TIMES MALANG, JAKARTA – Sebagian masyarakat berharap agar bulan Ramadan dijadikan momen untuk memberikan libur sekolah penuh selama sebulan. Harapan ini sering kali muncul dengan alasan agar anak-anak dapat lebih fokus pada ibadah dan istirahat. Namun, usulan ini menuntut kesiapan orang tua untuk menggantikan peran sekolah dalam mengatur aktivitas anak di rumah.
Jika sekolah diliburkan penuh, orang tua harus menyusun jadwal belajar yang terstruktur agar anak-anak tetap bisa mempelajari ilmu pengetahuan umum dan agama. Sayangnya, tidak semua orang tua memiliki waktu, kemampuan, atau sumber daya yang memadai untuk melaksanakan tanggung jawab ini.
Ketidakteraturan aktivitas anak selama di rumah justru berpotensi menimbulkan dampak negatif, seperti penurunan motivasi belajar, penggunaan gawai berlebihan, atau waktu yang terbuang tanpa kegiatan yang produktif.
Surat Edaran Bersama (SEB) yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2025, Nomor 2 Tahun 2025, dan Nomor 400.1/320/SJ tentang Pembelajaran di Bulan Ramadan 1446 Hijriah/2025 Masehi merupakan langkah strategis pemerintah untuk mengatur kegiatan belajar-mengajar selama bulan Ramadan. Kebijakan ini menjawab kebutuhan peserta didik, orang tua, dan lingkungan pendidikan secara keseluruhan.
Sekolah Tetap Masuk, Menjaga Konsistensi Pembelajaran dan Disiplin
Keputusan untuk tetap melaksanakan pembelajaran selama Ramadan, meskipun dengan penyesuaian jadwal, memiliki keunggulan dalam menjaga konsistensi pembelajaran dan kedisiplinan anak.
Anak-anak tidak hanya belajar ilmu pengetahuan umum, tetapi juga dapat mendapatkan pembelajaran agama yang lebih mendalam melalui program-program keagamaan yang biasanya diintegrasikan oleh sekolah selama bulan Ramadan, seperti pesantren kilat atau kegiatan kajian Ramadan.
Bagi orang tua, kebijakan ini juga membantu mengurangi beban pengawasan di rumah. Dengan rutinitas yang tetap terjaga, anak-anak tidak hanya mengisi waktu dengan kegiatan positif, tetapi juga belajar untuk menjalani ibadah puasa sambil tetap menjalankan tanggung jawab sebagai pelajar.
Dampak bagi Peserta Didik Non-Muslim
Bulan Ramadan juga menjadi momen penting untuk menanamkan nilai-nilai toleransi. Libur penuh selama Ramadan bisa menjadi tantangan tersendiri bagi peserta didik non-Muslim, terutama dalam konteks pendidikan inklusif.
Dengan sekolah tetap beroperasi, peserta didik non-muslim dapat melanjutkan pembelajaran seperti biasa sambil belajar untuk memahami dan menghormati praktik keagamaan rekan-rekan muslim mereka. Pengaturan yang inklusif akan menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan mendidik, baik untuk siswa muslim maupun non-muslim.
Penyesuaian Jadwal Belajar, Solusi yang Proporsional
Salah satu poin penting dari SEB ini adalah penyesuaian jadwal belajar selama Ramadan. Langkah ini telah terbukti efektif di tahun-tahun sebelumnya, di mana jam belajar dikurangi dan kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan ibadah peserta didik dan guru.
Dengan jadwal yang lebih fleksibel, peserta didik tetap bisa menjalankan ibadah puasa dengan nyaman tanpa harus mengorbankan kualitas pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran yang disesuaikan juga dapat mencakup integrasi nilai-nilai Ramadan ke dalam kurikulum, seperti pembelajaran tentang makna puasa, pentingnya berbagi, dan etika sosial. Dengan pendekatan ini, sekolah tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi juga wahana pembentukan karakter yang relevan dengan momen Ramadan.
SEB tentang pembelajaran di bulan Ramadan Tahun 1446 H merupakan langkah yang logis dan adaptif untuk menjawab kebutuhan pendidikan di masyarakat yang beragam. Harapan untuk libur penuh memang bisa dimaklumi, tetapi penting untuk mempertimbangkan konsekuensi praktisnya, terutama bagi orang tua dan peserta didik non-muslim.
Sebaliknya, tetap melaksanakan pembelajaran dengan penyesuaian jadwal selama Ramadan memberikan manfaat yang lebih luas. Tidak hanya menjaga konsistensi pembelajaran, tetapi juga membentuk karakter disiplin dan toleransi di kalangan peserta didik.
Dengan pelaksanaan yang proporsional dan inklusif, kebijakan ini akan menciptakan keseimbangan antara tanggung jawab pendidikan dan kebutuhan spiritual masyarakat selama bulan suci.
***
*) Oleh : Astatik Bestari, Ketua 2 Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Tutor Pendidikan Kesetaraan Nasional.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |