tatanan global berkat Tsinghua dan Peking University.

Rumusnya sesederhana itu, meski tak mudah: negara yang serius membangun Research University pada akhirnya melesat lebih cepat dibanding negara yang sibuk menumpuk proyek jangka pendek tanpa fondasi ilmu pengetahuan.

Indonesia saat ini menghadapi dilema klasik negara berkembang ingin melompat jauh, tetapi masih berpijak pada model pembangunan yang mengandalkan proyek fisik dan belanja konsumtif.

Padahal sejarah membuktikan bahwa lompatan peradaban tidak pernah lahir dari beton dan aspal, melainkan dari ekosistem ilmu pengetahuan yang memproduksi inovasi. Di titik ini, urgensi Research University menjadi tidak terbantahkan.

Sebuah universitas riset bukan sekadar kampus besar dengan ribuan mahasiswa. Ia merupakan pusat produksi pengetahuan tempat teori dan teknologi dilahirkan, diuji, dan diterapkan menjadi solusi nyata. Negara maju tidak sekadar menjalankan kebijakan; mereka memikirkan masa depan jauh sebelum masa depan itu tiba.

Di balik kelahiran mobil listrik, kecerdasan buatan, hingga vaksin mRNA, selalu ada laboratorium kampus yang bekerja dalam senyap. Pemerintah hanya perlu menciptakan ekosistemnya, lalu membiarkan ilmu pengetahuan mengambil alih perannya. Inovasi yang mengubah dunia bukan lahir dari rapat-rapat birokrasi, melainkan dari ruang-ruang riset kampus.

Silicon Valley, misalnya, bukan dibangun oleh pemerintah, tetapi oleh kultur riset Stanford yang tumbuh bersama industri. Industri robotik Jepang, biotech Korea Selatan, hingga manufaktur presisi Jerman, semua bermula dari keberadaan universitas riset.

Lebih jauh, Research University bukan sekadar menelurkan teknologi, tetapi mencetak manusia yang berpikir: ilmuwan, insinyur, ekonom, ahli kebijakan, inovator, dan pemimpin masa depan. Negara maju tidak hanya memiliki sumber daya alam, tetapi terutama sumber daya pengetahuan.

Dalam konteks ini, Indonesia masih terjebak dalam logika pendidikan yang terlalu administratif. Kampus sibuk mengejar akreditasi, bukan riset; dosen sibuk mengejar angka kredit, bukan penemuan ilmiah; penelitian sering berhenti di laporan PDF, bukan prototipe yang berhubungan dengan industri. Pola seperti ini mustahil melahirkan universitas riset yang kompetitif secara global.

Sementara kita masih berkutat pada prosedur, negara lain telah berlari jauh meninggalkan. Korea Selatan sejak 1970-an mengarahkan 40 persen anggaran R&D-nya ke universitas. Cina menjadikan Tsinghua sebagai pusat talenta nasional yang terhubung langsung dengan strategi kebijakan industri.

Singapura sejak awal menyadari keterbatasan sumber daya alam, lalu menciptakan salah satu sumber daya paling berharga: universitas riset berkelas dunia dengan dukungan pendanaan besar dan jejaring global. Indonesia masih sibuk membangun bangunan, sementara negara lain sedang membangun masa depan.

Dalam konteks kedaulatan bangsa, Research University merupakan pilar terpenting. Kedaulatan tidak ditentukan oleh banyaknya tambang, panjangnya jalan tol, atau berapa banyak proyek strategis nasional yang dicanangkan, tetapi oleh kemampuan negara menguasai teknologi.

Ketika dunia menuju era kecerdasan buatan, energi terbarukan, bioteknologi, dan komputasi kuantum, Indonesia masih mengimpor sebagian besar teknologi yang dipakainya. Jika pola ini terus berlangsung, Indonesia akan tetap menjadi pasar, bukan pencipta. Dan pasar selalu kalah dari yang menciptakan.

Research University menyediakan solusi struktural bagi masalah tersebut: dari inovasi energi, teknologi pertanian presisi, manufaktur cerdas, sampai teknologi medis lokal. Kampus riset juga menjadi pusat kajian strategis bagi kebijakan publik. Negara maju memahami satu hal penting: kemandirian ilmu adalah kemandirian bangsa. Karena itu, membangun universitas riset menuntut keberanian untuk mengubah cara pandang.

Indonesia membutuhkan kemerdekaan akademik yang sesungguhnya, pendanaan riset jangka panjang, jejaring global yang agresif, industri yang mau menyerap hasil riset, serta transformasi peran kampus dari sekadar penyedia gelar menjadi pusat inovasi nasional.

Jika pembaruan ini dijalankan secara konsisten dalam sepuluh hingga dua puluh tahun, Indonesia bisa memutus rantai stagnasi pembangunan. Negara-negara yang hari ini berada di puncak peradaban tidak menang karena kekayaan alam atau karena birokrasinya sempurna, tetapi karena mereka menanam satu benih penting: ekosistem universitas riset yang kuat, bebas, dan relevan dengan kebutuhan bangsanya.

Rumus untuk menjadi negara maju sebenarnya tidak rumit. Sudah lama ditulis, dipraktikkan, dan dibuktikan. Pertanyaannya sekarang: apakah Indonesia mau mengikutinya, atau terus mengaguminya dari kejauhan tanpa pernah benar-benar mengejar?

***

*) Oleh : Iswan Tunggal Nogroho, Praktisi Pendidikan.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Malang just now

Welcome to TIMES Malang

TIMES Malang is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.